Share

BAB 4. Luka Hati

Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.


Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.


Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.


Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.


Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.


Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya dengan tega melakukan hal itu kepada dirinya.


Memang ia salah apa hingga orang yang ia cintai melakukan hal yang paling menyakitkan bagi diirinya.


"AAAAAARG!!!!' teriakan Ririn membuat seisi rumah menjadi terkejut dengan teriakan tiba-tiba Ririn.


"Apa yang kamu lakukan Ririn?" tanya Mamahnya yang merasa terganggu mendengar teriakan keras dari putri bungsunya tersebut.


"ARGGGGGH!!" teriak Ririn lagi sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.


"Apa kau sudah gila?" timpal Vanya yang melihat kelakukan adiknya itu.


"AARG!!" setelah Ririn berteriak terakhir kalinya, ia bergegas pergi untuk memasuki kamarnya yang berada dilantai dua.


"Ada apa dengannya?" tanya Fahri Ayahnya Ririn, yang bingung dengan kelakukan dari putrinya tersebut.


"Mungkin ada masalah dengan pekerjaannya, biarkanlah dia mengatasinya sendiri," balas Vanya yang kembali melanjutkan melihat acara Tv.


BRAK!! Ririn menutup pintu dengan kuat dan menguncinya. Tubuhnya terjatuh ke lantai kamarnya yang dingin ini.


Ririn menyalakan musik dengan volume yang tinggi dari ponsel miliknya. Saat musik menyala, Ririn kembali menangis.


Hikss..Hikss Hikss..Hikss


Ririn menangis sejadinya dan mengeluarkan semua rasa kecewa, marah dan luka yang amat menyakitkan ini.


"Kenapa? kenapa? kenapa?" pertanyaan itu terus saja terulang-ulang dikatakan sama Ririn.


Ririn bangkit untuk berdiri dan menuju ke arah meja rias yang berada didalam kamarnya. Ririn melihat penampilan dirinya sendiri yang menyedihkan.


"Kenapa kalian melakukan hal itu kepadaku? apa salah kau!!!!! Miko!!" Ririn seperti seorang yang sudah kehilangan kendalinya.


Prang.


Prang.


Ririn menghancurkan alat make up yang ada dimeja riasnya. Saat matanya melihat ke arah foto-foto yang ada di meja rias.


"Arggt!!" teriak Ririn sambil menarik rambutnya yang sebahu.


Ririn terluka sekali dengan kenyataan yang menghatam dirinya ini, air matanya sudah bercucuran hingga membuat matanya menjadi memerah.


Tring


"Cih," kesal Ririn.


Ririn melihat dari ponselnya ada pesan masuk dari Miko, ia semakin benci dan marah saat ia melihat pesan itu yang berbohong.


Lagi-lagi kata sibuk lembur, menjadi alasan Miko. Pria itu berbohong kepadanya membuat hatinya menjadi sangat terluka dan terluka.


prang.


Ririn membanting ponselnya ke arah cermin yang ada didepannya ini, hingga membuat cerminya menjadi hancur berkeping-keping. "kenapa?" hiks..hiks.


Kenapa kalian melakukan ini kepadaku, apa salahku kepada kalian. Aku tak pernah melakukan hal buruk kepada kalian.


"Kenapa kalian melakukan hal itu?" tanya Ririn lagi dengan keadaann yang kacau sekali.


Tok.


Tok.


"Ririn, mari kita makan kue bersama." suara itu dari Ayahnya.


Ririn mendengar suara itu dan menatap pintu kamarnya, ia menangis tapi kali ini ia menahannya sambil menutup mulutnya sendiri, agar Ayahnya tak mendengar suara tangisan yang menyakitkan ini.


"Ririn, kamu tak apa-apa?" Fahri Ayahnya Ririn, yang terus-menerus mengetuk pintu kamar putrinya.


Ririn semakin menangis mendengar suara Ayahnya. "Aku lelah ingin tidur," suara lemah Ririn yang sehabis menangis.


"Apa kamu benar baik-baik saja?" tanya Fahri yang memastikan keadaan dari putrinya itu.


"Iya," jawab Ririn dengan suara yang parau.


Ririn yang tak lagi mendengar suara Ayahnya, ia bangkit dan menjatuhkan tubuhnya ini diatas ranjang miliknya.


