Keempatnya tak dipedulikan oleh Aristela karena gadis tersebut lebih mementingkan Adnan sekarang, buktinya ... Aristela menghampiri Adnan untuk meraih tangan anak tersebut agar dia cepat-cepat bèrsiap untuk sekolah, sebelum waktu termakan lebih banyak hanya karena mendengar kelima saudara membahas hal yang konyol.
"Kamu udah siap, kan? Kalau gitu ayo, nanti Kakak telat kerja," ucap Aristela dan Adnan menurut.
"Bang minta duit dong buat jajan," pinta Adnan cengengesan dan Aristela langsung menyicingkan matanya karena perkataan Adnan tak sesuai dengan ucapannya kemarin.
"Iddih, katanya punya banyak duit buat jajanin Kakak tiap bulan, tapi nyatanya minta-minta," ucap Aristela dengan tawa yang mengiringi.
"Nih lima rebu, harus irit."
"Bjir, pelit banget lu, Bang, masa dikasih lima rebu doang?"
"Syukur-syukurlah, lo harus hemat karena di luaran sana masih banyak orang yang susah," timpal August.
Adnan mengekspresikan dirinya menjadi mual di hadapan keempat abang-abangnya yang rada pelit, dia pun mengatakan bahwa mereka pantas menjadi jomlo abadi, bahkan tak lupa dengan pujian karena Abraham, Agam, August, dan Aderald sangat kompak dalam hal kejomloan.
"Wow, salut banget gue, selamat yah atas kekompakannya, kalau gitu, gue berangkat dulu, gue sayang kalian," pamit Adnan memberikan ciuman jarak jauh yang mengakibatkan keempat kakaknya hampir muntah.
Langkah Adnan dan Aristela dilihat oleh Pak Raden yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah, Pak Raden menyapa mereka dan dibalas ramah oleh keduanya.
"Pak Raden, nanti jangan lupa jemput Adnan yah," ucap Adnan dan Pak Raden menaikkan jempolnya.
Saat Aristela dan Adnan telah sampai di sebuah motor, Adnan pun bertanya, "Ini motor siapa, Kak?"
"Motor Kakak lah, emangnya kamu kira kita bakalan naik apa ke sekolah kamu?" tanya Aristela.
"Oh motor ternyata, kirain mobil gitu, Kak. Karena ini motor, jadi ... Adnan aja deh yang bonceng, tenang aja kalau Kak Aristela sampai khawatir kalau Adnan enggak ada sim, Adnan udah ada sim kok, soalnya udah 17 tahun," jawab Adnan meraih kunci motor di tangan Aristela, Aristela pun senang dibuatnya karena sudah lama dia tidak pernah dibonceng oleh seseorang.
"Ingat, jangan balap-balap."
"Sip, Kak."
Sekitar 25 menit perjalanan mereka ke sekolah Adnan, akhirnya sampai juga dan di sekolah pun suasanya agak ramai karena rata-rata siswa smansa (sma negeri satu) memiliki sikap disiplin yang tinggi dan kebetulan pula para anak cowok langsung melihat moment langka, di mana Adnan membonceng seorang wanita cantik yang kaca helm-nya berwarna bening sehingga wajahnya pun terlihat jelas dan memesona.
Adnan pun turun dari motor, begitupun dengan Aristela yang menyusul.
"Makasih yah, Kak. Akhirnya ngerasain juga, walaupun Adnan yang bonceng, tapi enggak apa-apa, asalkan cantik," ucap Adnan mengedipkan sebelah matanya.
"Elleh, pake gombal segala nih buaya brondong, belajar yang bener jangan nakal atau datang ke sekolah cuman buat makan di kantin, soalnya bakal nyesel dan merugi, ngerti?"
"Sip, ngerti dong, kamu jangan galak-galak dong Kakak sayang, kan calon suamimu jadi takut nih," balas Adnan dengan candaannya dan Aristela ikut tertawa tetapi hanya dalam beberapa detik saja, karena setelah itu, Adnan mendapatkan tampolan dari Aristela.
"Suami, suami, belajar sono yang bener biar jadi Adek gue yang sukses kek abang-abangnya," ucap Aristela, tak sampai di situ, Aristela kembali melanjutkan ucapannya, "semongko belajarnya, jangan suka ngeluh dan selalu merasa nyaman dengan kehidupan yang berlimpahan harta, sekali-kali ayo merunduk, kita lihat nasib orang di luar sana yang belum tentu seberuntung kita karena bisa ngerasain yang namanya sekolah, jadi ... hargai kepedihan mereka, okey? Kakak sayang sama Adnan ganteng," sembari mengusap rambut Adnan dan disertai oleh kedipan mata semangat.
