Share

SMP • 05

SETELAH berdebat dengan ibunya, Raffa menyelinap keluar dan kembali ke rumah Ethan serta Nayla. Ia menyukai pekerjaan barunya merawat Evan untuk sementara. Ia merasa bisa melupakan masalah jodoh-menjodohkan untuk sejenak saat bersama keponakannya itu.

Ketika sampai di sana, ia melihat Ethan serta Nayla duduk sembari melihat-lihat album. Dia yang penasaran pun menyelinap di belakangnya dan ikut mengintip—mengganggu kebersamaan— pasangan suami istri itu.

"Riri ikut fotonya cuma sekali doang, dih!" gerutuan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi. "Mana fotonya sambil sok mesra sama kamu lagi," ujarnya dengan nada cemburu yang kentara.

Raffa melongok dan memperhatikan seorang wanita yang bergelayut manja di lengan sepupunya. Dahinya mengernyit saat mengamati wajah wanita itu lekat-lekat.

Wajah ayunya dipoles make-up tebal, gaun biru gelapnya tampak kontras dengan kulitnya yang putih, lalu kalung bintang yang menghiasi lehernya tampak menjadi satu-satunya hiasan paling mencolok selain anting permata kecil berwarna putih.

Kayak pernah lihat, tapi di mana ....

Raffa memutar otaknya, mengingat memorinya di malam pernikahan dua pengantin baru di depannya. Malam itu ....

Dia, kan, cewek yang hampir gue tidurin! batinnya menjerit histeris.

Sontak saja tangannya terulur dan menunjuk foto wanita itu. "Nama dia siapa?"

Dua orang itu terlonjak dan langsung menoleh ke belakang. "Setan, ya, lo! Kenapa ngagetin orang nggak pakai permisi?"

"Kalau permisi dulu, nggak ada yang kaget," jawab Ethan sembari menatap tajam sepupunya. "Sejak kapan kamu di sana?"

"Baru datang dan langsung kepo ngelihat kakak ipar cemburu sama foto."

"Eh, enak aja omongan lo!"

Ethan hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban sepupunya.

"Jadi, cewek itu siapa namanya?" ulangnya, begitu tak ada yang menjawab pertanyaannya sebelumnya.

"Kenapa? Naksir, lo?"

Raffa mendengkus. "Kagak, paling-paling udah ada yang punya."

"Dia jomlo abadi, Raff," balasan Ethan membuat Raffa melotot.

"Yang serius lo?!"

"Iya, namanya Riri, adik tingkat gue waktu kuliah, beda kelas dan jurusan, sih, tapi hubungan kita lumayan dekat. Dia jomlo abadi, cita-citanya aja jadi perawan tua."

Ethan terlihat menutup mulut setelah istrinya mengucapkan kalimat itu. Sedangkan Raffa masih melotot dengan mulut menganga lebar.

Apa katanya tadi, jombo abadi? Cita-citanya jadi perawan tua? Lah, kenapa waktu itu dia bilang udah punya calon suami padanya?

"Kok kedengerannya aneh banget? Lo lagi bohongin gue, ya?" Raffa mendelik ke arah Nayla yang mengedikkan bahu tak acuh. Raffa menoleh pada Ethan. "Serius, cewek itu jomlo dan bercita-cita jadi perawan tua?" Ethan mengangguk. "Yang bener aja, deh, kalian. Mana mungkin ada cewek yang punya cita-cita absurd begitu, ngaco banget," komentarnya.

Benar, mana ada perempuan yang mau jadi perawan tua? Biasanya, kan, sebaliknya. Mereka malah berburu pasangan karena takut menjadi perawan tua, tapi dia ini .... Nayla dan Ethan pasti sedang mengerjainya.

"Dibilangin nggak percaya. Lo nggak denger sendiri apa tadi siang, waktu lo nganterin Evan ke restoran dan ketemu sama dia? Padahal lo sempat deham-deham nggak jelas waktu dia ngaku-ngaku mau jadi perawan tua," balasan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi.

Tadi siang? Raffa memutar kembali saat melihat seorang wanita yang tampak asik bercengkerama dengan keponakannya. Sebelum itu, dia memang sempat berdeham dan membungkam paksa omongan wanita itu yang sepertinya tidak ada akhirnya.

Tunggu dulu ... jadi, mereka orang yang sama? Kok gue tadi bisa nggak sadar?

"Riri ke restoran kamu tadi siang?"