Matanya hanya menatap kosong, dengan pikirannya yang begitu kacau. Semuanya begitu tiba-tiba bagi dirinya.


"Kau membuat hatiku hancur," gumam Ririn.


***


Pagi cerah bersinar, menyinarai hari ini. Tapi bagi Ririn hari yang kelam dan penuh luka. Mata Ririn bengkak dan wajah yang sudah semerawut.


Ririn semalaman tak tidur dan hanya menangis meratapi kehidupan dirinya. Ririn ingin tidur agar mimpi kelam ini hilang.


Tapi semua itu bukan mimpi, saat ia mengingat kembali pelukan yang mesra tersebut. Mengingta senyuman kebahagian mereka berdua.


Ririn tertawa seperti orang gila, lalu menangis kembali. Tangisan Ririn terhenti saat alarm berbunyi berkali-kali.


Suara alarm yang mengingatkan kepadanya, kalau ia harus bekerja kembali. Ririn melihat sendirinya yang bahkan masih mengunakan pakaian semalam.


Prang. Ririn melempar Alarm itu yang kembali berbunyi. Ririn bangkit dari ranjang miliknya dan menuju kamar mandi yang berada disamping kamarnya.


Ririn tak menyadari kalau kamarnya hancur sekali, banyak barang-barang pecah dan membuat serpihan bertebarang dilantai.


Tapi Ririn tak peduli hal itu, ia tetap berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya. Saat ia sudah membasuh mukanya yang bengkak itu.


Ririn keluar dari kamar mandi, saat itulah ia berpapasan dengan kakanya Mba Vanya. "Ada apa dengan mu?" tanya Vanya yang melihat wajah adiknya yang begitu kacau sekali.


"Jangan menyentuhku!!" tegas Ririn seraya menatap tajam kakaknya tersebut.


"Ada apa denganmu? bersikap aneh sekalI."


Ririn berjalan saja dan tak memperdulikan ucapan kakaknya itu, ia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya.


"Kenapa dengan mu Ririn!!" teriak Vanya saat melihat kamar adiknya yang kacau balau, seperti ada bencana saja.


"Bukan urusanmu!" timpal Ririn dengan dingin.


Vanya menarik tangan Ririn yang sangat bersikap aneh sama dirinya. "Ada apa dengan mu!!' balas Vanya dengan tegas.


"Sudah kubilang, bukan urusanmu." Ririn menepis tangan itu yang menyentuh tangannya.


"Apa kau mendapatkan masalah? ceritalah aku kakakmu!!" tegas Vanya.


Ririn tertawa mendengar kata kakal disebutakan sama Mba Vanya, jika benar kakaknya. Tidak seharusnya bukan kakaknya melakukan hal itu kepada adiknnya sendiri.


Brak.


Ririn masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Tawa tadi terhenti dan terganti lagi dengan air mata yang kembali keluar dari mata indah miliknya.


Ririn yang sudah cuci muka, malah kembali menangis saat melihat kakaknya sendiri dipagi hari ini.


Ririn dengan air mata masih keluatr, mencari tas dan juga berganti pakaian saja tanpa mandi. Ririn harus bekerja hari ini.


Alasan Ririn bekerja adalah agar ia bisa sejenak melupakan apa yang terjadi, ia menyiapkan pakaian kerjanya sambil menangis tersedu-sedu


Ririn sudah bersiap dan keluar dari kamarnya, tanpa Ririn mandi karena dirinya tak punya waktu lagi.


Ia menuruni anak tangga dengan wajah yang dingin. Tak ada sapaan lagi untuk ke dua orang tuanya.


Raut wajah datar Ririn yang datar melihat ke arah kakaknya yang sedang berdanda cantik, dengan gaun selutut yang menamabah kecantikan kakanya itu.


"Apa karena aku tak cantik?" Ririn yang bertanya kepada sendiri.


"Ririn kau itu sebenarnya kenapa?" Vanya yang sudah berada didepan Ririn yang terdiam mematung sedari tadi.


Sentuhan dari Vanya membuat Ririn menatap tajam ke arah tangan yang menyentuh tangan  miliknya.


"Sudah ku katakan, jangan menyentuhku!!" bentak Ririn lalu pergi keluar dari rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status