"Hooh, makasih Kak selalu ngingetin Adnan, Kak Aristela juga semangat, kalau ada yang gangguin di toko roti, langsung telepon, nih nomornya Adnan, untung semalem udah nulis nomor hp, biar enggak repot lagi deh nulis di sini," balas Adnan yang sangat senang membalas ucapan Aristela, bahkan secarik kertas yang ia ulurkan ke calon kakak tirinya itu, terlihat sedikit bergetar karena rasa harunya tak dapat dibendung lagi.
Jujur, Adnan merasa bahwa dirinya sangat bersyukur jika menemukan kakak seperti Aristela.
"Wokrey, nanti pas sampai di toko roti, Kakak simpen nomornya di sana, kalau gitu Kakak duluan."
"Hati-hati, Kak!" teriak Adnan dan Aristela membalasnya dengan bunyi klakson.
Lambaian tangan dari seorang Adnan menarik perhatian siswa-siswa smansa, mereka jarang melihat anak tersebut senyum selepas itu, karena Adnan adalah laki-laki yang sedikit cuek kepada orang-orang, bahkan sering dicap siswa yang sombong oleh teman-temannya. Namun, melihat moment itu, semuanya terbantahkan.
Belum tentu apa yang kalian lihat secara fisik, itulah sifat yang sebenarnya, karena seseorang tak perlu menunjukkannya dari jauh, cukup dari dekat dan buktikan secara jelas.
Aristela telah sampai di tempat kerjanya, sesuai apa yang ia khawatirkan, di mana dirinya terlambat bekerja lantaran berbohong kepada Adnan bahwa jam masuknya masih banyak tersisa.
Saat masuk di toko, langkahnya langsung terhenti saat seseorang berada di hadapannya dengan tatapan yang membuat gadis tersebut semakin takut dan merasa bersalah.
"Ma-"
"Di hari jumat, seharusnya seluruh karyawan harus datang lebih cepat daripada jam biasanya, dan kamu tahu bukan bahwa toko ini memiliki karyawan dengan nilai kedisiplinan yang tinggi? Jika memang terlambat, seharusnya ada info terlebih dahulu, tetapi kamu? Tak menunjukkan nilai kesopanan karena malah masuk dengan ekspresi tanpa bersalah, lalu sekarang? Kau menunjukkan ekspresi itu?"
"Ponsel saya daya baterainya lemah, Pak, dan saya pun lupa mengecasnya semalam, karena ada aca-"
"Alasan apa lagi, hm? Tidak usah banyak alasan, sudah jelas kalau kamu terlambat karena memang meremehkan waktu, jadi ... saya tidak ingin mendengar elakan kamu lagi, terlebih mood saya enggak bagus hari ini, untunglah cuman satu, karena cuma kamu yang enggak tahu diri, enggak seperti karyawan lain yang rela bangun pagi walau habis begadang, padahal kemarin sudah saya kasih izin cepat loh buat istirahat."
Semuanya sia-sia, Aristela hanya bisa berdiam diri sembari menahan isak tangisnya, para karyawan yang menyaksikan sangat jelas bahwa mereka senang di atas penderitaan gadis tersebut.
Semangat Aristela, dunia kerja memang berat dan jadikan latihan agar mentalmu semakin kuat. Yah ... bos memang keterlaluan marahnya karena dia memiliki mood yang buruk hari ini, jadi wajar, ayo kuatkan dirimu, semangat dan terus semangat!
Mencoba menghibur diri adalah hal yang terbaik sekarang daripada terus memikirkan bentakan dari bosnya itu, sehingga dapat memengaruhi kinerjanya dalam bekerja.
"Saya tidak akan seperti ini lagi, Pak. Saya janji, maafkan saya atas ketidakdisiplinan saya," ucap Aristela dan bosnya hanya mengangguk lalu meninggalkan gadis tersebut.
Ketika kakinya kembali melangkah, sebuah senyuman sinis terpancar dari wanita yang bernama Asma.
"Enak banget yah kemarin, udah dikasih izin buat pulang tapi besoknya malah terlambat karena mengira akan dimaklumi sama bos, padahal ... bos orangnya tegas banget loh, benar enggak sih?"
Seruan dari karyawan lainnya pun mulai berkicau tapi Aristela menganggapnya angin yang berlalu, karena semakin ia menanggapi, maka mereka semakin senang.
"Makanya, jadi simpanan bos aja, kan enak seperti gue yang enggak dimarahin walau datangnya telat," sahut salah satu wanita yang bernama Pita, wanita itu memang seenaknya di sini, sehingga karyawan lain banyak yang tidak menyukainya secara diam-diam dan yang mendekati wanita itu memiliki tujuan yang tak lain hanya untuk memanfaat, menurut Aristela, si Pita ini sangat miris sekali.
