Share

5

Tidak perlu membayangkan wajahku, tentu memerah! bisa-bisanya calon kakak tiriku ini membicarakan hal itu, hal yang paling memalukan untukku.

"Mengintip?" Dan ayah mulai bertanya dan hidupku akan semakin memalukan ketika Tante Cahyani pun tahu.

"Hm, konyol sekali, tadi dia tertangkap basah karena mengintip di kamar Abang Abraham yang lagi menyanyi sambil bertelanjang dada."

Cowok yang bernama Agam ini sialan sekali, tetapi aku harus mengontrol emosi karena dia calon abangku juga, jadi wajahnya sangat disayangkan untuk dilukai karena tampan.

Ayah langsung menatapku, tatapannya seolah memberitahu bahwa kelakuanku sangatlah absurd.

"Tadi Aristela ngintip karena penasaran sama siapa yang nyanyi, suaranya keren banget, Tante," ucapku menatap Tante Cahyani penuh ketulusan karena aku tidak bisa membuat alasan lain lagi selain kejujuran, karena jujur adalah keteguhan yang sering ayah ajarkan padaku.

Aku selalu mengingat pesannya: jujurlah walau itu menyakitkan.

"Sebagai seorang wanita yang lebih mengandalkan perasaan di banding logika, memang wajar jika dia penasaran sampai-sampai sedikit memanfaatkan celah pintu yang terbuka untuk melancarkan rencananya, di mana rencana tersebut untuk melihat Abraham serta mencuci mata. Ngomong-ngomong untuk urusan cuci mata, aku seringkali mendengar wanita menggunakan alasan ini, sementara pria yang melihat seorang wanita seksi, akan dibilangi mata keranjang, hei ... itu alasan yang sangat tidak adil!" sahut pria yang bernama August, nadanya sedikit mendengus ketika menegaskan kata tidak adil.

Di balik kedengusannya itu, aku sedikit bersyukur jika dia membela-

"Cuci mata merupakan kata lain dari mesum, mereka sulit sekali untuk mengaku, padahal wajahnya sangat jelas terlihat memerah, untung saja cairan merah tak menetes dari hidungnya," lanjut August. Dan baiklah, aku tidak jadi bersyukur serta memujinya, karena dia juga termasuk pria paling menyebalkan malam ini.

"Nak, kamu ini kurang kerjaan sekali, sampai-sampai mengintip segala."

Oh tidak, ayah semakin membuatku malu, kalau begitu, biarkan aku menghilang dalam beberapa detik saja, agar pembahasannya segera terganti. Namun, itu hanyalah harapan semu.

Lalu sekarang siapa lagi? Aku beralih ke pria yang bernama Amerald? Huft, namanya agak sulit kuhapal, tapi aku akan berusaha mencoba untuk menyapanya. "Halo, Kak Amerald, salam kenal, namaku Aristela."

"Namaku Aderald, harap berhati-hati menyebut nama seseorang," ketusnya dan aku menyiniskan tatapanku.

"Oh maaf, akan kuulangi dengan baik dan benar. Halo Kak Aderald, salam kenal, namaku Aristela."

"Salam kenal, semoga bisa menjadi saudara yang tidak cerewet," balasnya dan aku semakin jengkel dibuatnya.

"Aderald, jaga bicaramu, Nak. Bahkan dirimu sama seperti August serta yang lainnya, kalian ini seharusnya ramah kepada Aristela yang sebentar lagi akan menjadi saudara," tegur Tante Cahyani.

"Wajar, mereka baru saling mengenal, lama-lama akan semakin parah dengan kejahilan putriku yang lebih parah di banding Aderald, Cahaya," sahut ayah yang memanggil Tante dengan sebutan Cahaya. Bukannya nama Tante itu Cahyani?

"Walau jahil, anakku seorang laki-laki, pasti mereka lebih berbuat lebih di banding Aristela, apalagi rumah takkan pernah sunyi karena mereka selalu saja bertengkar, terutama Adnan yang selalu menjadi korban kejahilan abang-abangnya."

"Betul, Mah. Merepotkan sekali punya Abang-abang laknat seperti mereka," balas Adnan yang mendapatkan teguran dari mamahnya lagi, karena kata laknat tentu tidak sopan.

"Adnan, yang sopan, kamu enggak malu sama calon ayahmu?"

"Eum, maaf, he he."

Setelah sesi perkenalan antara diriku dengan putra Tante Cahyani, pembicaraan pun berlanjut mengenai pernikahan.

"Ayah, nikahnya sama Tante Cahyani kapan, sih?"

"Secepatnya kalau perlu," jawab ayah, aku pun beralih ke Tante Cahyani yang juga sama-sama mengangguk, kalau begitu, aku hanya bisa setuju karena kelima pria yang selalu saja menatapku, tak menunjukkan pertanda untuk menyatakan ketidaksetujuan atas jawaban Ayah.

"Untuk tanggal, nanti kita pilih yang cantik-cantik yah waktunya."

"Secantik dirimu jelasnya."

Baiklah, aku merasa ada sedikit guncangan di area perut, sehingga aku sedikit diserang oleh kemualan.

"Tolong dikondisikan," sahut Abraham menutup pembicaraan malam ini.

●●●●

Sampai di sini dulu, untuk lebih lanjut dan mendapatkan update-tan yang cepat, silakan like chapter ini dan jangan lupa untuk berkomentar, karena chapter berikutnya akan semakin seru, serta ... jangan lupa lagi untuk beri rate 5 untuk cerita ini yah. 

THANKS FOR READING

SEE YOU NEXT PART.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mikayla Azahra
wow aristela beruntung banget bakalan punya 5 saudara ganteng semua lagi wkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status