Share

8

Aristela Pov

Pembicaraanku bersama Adnan harus berakhir ketika suara Tante Cahyani mengagetkan kami dari belakang.

"Ternyata kalian ada di sini. Adnan, tuntun Aristela ke dalam, karena kita akan makan malam bersama," ucap Tante Cahyani kemudian meninggalkan kami. Adnan pun mulai berdiri dan diriku menyusulnya yang sedang menggerakkan tangan sebagai kode agar aku mengikutinya.

Setelah sampai di ruang makan, ternyata hanya kami berdua yang belum datang sebelumnya, karena ayah dan keempat saudara Adnan sudah duduk di kursi masing-masing.

"Nak, kamu duduk di sampingnya Abraham enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Cahyani, sebenarnya diriku tentu keberatan karena harus berada di samping pria menyebalkan itu, terlebih lagi dia kurang lebih seperti ayah yang terlihat narsis dan suka tebar pesona.

"Eum, kalau Aristela di sampingnya Adnan enggak apa-apa kan, Mah?" sahut Adnan tiba-tiba dan aku langsung menatapnya senang. Bagus Adnan, kamu sang penyelamat.

"Enggak usah, Aristela di samping Abraham aja, soalnya ribet kalau ada di sampingmu, pasti kamu suka godain Aristela, kan?" tanya Tante dan Adnan menunjukkan wajah cengirannya kemudian menatapku dengan tatapan yang menjelaskan bahwa dia tak dapat menolong.

"Enggak apa-apa kok, Tante. Aristela duduk di sampingnya Kak Abraham saja," ucapku dan pria yang kusebut namanya lantas bereaktif dengan menatapku penuh kemisteriusannya.

Makan malam pun berjalan dengan lancar dengan perbincangan ayah dan Tante Cahyani yang mengisi keheningan, sementara kami berenam hanya sibuk makan walau aku terkadang tertawa kecil mendengar gombalan ayah.

"Terima kasih atas jamuannya, Cahaya, kalau begini mah udah siap sekali berarti," ucap ayah sebagai pamitnya dan diselipi ucapan kecil yang menggombal.

"Sama-sama, aku juga mau berterima kasih karena sudah repot-repot mau datang ke sini."

Aku takkan diam saja tentunya, sembari tersenyum, diriku mengucapkan terima kasih pula ke Tante Cahyani dan dibalas pula dengan senyum ramahnya.

Sebelum aku benar-benar pergi bersama ayah, ternyata Adnan berteriak, "Kak jangan lupa besok yah!"

"Iyah, besok kakak ke sini, tapi inget ... jangan sampai telat bangun," balasku dan Adnan menaikkan jempolnya.

Ketika aku dan ayah di mobil, ayah sempat bertanya, untuk apa diriku ke sana besok, lantas aku menjawab kalau Adnan memintaku untuk mengantarnya ke sekolah lantaran dia merindukan sosok mamah atau kakak, karena terakhir kali Adnan merasakan hal tersebut ketika dirinya masih sekolah dasar.

"Cepat juga yah kamu akrab sama mereka, baru juga kenalan," ucap ayah dan aku langsung menggeleng.

"Enggak juga, Ayah. Aristela baru akrab sama Adnan karena anak itu enak diajak ngobrol, kecuali keempat kakaknya yang agak cuek sama nyebelin, terutama si Abraham yang ngasih tau kalau aku lagi ngintip," balasku dan ayah langsung tertawa.

"Untung kamu ngingetin kejadian itu, sekaligus kamu juga buat Bapak salah tingkah di depannya Cahyani karena kelakuanmu seperti orang mesum itu, ada-ada saja," ujar ayah dan aku cemberut mendengarnya.

"Ish, kan aku penasaran, soalnya dia lagi nyanyi gitu," balasku.

"Hm, cari-cari alasan padahal lagi nyari kesempatan buat cuci mata, hadeuh, ada-ada aja anak gadisku ini, ingat ... jangan sampai terbawa perasaan karena kalian bakalan jadi saudara tiri."

"Ih, mau seganteng apa pun si Abraham dan saudara-saudaranya, pasti enggak melibatkan perasaan yang lebih dari adik kakak, Ayah. Karena Aristela yakin, kalau mereka itu memiliki selera masing-masing yang tentunya diriku jauh dari kriteria mereka."

"Jadi, kamu berharap gitu jadi kriteria mereka?" goda ayah menaikturunkan alisnya.

"Haish, enggak dong, Yah. Kan Aristelan udah bilang kalau perasaan kami sebatas kakak adik doang."