"Simpanan? Kok bangga, sih? Udah berapa banyak penghasilan kamu habis servisin dia? Atau ... iphone yang kamu pegang itu merupakan bukti hasil dari transaksi?"
...☆☆☆☆...
Yang suka membaca diam-diam mana nih suaranya? 🤭
Jangan lupa like chapter ini.
Ngomong-ngomong, kalau kalian berada di posisinya Aristela, kalian bakalan ngapain si Asma sama si Pita?
Ayo, limpahkan kekesalan kalian di kolom komentar.
See you next part.
Thanks for reading.
Pita langsung tersentak dengan pertanyaan Aristela yang dirasanya sangat lancang itu, sementara menurut Aristela sendiri, dia takkan peduli jika perasaan Pita akan sakit atau teriris akan kalimat sadisnya, karena dia sudah terlanjur buruk mood-nya, ditambah lagi dengan dua wanita songon yang tambah memanas-manasinya."Kenapa diam? Apa ucapanku bener yah? Kalau memang bener, miris banget demi duit sampai segitunya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga dirimu dapat ditukar dengan iphone," lanjut Aristela semakin sinis menatap Pita, Pita ingin membalas wanita itu, akan tetapi ... suasana di toko roti semakin ramai dengan hadirnya para pelanggan yang sedang menyaksikan adu mulut mereka.Aristela yang merasakan situasi makin ramai, segera menghindari mereka yang terus menatapnya dan memilih untuk masuk ke dapur saja agar dapat menenangkan diri sejenak."Pagi-pagi langsung disemprot sama bos, nasib ... nasib," gumam Ariste
Para karyawan yang bekerja di toko roti, tak bisa bertanya apa-apa lagi tentang nasib Asma dan Pita, karena keduanya otomatis diberhentikan atau dipecat oleh Pak Syahrul secara kejam di sana.Bahkan Asma mengeluarkan air matanya sembari memohon-mohon kepada bosnya itu untuk tidak memecatnya. Namun, Pak Syahrul tak mengucapkan apa-apa selain menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersahabat, sementara Pita? Wanita itu sudah pasrah dengan apa keputusan Pak Syahrul, karena perasaannya sekarang ini hanya bisa menanggung penyesalan serta emosi yang besar terhadap si Aristela itu."Untuk apa lagi kalian berada di sini? Cepat keluar dari tokoku, aku tak sudi melihat wajah kalian berdua, cepat angkat kaki!" bentak Pak Syahrul dan keduanya pun langsung pergi dari tempat tersebut dalam keadaan malu nan menunduk."HUU" sorak-sorakan dari para karyawan yang puas atas perginya mereka berdua yang akhirnya membuat karyawan-karyawan di
Saking senangnya Aristela karena dapat membantu Pak Raden bekerja, menimbulkan sesuatu yang akward, di mana gadis tersebut menabrak pria seumurannya yaitu Aderald karena tidak terlalu fokus ke depan."Sial, cokelat panasku!" desis Aderald melihat cokelat panasnya yang terbuang sia-sia karena Aristela yang menabraknya, tak hanya itu, dia pun merasa panas karena percikan air minumannya itu mengenai kaki Aderald."Ma-maafkan aku, aku terlalu gembira sehingga menabrakmu, ngomong-ngomong namamu siapa? Aku lupa." Aristela masih sempat bertanya di situasi tersebut dan Aderald memuta bola matanya malas lalu menatap Aristela dengan lekat + tajam."Namaku Aderald, lain kali hati-hati berjalan, dasar merepotkan, aku akan menuntutmu untuk menggantikan cokelat panasku, calon saudara tiri yang nakal," jawab Aderald dengan tambahan balasan yang agak jahil di akhit kalimatnya karena Aristela merinding begitu saja melihat kedipan mata pria di
Aristela POVSelesai membantu Pak Raden ada kepuasan tersendiri dalam diriku, apalagi melihat bapak tersebut semakin mudah pekerjaannya, apalagi beliau pun sudah agak tua, jadi staminanya sedikit berkurang di banding dia waktu muda.Pak Raden begitu senang menyampaikan rasa terima kasihnya dan aku membalasnya dengan senang pula bahwa aku pun menikmati kerja-kerja tadi, yang entah kenapa sikap Pak Raden tiba-tiba berubah di mana dirinya menunduk sembari tersenyum lalu pergi begitu saja, kemungkinan bapak lagi ada urusan lain jadi agak terburu-buru dilihatnya.Aku mencari keberadaan Aderald karena aku mengingat perkataan pria itu yang terlihat mulai membuka diri dan ini adalah kesempatan bagus untuk memanfaatkan agar aku dapat akrab dengannya."Aderald ke mana, yah? Enggak ketemu-ketemu orangnya, kemungkinan ada di ko-""Kenapa?"Aku terkejut, Aderald menepuk pundakku tiba-tiba dan me
Author POVSudah jam setengah dua lewat dua belas, dan di waktu itulah Adnan baru keluar dari pintu gerbang sekolahnya dan menunggu Aristela, dia pun menuju halte bersama temannya untuk nongkrong di sana."Adnan, tadi kalau enggak salah, gue liat lo lagi ngebonceng cewek cantik, lo dapet dari mana?""Rahasialah, nanti dia dateng lagi buat ngejemput gue, jangan sampai kalian-kalian ngeliat mukanya, kalau sampai, auto jatuh cinta saking cantiknya," jawab Adnan dan teman-temannya ingin menjitak si Adnan."Pelit banget lo, kasih taulah, kalau cocok sama gue, nanti dicomblangin yah," pinta pria yang bernama Garda dan Adnan langsung melarang."Heleh, enggak mau gue! Kalau dia pacaran sama lo, auto dirusakin, lo kan nafsuan tinggi sampai puncak patung mariana, dikit-dikit punya burung langsung baper, apalagi cewek yang gue bonceng tadi beningnya enggak ketulungan, mulus coy," balas Adnan.
