Aristela Pov
Pembicaraanku bersama Adnan harus berakhir ketika suara Tante Cahyani mengagetkan kami dari belakang.
"Ternyata kalian ada di sini. Adnan, tuntun Aristela ke dalam, karena kita akan makan malam bersama," ucap Tante Cahyani kemudian meninggalkan kami. Adnan pun mulai berdiri dan diriku menyusulnya yang sedang menggerakkan tangan sebagai kode agar aku mengikutinya.
Setelah sampai di ruang makan, ternyata hanya kami berdua yang belum datang sebelumnya, karena ayah dan keempat saudara Adnan sudah duduk di kursi masing-masing.
"Nak, kamu duduk di sampingnya Abraham enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Cahyani, sebenarnya diriku tentu keberatan karena harus berada di samping pria menyebalkan itu, terlebih lagi dia kurang lebih seperti ayah yang terlihat narsis dan suka tebar pesona.
"Eum, kalau Aristela di sampingnya Adnan enggak apa-apa kan, Mah?" sahut Adnan tiba-tiba dan aku langsung menatapnya senang. Bagus Adnan, kamu sang penyelamat.
"Enggak usah, Aristela di samping Abraham aja, soalnya ribet kalau ada di sampingmu, pasti kamu suka godain Aristela, kan?" tanya Tante dan Adnan menunjukkan wajah cengirannya kemudian menatapku dengan tatapan yang menjelaskan bahwa dia tak dapat menolong.
"Enggak apa-apa kok, Tante. Aristela duduk di sampingnya Kak Abraham saja," ucapku dan pria yang kusebut namanya lantas bereaktif dengan menatapku penuh kemisteriusannya.
Makan malam pun berjalan dengan lancar dengan perbincangan ayah dan Tante Cahyani yang mengisi keheningan, sementara kami berenam hanya sibuk makan walau aku terkadang tertawa kecil mendengar gombalan ayah.
"Terima kasih atas jamuannya, Cahaya, kalau begini mah udah siap sekali berarti," ucap ayah sebagai pamitnya dan diselipi ucapan kecil yang menggombal.
"Sama-sama, aku juga mau berterima kasih karena sudah repot-repot mau datang ke sini."
Aku takkan diam saja tentunya, sembari tersenyum, diriku mengucapkan terima kasih pula ke Tante Cahyani dan dibalas pula dengan senyum ramahnya.
Sebelum aku benar-benar pergi bersama ayah, ternyata Adnan berteriak, "Kak jangan lupa besok yah!"
"Iyah, besok kakak ke sini, tapi inget ... jangan sampai telat bangun," balasku dan Adnan menaikkan jempolnya.
Ketika aku dan ayah di mobil, ayah sempat bertanya, untuk apa diriku ke sana besok, lantas aku menjawab kalau Adnan memintaku untuk mengantarnya ke sekolah lantaran dia merindukan sosok mamah atau kakak, karena terakhir kali Adnan merasakan hal tersebut ketika dirinya masih sekolah dasar.
"Cepat juga yah kamu akrab sama mereka, baru juga kenalan," ucap ayah dan aku langsung menggeleng.
"Enggak juga, Ayah. Aristela baru akrab sama Adnan karena anak itu enak diajak ngobrol, kecuali keempat kakaknya yang agak cuek sama nyebelin, terutama si Abraham yang ngasih tau kalau aku lagi ngintip," balasku dan ayah langsung tertawa.
"Untung kamu ngingetin kejadian itu, sekaligus kamu juga buat Bapak salah tingkah di depannya Cahyani karena kelakuanmu seperti orang mesum itu, ada-ada saja," ujar ayah dan aku cemberut mendengarnya.
"Ish, kan aku penasaran, soalnya dia lagi nyanyi gitu," balasku.
"Hm, cari-cari alasan padahal lagi nyari kesempatan buat cuci mata, hadeuh, ada-ada aja anak gadisku ini, ingat ... jangan sampai terbawa perasaan karena kalian bakalan jadi saudara tiri."
"Ih, mau seganteng apa pun si Abraham dan saudara-saudaranya, pasti enggak melibatkan perasaan yang lebih dari adik kakak, Ayah. Karena Aristela yakin, kalau mereka itu memiliki selera masing-masing yang tentunya diriku jauh dari kriteria mereka."
"Jadi, kamu berharap gitu jadi kriteria mereka?" goda ayah menaikturunkan alisnya.
