Adriel berada dalam dua pilihan. Memilih Alena, sama halnya merelakan apa yang sudah diperjuangkan keluarganya pada orang yang salah. Denis akan mendapat kesempatan untuk memiliki warisan Dewanda. Tapi, jika dia memilih, mengikuti persyaratan Dewanda, dia takut akan terikat pada sesuatu yang tidak mudah dilepaskan.
Seperti biasa, dia melakukan aktivitasnya, mengurus tiga perusahaan sekaligus. Adriel bersyukur punya orang-orang yang dapat dipercaya. Arman, meski tidak terlalu disenanginya, cukup membantu pekerjaannya."Permisi, Pak," pamit Arman setelah mendapatkan beberapa kritik dan saran dari Adriel.Adriel bukan saja pimpinan yang keras dan tegas, tapi dia juga mampu mengayomi karyawannya agar bekerja lebih efektif dan loyal. Tidak sedikit karyawan yang memuji gaya kepemimpinannya itu. Yang tidak suka, justru adalah mereka yang berlaku curang dan mencari kepentingan sendiri dan merugikan perusahaan.Baru saja Arman memegang handle pintu, pintu itu terdorong daAdriel sudah memilih. Apa keputusan Adriel?
Sandra hanya bisa pasrah pada perlakuan Adriel. Entah itu karena kelemahannya yang tak sanggup melepaskan diri atau karena perasaan yang tak dapat dipungkiri. Dan kenyataan sangat menyakitkan hati. Adriel melakukan hanya demi harta.Air mata mengalir deras ketika Adriel selesai menuntaskan misinya. Sandra tidak pernah menyangka akan sejauh dan sesakit ini. Dia melepas tangis setelah Adriel meninggalkan kamar kembali ke kamarnya.Sejak awal, mereka memang tidur di kamar terpisah. Sesuai perjanjian, tidak boleh saling menyentuh. Namun, dengan egois Adriel mengubah perjanjian demi kepentingannya sendiri tanpa memikirkan nasib dan perasaan Sandra. Tangisnya semakin pilu melihat bercak darah di sprei.Di kamarnya, Adriel segera membersihkan diri. Sebenarnya, ada sedikit rasa bersalah yang muncul di bilik hatinya. Namun, tidak ada pilihan. Semua dilakukannya demi kelangsungan Dewanda Group. Dia tahu betul bagaimana kakeknya, tidak pernah main-main jika membuat keputusan. Adriel t
Adriel tak sabar untuk segera menemukan nama yang dicarinya. Lebih cepat, tapi tetap teliti agar tak ada yang terlewatkan. Jantungnya berdetak kencang, tumpukan map semakin menipis, tapi data Adriana belum ditemukan."Pasti ada." Adriel tidak putus asa mencari meski sudah habis memeriksa.Teringat pada map miliknya tadi yang tak sempat dibuka. Diambilnya kembali untuk dilihat isinya, berharap ada sesuatu yang dapat ditemukannya.Ya, seperti yang diharapkannya, sebuah kertas yang bertuliskan nama Adriana sudah berada di tangannya. Adriel juga yang menyebutkan nama adiknya pada Bu Ani saat itu.Ani menuliskan bahwa mereka adalah korban kecelakaan yang ditemukan warga. Di balik kertas tadi, ada kertas lagi yang menyatakan pengadopsian Adriana. Dengan jelas, Adriel membaca nama pasangan suamu istri itu. Damar dan Maria.Napas Adriel tersekat. Pikirannya menerawang pada foto yang ditemukannya dari koper Sandra saat itu. Adriana dengan seorang anak perempuan yang seba
Melihat ekspresi Adriel yang aneh, Sandra menjadi takut."Ada apa?" Dahinya berkerut.Adriel diam sejenak, mematung, melihat wajah Sandra. Dia tak menyangka, adik yang selama ini dicari-carinya telah berada di dekatnya. Namun, dalam posisi yang berbeda.Adriel menggosok-gosok wajah dengan kedua tangannya. Berharap semuanya hanya mimpi atau berubah. Tapi, tetap yang di hadapannya adalah pemilik kalung yang telah menjadi istrinya bahkan telah ditidurinya."Aku sudah memutuskan, kita akan bercerai." Kalimat itu meluncur begitu saja dari Adriel. Dia masih mematung, menatap Sandra, membuat wanitanya itu merasa ada yang aneh."Baik, itu yang terbaik." Raut wajah Sandra yang awalnya senang setelah menemukan kembali kalung itu, berubah tegang.Tak pernah sebelumnya, Adriel salah tingkah di hadapan wanita. Ini kali pertama dialaminya. Dia yang biasanya mendominasi dan angkuh, kini bingung menetapkan sikap."Aku masuk dulu." Ada rasa sesak yang kian lama kian terasa di di
Adriel pergi dari rumah Alena. Di perjalanan dia mulai menganalisa apa yang sudah dan sedang terjadi. Barulah, ia mengingat-ingat kejadian pada saat Alena menolaknya malam itu. Dia memacu mobil dengan kecepatan tinggi, meski tak tahu harus ke mana. Apa yang menimpanya bertubi-tubi mendadak merobohkan keangkuhannya.Akhirnya, Adriel memutuskan untuk ke club. Berharap di dalamnya dia dapat mengurangi beban pikiran yang menimpa dalam waktu bersamaan. Minuman menjadi pelarian, tapi tidak dengan wanita. Itu bukan kebiasaan Adriel sejak bersama Alena.Baru beberapa teguk yang dicicipinya, ponselnya berdering. Adriel yang berencana tak ingin mengangkat, terkejut melihat yang tertera di layar ponselnya.Rumah, gumamnya merasa aneh.Jarang sekali dia mendapat panggilan dari rumah. Kalau pun pernah, itu karena kedatangan kakek dan neneknya. Pelayannya dengan cepat akan memberi kabar jika dia tidak sedang berada di rumah.Juan melirik jam di tangannya. Sudah hampir tengah malam.
