Alena memasuki halaman rumah milik Dewanda. Ini adalah kali pertamanya diajak Adriel yang harusnya pada malam itu. Penyesalan kembali menggerogoti hatinya, mengapa tidak sejak awal. Namun, senyuman licik kembali samar di wajahnya, mengingat sebentar lagi, Adriel akan kembali ke pelukannya.
Tak putus ia mengagumi kemewahan milik keluarga kekasihnya itu. Tanpa sadar, Adriel mendengar decakan kagum yang meluncur begitu saja dari mulutnya."Rumah kakek kamu, besar sekali, Sayang." Alena bergelayut manja di lengan Adriel sambil memandang sekitarnya. Laki-laki itu hanya tersenyum melihat kebahagiaan wanitanya."Kamu harus buat mereka menyukaimu, ya." Adriel menyentuh puncak hidung Alena."Siap, Pak Bos." Alena menggeser wajahnya hingga puncak hidungnya yang mancung menyentuh pipi Adriel. Keduanya tertawa bahagia.Dewanda dan Melati telah menanti di dalam rumah. Mereka dapat menyaksikan kemesraan cucunya dengan wanita lain yang bukan istri sahnya. Melati menatap dengan sendu"Nenek gak setuju kamu menikah dengan dia," tukas Melati. Dia menatap cucunya penuh harap.Adriel sangat menyayanginya, demikian sebaliknya. Keduanya saling bergantung dan tidak dapat menolak permintaan masing-masing. Tapi, kali ini Melati tidak akan menuruti keinginan cucunya itu."Kenapa, Nek? Apa karena dia tidak bisa masak? Semua butuh proses, Nek." Adriel mencoba meyakinkan neneknya dengan wajah memelas. Dia tidak berani berkata keras terhadap wanita yang telah membesarkannya itu."Bukan hanya itu, nenek rasa dia bukan perempuan yang cocok denganmu. Apa kurangnya Sandra?" Sama halnya dengan Melati, tidak pernah ada kata atau nada keras darinya mesikipun sedang marah pada cucu tunggalnya itu."Pasti karena Sandra, kan? Nenek suka karena lebih dulu mengenalnya daripada Alena.""Ya, Nenek suka pada istrimu itu. Jangan pernah menggantikannya dengan wanita lain!" Melati menekankan setiap katanya.Adriel tahu, Melati sudah tak terbantahkan jika sudah sep
Adriel berada dalam dua pilihan. Memilih Alena, sama halnya merelakan apa yang sudah diperjuangkan keluarganya pada orang yang salah. Denis akan mendapat kesempatan untuk memiliki warisan Dewanda. Tapi, jika dia memilih, mengikuti persyaratan Dewanda, dia takut akan terikat pada sesuatu yang tidak mudah dilepaskan.Seperti biasa, dia melakukan aktivitasnya, mengurus tiga perusahaan sekaligus. Adriel bersyukur punya orang-orang yang dapat dipercaya. Arman, meski tidak terlalu disenanginya, cukup membantu pekerjaannya."Permisi, Pak," pamit Arman setelah mendapatkan beberapa kritik dan saran dari Adriel.Adriel bukan saja pimpinan yang keras dan tegas, tapi dia juga mampu mengayomi karyawannya agar bekerja lebih efektif dan loyal. Tidak sedikit karyawan yang memuji gaya kepemimpinannya itu. Yang tidak suka, justru adalah mereka yang berlaku curang dan mencari kepentingan sendiri dan merugikan perusahaan.Baru saja Arman memegang handle pintu, pintu itu terdorong da
Sandra hanya bisa pasrah pada perlakuan Adriel. Entah itu karena kelemahannya yang tak sanggup melepaskan diri atau karena perasaan yang tak dapat dipungkiri. Dan kenyataan sangat menyakitkan hati. Adriel melakukan hanya demi harta.Air mata mengalir deras ketika Adriel selesai menuntaskan misinya. Sandra tidak pernah menyangka akan sejauh dan sesakit ini. Dia melepas tangis setelah Adriel meninggalkan kamar kembali ke kamarnya.Sejak awal, mereka memang tidur di kamar terpisah. Sesuai perjanjian, tidak boleh saling menyentuh. Namun, dengan egois Adriel mengubah perjanjian demi kepentingannya sendiri tanpa memikirkan nasib dan perasaan Sandra. Tangisnya semakin pilu melihat bercak darah di sprei.Di kamarnya, Adriel segera membersihkan diri. Sebenarnya, ada sedikit rasa bersalah yang muncul di bilik hatinya. Namun, tidak ada pilihan. Semua dilakukannya demi kelangsungan Dewanda Group. Dia tahu betul bagaimana kakeknya, tidak pernah main-main jika membuat keputusan. Adriel t