"Haish, enggak dong, Yah. Kan Aristelan udah bilang kalau perasaan kami sebatas kakak adik doang."
"Iyah, iyah, terserah kamu deh, awas kalau saling cinta, bisa rumit loh, Nak."
"Aristela bisa pegang kok ucapan sendiri, Ayah tenang aja."
Author POV
Di kediaman Cahyani, sang ibu dari kelima anak mulai bertanya kepada Adnan lantaran mendengar ucapan putra bungsunya itu ketika Adibal dan Aristela ingin pulang.
"Nak, kamu nyuruh Aristela buat ke sini untuk apa? Mamah curiga kalau kamu mau ngerepotin dia nih, bener kan?"
"Ah, enggak, Mah. Adnan enggak ngerepotin Kak Aristela kok, bahkan Kak Aristelanya aja senang hati, jadi ... Adnan minta dianterin ke sekolah besok, itu aja, kalau masalah pulangnya, nanti Pak Raden yang jemput aku," jawab Adnan.
Abraham terkekeh kecil, dari kekehan itulah yang berubah secara perlahan menjadi sebuah senyuman jahil.
"Bukannya lo pengen dianterin Aristela buat diakuin kalau lo enggak jomlo?"
Adnan terkejut, bagaimana bisa abangnya yang satu ini tahu?
"Enggak usah kaget, gue juga tau kalau lo mau dianterin karena pengen ngerasain dianter sama kakak perempuan, kan?" Kali ini Agam yang menyahut, dan disusul pula oleh Aderald dancAugust dengan kalimat yang sama, "Semuanya nyimak pas lo bicara sama Aristela di ruang keluarga."
"Hadeuh, dasar Abang-abang tukang nguping, enggak ada kerjaan, kah? Atau kalian cemburu karena gue deket sama kakak cantik?" goda Adnan dan keempatnya kompak menjawab, "Enggaklah!"
"Bohong, kentara banget lagi iri, makanya jangan sok mahal terus sok kegantengan pula, Bang. Gue tau kalau kalian juga rada tertarik sama Aristela, kan? Bahkan Kak Aristela terang-terangan muji Bang Abraham ke gue, dia bilang kalau dia ngefans sama suaranya Abang," ujar Adnan dan Abraham tersenyum bangga mendengarnya.
"Eits ... jangan seneng dulu, cuman suaranya doang yang dikagumi, untuk muka sama sifat, keempat-empatnya enggak disukai kecuali gue seorang, HA HA HA," tawa Adnan begitu puas ketika melihat keempat abangnya mendengus sebal, sementara Cahyani begitu takjub, perubahan yang dibawa oleh Aristela di rumah ini sangatlah berubah drastis.
"Jadi, kamu senang punya kakak seperti Aristela?"
"Seneng banget, Mah, makasih karena udah mau nikah sama bapaknya Aristela," jawab Adnan dan Aderald yang mendengar itu bercih dan mengatakan, "Bilang aja lo demenin dia, kan? Sampai-sampai pengen nikahin Aristela, berhenti halu boy, kita cukup saudara tirinya aja."
Adnan pun membalas dengan lagu yang berasal dari penyanyi dangdut, yaitu Erie Suzan. "Walaupun aku percaya, jodoh takkan ke mana. Bila Tuhan menakdirkan, pasti diberi jalan," balas Adnan dengan alunan lagu, disertai mimik wajah yang menjiwai.
"Cukup itu doang yang gue kasih, Bang. Semoga sampai di sini lo paham, kalau jodoh mah enggak bakalan ke mana, yang penting gue berusaha aja dulu, enggak kayak kalian, suka tapi gengsi, pas Aristelanya nanti jadian sama gue, pada nangis sambil guling-gulingan di ranjang bareng bantal," tambah Adnan dengan nada yang kejam nan sadis dibuatnya, membuat abang-abangnya menjadi geram, akan tetapi ... Cahyani menghentikan perdebatan mereka dengan cara, "Enggak ada yang namanya pacaran atau nikah sama saudara tiri, sampai di sini paham?!" tegas Cahyani, karena dirinya tidak ingin putra-putranya saling membenci atau bersaing karena ingin memiliki Aristela.
"Mamah menikah dengan Pak Adibal, tujuannya bukan untuk ini, tetapi karena kami memang saling mencintai dan saling membutuhkan," lanjut Cahyani, hingga Abraham tiba-tiba menyahut, "Iyah-iyah, kami tahu Mamah rindu pengen dibelai-belai."