Aristela harus berhenti di pertengahan jalan, gadis tersebut merasa lupa sesuatu dan ia terus mencoba untuk mengingatnya kembali, beberapa menit berkutat dengan memori, akhirnya Aristela menemukan jawaban, bahwa dia ketinggalan ponselnya di rumah Adnan, maka dari itu ... Aristela menghela napas karena dia harus putar balik, dia menjadi heran, padahal sebelum pulang, dirinya membahas mengenai papanya yang akan dia hubungi. Namun, namanya juga sifat lupa itu adalah manusiawi, manusia takkan bisa mengelak salah satu sifat wajar tersebut.Aristela pun sampai di rumah megah Tante Cahyani, langkahnya cepat-cepat memasuki rumah tersebut dan menuju suatu tempat di mana dirinya meletakkan ponsel tepat di ruang keluarga dan berada di samping televisi."Adnan!" panggil Aristela memanggil bocah tersebut, Adnan yang asik ganti baju, segera keluar kamar walau dia bertelanjang setengah-hanya bagian bawah saja yang ditutupi-Adnan segera ke pusat suara dan m
"Gila! Aku enggak akan mau, walau kalian mengancam untuk membunuhku, lebih baik aku harus mati," balas Aristela dengan nada yang murka, tetapi perlahan wajah marahnya berubah menjadi sendu dengan air mata yang diiringi isak yang pelan, "bukan ini yang aku mau, Kak, aku selalu mencoba terbuka kepada kalian agar kita bisa menjadi saudara yang akrab, tetapi aku selalu ragu dan takut, jadi ... aku hanya selalu berbicara dengan Adnan sahaja. Bahkan waktu sebelum diriku menjemput Adnan, diriku sempat berbincang bersama Aderald, yang kurasakan waktu itu adalah senang dan sangat bahagia, karena aku yakin, satu per satu akan mulai terbuka pada diriku, akan tetapi ... dengan kejadian yang baru ini, semua kepercayaan diriku untuk mengenal kalian lebih dekat, telah sirna," lanjut Aristela dan tangisnya pun menjadi pecah.Abraham, Agam, dan August, serta Aderald terharu mendengar kejujuran Aristela, tetapi tidak setuju dengan kalimat akhirnya, hingga sang kakak yang
Cahyani sangat panik dan khawatir ketika mendapat telepon dari Agam bahwa si Adnan ada di rumah sakit, ibu dari lima anak itu pun sampai di lokasi tujuan dan mendapati Adnan yang belum sadarkan diri."Mamah pusing banget sama kalian, udah berapa kali Mamah kasih tau kalau jaga Adnan dan selalu awasi dia, karena anak itu memang selalu lari-lari tanpa sadar kalau hal itu bisa membahayakan dirinya, apalagi kalau Adnan udah panik, malah semakin menjadi-jadi, memangnya ... apa yang terjadi sampai adikmu lari seperti kesetanan?" tanya Cahyani yang marah kepada Agam, August, dan Aderald.Sebagai kakak tertua di situasi sekarang ini, Agam mulai menjelaskan semuanya, kalau Adnan lari terbirit-birit karena melihat Aristela yang tidak sadarkan diri ketika berada dalam gendongan Abraham, lantas ... Adnan mengira jika keempat abangnya melakukan hal yang tidak-tidak kepada putrinya Pak Adibal.Penjelasan tersebut membuat Cahyani kembali be