Adriel tak sabar untuk segera menemukan nama yang dicarinya. Lebih cepat, tapi tetap teliti agar tak ada yang terlewatkan. Jantungnya berdetak kencang, tumpukan map semakin menipis, tapi data Adriana belum ditemukan."Pasti ada." Adriel tidak putus asa mencari meski sudah habis memeriksa.Teringat pada map miliknya tadi yang tak sempat dibuka. Diambilnya kembali untuk dilihat isinya, berharap ada sesuatu yang dapat ditemukannya.Ya, seperti yang diharapkannya, sebuah kertas yang bertuliskan nama Adriana sudah berada di tangannya. Adriel juga yang menyebutkan nama adiknya pada Bu Ani saat itu.Ani menuliskan bahwa mereka adalah korban kecelakaan yang ditemukan warga. Di balik kertas tadi, ada kertas lagi yang menyatakan pengadopsian Adriana. Dengan jelas, Adriel membaca nama pasangan suamu istri itu. Damar dan Maria.Napas Adriel tersekat. Pikirannya menerawang pada foto yang ditemukannya dari koper Sandra saat itu. Adriana dengan seorang anak perempuan yang seba
Melihat ekspresi Adriel yang aneh, Sandra menjadi takut."Ada apa?" Dahinya berkerut.Adriel diam sejenak, mematung, melihat wajah Sandra. Dia tak menyangka, adik yang selama ini dicari-carinya telah berada di dekatnya. Namun, dalam posisi yang berbeda.Adriel menggosok-gosok wajah dengan kedua tangannya. Berharap semuanya hanya mimpi atau berubah. Tapi, tetap yang di hadapannya adalah pemilik kalung yang telah menjadi istrinya bahkan telah ditidurinya."Aku sudah memutuskan, kita akan bercerai." Kalimat itu meluncur begitu saja dari Adriel. Dia masih mematung, menatap Sandra, membuat wanitanya itu merasa ada yang aneh."Baik, itu yang terbaik." Raut wajah Sandra yang awalnya senang setelah menemukan kembali kalung itu, berubah tegang.Tak pernah sebelumnya, Adriel salah tingkah di hadapan wanita. Ini kali pertama dialaminya. Dia yang biasanya mendominasi dan angkuh, kini bingung menetapkan sikap."Aku masuk dulu." Ada rasa sesak yang kian lama kian terasa di di
Adriel pergi dari rumah Alena. Di perjalanan dia mulai menganalisa apa yang sudah dan sedang terjadi. Barulah, ia mengingat-ingat kejadian pada saat Alena menolaknya malam itu. Dia memacu mobil dengan kecepatan tinggi, meski tak tahu harus ke mana. Apa yang menimpanya bertubi-tubi mendadak merobohkan keangkuhannya.Akhirnya, Adriel memutuskan untuk ke club. Berharap di dalamnya dia dapat mengurangi beban pikiran yang menimpa dalam waktu bersamaan. Minuman menjadi pelarian, tapi tidak dengan wanita. Itu bukan kebiasaan Adriel sejak bersama Alena.Baru beberapa teguk yang dicicipinya, ponselnya berdering. Adriel yang berencana tak ingin mengangkat, terkejut melihat yang tertera di layar ponselnya.Rumah, gumamnya merasa aneh.Jarang sekali dia mendapat panggilan dari rumah. Kalau pun pernah, itu karena kedatangan kakek dan neneknya. Pelayannya dengan cepat akan memberi kabar jika dia tidak sedang berada di rumah.Juan melirik jam di tangannya. Sudah hampir tengah malam.
Setelah mendapat kabar dari Alena mengenai keputusan Adriel yang akan menceraikan Sandra, Denis langsung bergerak cepat menemui Dewanda. Bayangan harta warisan yang akan jatuh ke tangannya, sudah berada di depan mata."Ada apa?" tanya Dewanda dingin. Dia tahu, Denis tidak akan menemuinya jika tidak ada keperluan.Hubungan keduanya memang tidak dekat, apalagi sejak Dewanda mengetahui kecurangan yang dilakukan Melisa, nenek Denis. Sulit baginya mencintai Denis dengan sepenuh hati. Sementara, Denis sejak kecil telah ditanamkan padanya ketidakadilan Dewanda terhadap nenek, ayah dan dirinya sendiri."Ada yang ingin kusampaikan, ini mengenai Adriel."Dewanda menatap Denis penuh kecurigaan. Dia tahu mereka berdua tidak pernah akur sejak dulu. Tanpa mereka akui, jelas ada persaingan di antara keduanya."Ada apa dengan Adriel?"Denis memperbaiki posisi duduknya, dia tahu mata Dewanda tak lepas menyelidikinya. Sekali deheman mengawali perkataannya."Aku tahu, Kakek
"Maaf, Kek, aku belum bisa menceritakannya. Aku janji akan memberi tahu pada Kakek jika semua telah terbukti.""Tapi, apa?" Dewanda tak bisa menahan rasa penasarannya. Dia semakin kesal karena Adriel tidak mau memberitahu yang sebenarnya."Sekali lagi, aku minta maaf, Kek."Tak ingin berlama-lama berdebat dengan kakeknya, Adriel segera berpamitan. Perdebatan yang mereka lakukan akan semakin memperburuk keadaan. Sekarang, yang penting bagi Adriel, Dewanda masih mempercayainya dan berpihak padanya. *** Adriel tidak memberitahu kakeknya perihal kepergian Sandra. Gawat jika Dewanda menemukannya, mereka akan tahu kehamilan Sandra. Adriel mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan anak buahnya agar segera menemukan Sandra.Sementara itu, Sandra pergi dari kosnya agar tidak dapat ditemukan. Diceraikan oleh Adriel akan membuat dia dan keluarganya menjadi bulan-bulanan Sartika dan keluarga lainnya. Sudah cukup selama ini mereka terhina."Sandra tidak masuk?" tanya