Sontak, kelima putranya langsung tertawa dan Cahyani meninggalkan mereka dengan rona wajah yang tampak jelas.
Pagi ini, Aristela sarapan pagi bersama sang ayah, walau berangkat kerjanya agak sedikit lambat di banding hari-hari sebelumnya, tapi itu tidak membuatnya terlambat pula di toko roti karena nanti dia harus ke rumah Tante Cahyani untuk menjemput Adnan, sesuai perjanjian mereka semalam."Tumben jam segini baru pergi, biasanya jam enam, kok bisa, Nak?" tanya Adibal, dan pria tersebut sepertinya lupa jika hari ini Aristela ingin ke rumah Tante Cahyani untuk mengantar Adnan."Ayah enggak inget kalau Aristela bakalan ke rumahnya Tante Cahyani buat nganterin Adnan?" Setelah memberikan pertanyaan tersebut, Adibal langsung menjitak dahinya dan mengatakan, "Astaga, Papah lupa, Nak.""Haduh Ayah, makin berumur sih, jadi wajar, he he.""Eits, makin berumur makin ganteng loh Papahmu ini, Nak. Ngomong-ngomong, mulai sekarang kamu manggil Ayah, pake Papah yah, enggak usah Ayah, agak kuno kedengerennya," balas Adibal dan Aristela h
Keempatnya tak dipedulikan oleh Aristela karena gadis tersebut lebih mementingkan Adnan sekarang, buktinya ... Aristela menghampiri Adnan untuk meraih tangan anak tersebut agar dia cepat-cepat bèrsiap untuk sekolah, sebelum waktu termakan lebih banyak hanya karena mendengar kelima saudara membahas hal yang konyol."Kamu udah siap, kan? Kalau gitu ayo, nanti Kakak telat kerja," ucap Aristela dan Adnan menurut."Bang minta duit dong buat jajan," pinta Adnan cengengesan dan Aristela langsung menyicingkan matanya karena perkataan Adnan tak sesuai dengan ucapannya kemarin."Iddih, katanya punya banyak duit buat jajanin Kakak tiap bulan, tapi nyatanya minta-minta," ucap Aristela dengan tawa yang mengiringi."Nih lima rebu, harus irit.""Bjir, pelit banget lu, Bang, masa dikasih lima rebu doang?""Syukur-syukurlah, lo harus hemat karena di luaran sana masih banyak orang yang s
Pita langsung tersentak dengan pertanyaan Aristela yang dirasanya sangat lancang itu, sementara menurut Aristela sendiri, dia takkan peduli jika perasaan Pita akan sakit atau teriris akan kalimat sadisnya, karena dia sudah terlanjur buruk mood-nya, ditambah lagi dengan dua wanita songon yang tambah memanas-manasinya."Kenapa diam? Apa ucapanku bener yah? Kalau memang bener, miris banget demi duit sampai segitunya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga dirimu dapat ditukar dengan iphone," lanjut Aristela semakin sinis menatap Pita, Pita ingin membalas wanita itu, akan tetapi ... suasana di toko roti semakin ramai dengan hadirnya para pelanggan yang sedang menyaksikan adu mulut mereka.Aristela yang merasakan situasi makin ramai, segera menghindari mereka yang terus menatapnya dan memilih untuk masuk ke dapur saja agar dapat menenangkan diri sejenak."Pagi-pagi langsung disemprot sama bos, nasib ... nasib," gumam Ariste
Para karyawan yang bekerja di toko roti, tak bisa bertanya apa-apa lagi tentang nasib Asma dan Pita, karena keduanya otomatis diberhentikan atau dipecat oleh Pak Syahrul secara kejam di sana.Bahkan Asma mengeluarkan air matanya sembari memohon-mohon kepada bosnya itu untuk tidak memecatnya. Namun, Pak Syahrul tak mengucapkan apa-apa selain menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersahabat, sementara Pita? Wanita itu sudah pasrah dengan apa keputusan Pak Syahrul, karena perasaannya sekarang ini hanya bisa menanggung penyesalan serta emosi yang besar terhadap si Aristela itu."Untuk apa lagi kalian berada di sini? Cepat keluar dari tokoku, aku tak sudi melihat wajah kalian berdua, cepat angkat kaki!" bentak Pak Syahrul dan keduanya pun langsung pergi dari tempat tersebut dalam keadaan malu nan menunduk."HUU" sorak-sorakan dari para karyawan yang puas atas perginya mereka berdua yang akhirnya membuat karyawan-karyawan di