Setelah mendapat kabar dari Alena mengenai keputusan Adriel yang akan menceraikan Sandra, Denis langsung bergerak cepat menemui Dewanda. Bayangan harta warisan yang akan jatuh ke tangannya, sudah berada di depan mata."Ada apa?" tanya Dewanda dingin. Dia tahu, Denis tidak akan menemuinya jika tidak ada keperluan.Hubungan keduanya memang tidak dekat, apalagi sejak Dewanda mengetahui kecurangan yang dilakukan Melisa, nenek Denis. Sulit baginya mencintai Denis dengan sepenuh hati. Sementara, Denis sejak kecil telah ditanamkan padanya ketidakadilan Dewanda terhadap nenek, ayah dan dirinya sendiri."Ada yang ingin kusampaikan, ini mengenai Adriel."Dewanda menatap Denis penuh kecurigaan. Dia tahu mereka berdua tidak pernah akur sejak dulu. Tanpa mereka akui, jelas ada persaingan di antara keduanya."Ada apa dengan Adriel?"Denis memperbaiki posisi duduknya, dia tahu mata Dewanda tak lepas menyelidikinya. Sekali deheman mengawali perkataannya."Aku tahu, Kakek
"Maaf, Kek, aku belum bisa menceritakannya. Aku janji akan memberi tahu pada Kakek jika semua telah terbukti.""Tapi, apa?" Dewanda tak bisa menahan rasa penasarannya. Dia semakin kesal karena Adriel tidak mau memberitahu yang sebenarnya."Sekali lagi, aku minta maaf, Kek."Tak ingin berlama-lama berdebat dengan kakeknya, Adriel segera berpamitan. Perdebatan yang mereka lakukan akan semakin memperburuk keadaan. Sekarang, yang penting bagi Adriel, Dewanda masih mempercayainya dan berpihak padanya. *** Adriel tidak memberitahu kakeknya perihal kepergian Sandra. Gawat jika Dewanda menemukannya, mereka akan tahu kehamilan Sandra. Adriel mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan anak buahnya agar segera menemukan Sandra.Sementara itu, Sandra pergi dari kosnya agar tidak dapat ditemukan. Diceraikan oleh Adriel akan membuat dia dan keluarganya menjadi bulan-bulanan Sartika dan keluarga lainnya. Sudah cukup selama ini mereka terhina."Sandra tidak masuk?" tanya
"Apa yang sudah kamu lakukan?" Alena benar-benar murka pada Denis setelah mendengar semua yang dilakukannya dari Melati."Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar?" jawab Denis dengan dingin. Dia tahu apa yang sedang dibicarakan wanita itu."Benar? Menurutmu ini benar?" Alena menekankan pertanyaannya dengan berteriak di depan wajah Denis.Pria itu hanya menatap wanita di hadapannya dengan santai tanpa rasa bersalah sedikit pun. Satu sudut bibirnya ditarik ke atas dengan tatapan mengejek."Kamu tahu, ini akan membuatku semakin dibenci oleh mereka." Suara Alena tak bisa lagi merendah, kemarahannya sudah di ubun-ubun."Oo ... itu baik bagimu, bukan baik bagiku." Tatapan Denis meremehkan."Ini juga baik buat kita! Rencana kita berantakan jadinya gara-gara ulahmu. Nanti saat aku akan kembali padamu, mereka juga akan tetap tidak setuju.""O ya, benarkah kamu akan kembali padaku setelah berhasil mendapatkan Adriel?" Denis memajukan wajahnya, menatap Alena leb
"Sayang, akhir-akhir ini kamu sangat sibuk sekali. Kamu pasti banyak pikiran." Setelah dicampakkan begitu saja oleh Denis, Alena putuskan untuk kembali pada Adriel. Dia memang terombang-ambing antara dua pria itu.Adriel tidak menjawab, dia hanya memperhatikan wanita itu melenggak ke arahnya dari balik alisnya. Pergulatan antara Alena dan Denis malam itu terlintas di benaknya dan membuatnya jijik. Tak menyangka ternyata wanita itu hanya mengejar hartanya."Bagaimana istrimu, apakah dia sudah hamil?" tanya Alena seperti tidak pernah mendengar keputusan Adriel sebelumnya."Kami akan bercerai!" jawabnya tegas. Dia tahu tujuan wanita itu hanya untuk menggoyahkan keputusannya. Kali ini, Adriel tidak akan bisa ditawar lagi karena menyangkut Adriana."Aku rasa kamu hanya lelah. Mari beristirahat denganku." Jemari Alena menari-nari di sekitar telinganya. Dia berbisik sambil melepas napas, menimbulkan sensasi geli di telinga laki-laki yang selama ini selalu mengiginkannya."To