Nayla mengangguk. "Dia yang ngerawat Evan waktu aku kerja, mereka main berdua, mana Riri bilang gini sebelumnya, 'Gue juga mau ngerasain gimana rasanya punya anak,' lah, kalau pengin tahu rasanya gimana punya anak, ya, bikin anaklah!"

Raffa tersenyum miring. Ternyata, cewek bernama Riri ini lucu juga. Di pertemuan pertama mereka, dia memang tampak menyenangkan sekaligus menggemaskan dan menggoda, Raffa bahkan berhasil menarik wanita itu ke atas ranjang, walau setelahnya dia harus ditipu habis-habisan.

Sial! Kalau gue tahu dia bohong malam itu, udah pasti bakal gue kejar sampai dapat.

Raffa mendengkus dan hal itu membuat Ethan memperhatikannya. "Kenapa, Raff? Masih nggak percaya?"

Raffa menggeleng. "Enggak mungkin percayalah, dia bilang sama gue kalau udah punya calon suami waktu itu."

Sontak saja Nayla tertawa terbahak-bahak, sedangkan Ethan tampak menutup mulut menggunakan tangannya dan berusaha keras menjaga raut wajahnya agar tetap datar.

"Kamu pernah ketemu sama Riri di mana?" tanya Ethan penasaran.

"Gila, gue penasaran, lo ngerayu dia pakai cara apa sampai dia bilang kalau udah punya calon suami?" Nayla berkata, lalu kembali terbahak-bahak. "Padahal, selama ini gebetannya aja dikacangi, tapi berani bilang sama playboy kayak lo aja kalau udah punya calon suami." Nayla tertawa lagi. "Gue penasaran, gimana kalau lo minta dia nunjukin di mana calon suaminya itu? Haha, dia pasti bakal mati kutu!"

"Ketemu di pesta pernikahan kalian, dan, ya ... gue bilang aja kalau gue mau ngelamar dia."

Raffa memutar bola mata sembari berusaha mencari-cari alasan. Mana mungkin dia bicara, kalau wanita bernama Riri itu menolak bercinta dengannya dengan alasan dia sudah punya calon suami?

Ethan berdeham. "Jadi, kamu udah ditipu sama dia?"

Raffa mendengkus, tampak tidak senang mendengar kenyataan tersebut. Namun, dia juga tidak tahu kalau dirinya sedang ditipu, andaikan dia tahu, pasti dia sudah menuntut balas sejak tadi siang atau mungkin esok saat mereka kembali dipertemukan?

Raffa menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar. Benar, masih ada waktu agar dia bisa menuntut balas pada wanita yang berani-beraninya membohonginya, bahkan menolak pesonanya? Ceh, mengingatnya saja membuat Raffa merasa kesal bukan main.

Harusnya gue perkosa aja dia waktu itu, tapi ... dia kan masih perawan(?)

"Wah, jadi lo beneran naksir sama dia, nih!" Nayla tertawa lagi. "Sampai mau ngelamar segala, tapi ide bagus tuh, Raff, kalau lo mau ngelamar dia. Gue dukung! Biar dia nggak jadi perawan tua dan niatnya menjomlo sampai kiamat nggak terkabulkan!" dukungan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi.

"Kalau kamu benar-benar menyukainya, kenapa enggak dilamar aja sekalian? Riri anak baik-baik, masih perawan juga, bukannya kamu mencari perempuan yang masih segelan buat diajak menikah?"

Raffa tersenyum miring. Iya, tapi jangan dibocorin juga di depan istri lo, dong!

"Kalau lo serius mau ngelamar dia, gue kasih alamatnya. Lo bisa langsung bawa orang tua lo ke sana, serius, deh, mereka pasti bakal senang banget karena akhirnya ada yang ngelamar anaknya juga."

Raffa tersenyum miring. Jelas, mana mungkin ada pria yang melamar wanita itu, jika saat ada laki-laki yang mendekatinya saja dipagari dengan jurus 'sudah punya calon suami'? Bahkan, dia yang sudah menggodanya mati-matian pun berakhir ditinggalkan dalam keadaan mengenaskan di atas ranjang.

"Kasihin ke gue alamat rumahnya," tekatnya, walau dalam hati ia berdoa, semoga ia tidak salah lagi dalam menjatuhkan pilihannya.

Dan juga ... semoga orang tuanya menerima, jika Raffa menikahi seorang wanita dari kalangan biasa saja, mengingat pakaian menyedihkan yang digunakan wanita itu tadi siang.

____

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Wah Raffa jangan menilai seseorang hanya dari pakaiannya saja...gatau aja klo Riri menempuh pendidikan di Amerika dan dia juga penulis novel
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status