Saking senangnya Aristela karena dapat membantu Pak Raden bekerja, menimbulkan sesuatu yang akward, di mana gadis tersebut menabrak pria seumurannya yaitu Aderald karena tidak terlalu fokus ke depan."Sial, cokelat panasku!" desis Aderald melihat cokelat panasnya yang terbuang sia-sia karena Aristela yang menabraknya, tak hanya itu, dia pun merasa panas karena percikan air minumannya itu mengenai kaki Aderald."Ma-maafkan aku, aku terlalu gembira sehingga menabrakmu, ngomong-ngomong namamu siapa? Aku lupa." Aristela masih sempat bertanya di situasi tersebut dan Aderald memuta bola matanya malas lalu menatap Aristela dengan lekat + tajam."Namaku Aderald, lain kali hati-hati berjalan, dasar merepotkan, aku akan menuntutmu untuk menggantikan cokelat panasku, calon saudara tiri yang nakal," jawab Aderald dengan tambahan balasan yang agak jahil di akhit kalimatnya karena Aristela merinding begitu saja melihat kedipan mata pria di
Aristela POVSelesai membantu Pak Raden ada kepuasan tersendiri dalam diriku, apalagi melihat bapak tersebut semakin mudah pekerjaannya, apalagi beliau pun sudah agak tua, jadi staminanya sedikit berkurang di banding dia waktu muda.Pak Raden begitu senang menyampaikan rasa terima kasihnya dan aku membalasnya dengan senang pula bahwa aku pun menikmati kerja-kerja tadi, yang entah kenapa sikap Pak Raden tiba-tiba berubah di mana dirinya menunduk sembari tersenyum lalu pergi begitu saja, kemungkinan bapak lagi ada urusan lain jadi agak terburu-buru dilihatnya.Aku mencari keberadaan Aderald karena aku mengingat perkataan pria itu yang terlihat mulai membuka diri dan ini adalah kesempatan bagus untuk memanfaatkan agar aku dapat akrab dengannya."Aderald ke mana, yah? Enggak ketemu-ketemu orangnya, kemungkinan ada di ko-""Kenapa?"Aku terkejut, Aderald menepuk pundakku tiba-tiba dan me
Author POVSudah jam setengah dua lewat dua belas, dan di waktu itulah Adnan baru keluar dari pintu gerbang sekolahnya dan menunggu Aristela, dia pun menuju halte bersama temannya untuk nongkrong di sana."Adnan, tadi kalau enggak salah, gue liat lo lagi ngebonceng cewek cantik, lo dapet dari mana?""Rahasialah, nanti dia dateng lagi buat ngejemput gue, jangan sampai kalian-kalian ngeliat mukanya, kalau sampai, auto jatuh cinta saking cantiknya," jawab Adnan dan teman-temannya ingin menjitak si Adnan."Pelit banget lo, kasih taulah, kalau cocok sama gue, nanti dicomblangin yah," pinta pria yang bernama Garda dan Adnan langsung melarang."Heleh, enggak mau gue! Kalau dia pacaran sama lo, auto dirusakin, lo kan nafsuan tinggi sampai puncak patung mariana, dikit-dikit punya burung langsung baper, apalagi cewek yang gue bonceng tadi beningnya enggak ketulungan, mulus coy," balas Adnan.
Aristela harus berhenti di pertengahan jalan, gadis tersebut merasa lupa sesuatu dan ia terus mencoba untuk mengingatnya kembali, beberapa menit berkutat dengan memori, akhirnya Aristela menemukan jawaban, bahwa dia ketinggalan ponselnya di rumah Adnan, maka dari itu ... Aristela menghela napas karena dia harus putar balik, dia menjadi heran, padahal sebelum pulang, dirinya membahas mengenai papanya yang akan dia hubungi. Namun, namanya juga sifat lupa itu adalah manusiawi, manusia takkan bisa mengelak salah satu sifat wajar tersebut.Aristela pun sampai di rumah megah Tante Cahyani, langkahnya cepat-cepat memasuki rumah tersebut dan menuju suatu tempat di mana dirinya meletakkan ponsel tepat di ruang keluarga dan berada di samping televisi."Adnan!" panggil Aristela memanggil bocah tersebut, Adnan yang asik ganti baju, segera keluar kamar walau dia bertelanjang setengah-hanya bagian bawah saja yang ditutupi-Adnan segera ke pusat suara dan m