"Iyah, iyah, terserah kamu deh, awas kalau saling cinta, bisa rumit loh, Nak."

"Aristela bisa pegang kok ucapan sendiri, Ayah tenang aja."

Author POV

Di kediaman Cahyani, sang ibu dari kelima anak mulai bertanya kepada Adnan lantaran mendengar ucapan putra bungsunya itu ketika Adibal dan Aristela ingin pulang.

"Nak, kamu nyuruh Aristela buat ke sini untuk apa? Mamah curiga kalau kamu mau ngerepotin dia nih, bener kan?"

"Ah, enggak, Mah. Adnan enggak ngerepotin Kak Aristela kok, bahkan Kak Aristelanya aja senang hati, jadi ... Adnan minta dianterin ke sekolah besok, itu aja, kalau masalah pulangnya, nanti Pak Raden yang jemput aku," jawab Adnan.

Abraham terkekeh kecil, dari kekehan itulah yang berubah secara perlahan menjadi sebuah senyuman jahil.

"Bukannya lo pengen dianterin Aristela buat diakuin kalau lo enggak jomlo?"

Adnan terkejut, bagaimana bisa abangnya yang satu ini tahu?

"Enggak usah kaget, gue juga tau kalau lo mau dianterin karena pengen ngerasain dianter sama kakak perempuan, kan?" Kali ini Agam yang menyahut, dan disusul pula oleh Aderald dancAugust dengan kalimat yang sama, "Semuanya nyimak pas lo bicara sama Aristela di ruang keluarga."

"Hadeuh, dasar Abang-abang tukang nguping, enggak ada kerjaan, kah? Atau kalian cemburu karena gue deket sama kakak cantik?" goda Adnan dan keempatnya kompak menjawab, "Enggaklah!"

"Bohong, kentara banget lagi iri, makanya jangan sok mahal terus sok kegantengan pula, Bang. Gue tau kalau kalian juga rada tertarik sama Aristela, kan? Bahkan Kak Aristela terang-terangan muji Bang Abraham ke gue, dia bilang kalau dia ngefans sama suaranya Abang," ujar Adnan dan Abraham tersenyum bangga mendengarnya.

"Eits ... jangan seneng dulu, cuman suaranya doang yang dikagumi, untuk muka sama sifat, keempat-empatnya enggak disukai kecuali gue seorang, HA HA HA," tawa Adnan begitu puas ketika melihat keempat abangnya mendengus sebal, sementara Cahyani begitu takjub, perubahan yang dibawa oleh Aristela di rumah ini sangatlah berubah drastis.

"Jadi, kamu senang punya kakak seperti Aristela?"

"Seneng banget, Mah, makasih karena udah mau nikah sama bapaknya Aristela," jawab Adnan dan Aderald yang mendengar itu bercih dan mengatakan, "Bilang aja lo demenin dia, kan? Sampai-sampai pengen nikahin Aristela, berhenti halu boy, kita cukup saudara tirinya aja."

Adnan pun membalas dengan lagu yang berasal dari penyanyi dangdut, yaitu Erie Suzan. "Walaupun aku percaya, jodoh takkan ke mana. Bila Tuhan menakdirkan, pasti diberi jalan," balas Adnan dengan alunan lagu, disertai mimik wajah yang menjiwai.

"Cukup itu doang yang gue kasih, Bang. Semoga sampai di sini lo paham, kalau jodoh mah enggak bakalan ke mana, yang penting gue berusaha aja dulu, enggak kayak kalian, suka tapi gengsi, pas Aristelanya nanti jadian sama gue, pada nangis sambil guling-gulingan di ranjang bareng bantal," tambah Adnan dengan nada yang kejam nan sadis dibuatnya, membuat abang-abangnya menjadi geram, akan tetapi ... Cahyani menghentikan perdebatan mereka dengan cara, "Enggak ada yang namanya pacaran atau nikah sama saudara tiri, sampai di sini paham?!" tegas Cahyani, karena dirinya tidak ingin putra-putranya saling membenci atau bersaing karena ingin memiliki Aristela.

"Mamah menikah dengan Pak Adibal, tujuannya bukan untuk ini, tetapi karena kami memang saling mencintai dan saling membutuhkan," lanjut Cahyani, hingga Abraham tiba-tiba menyahut, "Iyah-iyah, kami tahu Mamah rindu pengen dibelai-belai."

Sontak, kelima putranya langsung tertawa dan Cahyani meninggalkan mereka dengan rona wajah yang tampak jelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status