"Lintang," panggil seorang gadis dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Cowok yang dipanggil Lintang itu terus berjalan tanpa menoleh pada gadis itu.
Tidak menyerah, gadis itu segera menyusul Lintang dan berhasil menghadangnya.
"Kenapa gak berhenti waktu gue panggil sih?" tanya gadis itu dengan wajah sedikit cemberut.
"Kenapa Vanka?" tanya Lintang malas.
Ivanka Clarisa. Gadis cantik dan cerewet yang Lintang kenal di SMA Bina Negara. Dia adalah pacar Lintang.
"Nih, ada roti sama susu buat lo. Gue tahu lo belum sarapan. Dimakan ya," ucap Vanka memberikan sebungkus roti dan satu susu kotak coklat pada Lintang.
"Gue gak mau. Buat lo aja," tolak Lintang.
"Ih. Kok gitu sih? Terima dong, Lintang. Gue beli ini khusus buat lo."
Lintang Wijaya adalah cowok nakal di SMA Bina Negara. Ia terkenal sering membuat masalah. Bahkan, hampir semua guru mengenalnya karena kelakuan buruknya.
"Hai Lintang," sapa seorang cewek cantik dengan rambut panjang yang terurai.
"Hai Lisa," balas Lintang sembari tersenyum.
Vanka sedikit kesal karena Lintang terlihat ramah pada Lisa.
"Tang, terima dong," pinta Vinka.
Dengan wajah kesal, Lintang mengambil sebungkus roti dan susu kotak itu dari tangan Vanka membuat gadis itu tersenyum.
Namun, belum sedetik senyumnya langsung pudar ketika Lintang memberikan roti dan susu kotak pemberiannya pada Lisa.
"Nih, buat lo aja," ucap Lintang pada Lisa.
"Makasih Lintang."
Vanka membulatkan kedua matanya. Tidak terima dengan sikap Lintang.
"Ih, Lintang! Kok lo kasih ke dia sih? Itu kan gue kasih buat lo!" sungut Vanka tidak terima.
"Terserah gue dong mau kasih ke siapa."
"Kok lo gak ngehargain gue sih? Gue rela beliin itu buat lo dari uang jajan gue tahu," ucap Vanka.
"Emangnya gue peduli? Udah deh gak usah bacot. Udah mending gue kasih ke Lisa, daripada gue buang."
"Ayo Lis, kita ke kelas. Malas gue liat muka dia," ajak Lintang pada Lisa. Gadis itu hanya mengangguk dan berjalan bersama Lintang ke kelas mereka.
"IH LINTANG! KOK LO GITU SIH SAMA GUE?!" teriak Vanka tapi tak dipedulikan oleh Lintang.
*****
Vanka mendudukkan bokongnya di kursi dengan wajah kesal. Melihat wajah Vanka yang kesal membuat kedua sahabatnya langsung mendekatinya.
"Lo kenapa Van?" tanya salah satu temannya yang bernama Lia.
"Gue kesel sama Lintang. Masa dia kasih roti sama susu kotak pemberian gue ke Lisa? Dia gak ngehargain gue banget," curhat Vanka.
"Lagi-lagi masalah Lintang. Gue kan udah bilang sama lo putusin Lintang," sahut Sela.
Vanka menatap tidak suka ke arah Sela. Putus dari Lintang? Itu tidak akan mungkin ia lakukan. Mendapatkan Lintang saja susah, dan dengan mudahnya Sela menyuruhnya untuk memutuskan Lintang? Sampai kapanpun ia tidak mau.
"Gue gak akan mau putusin Lintang. Lo berdua kan tahu kalau gue suka banget sama dia," ucap Vanka.
"Iya kita tahu. Tapi, mau sampai kapan lo kayak gini terus? Lintang itu gak pernah peduli sama lo. Bahkan, sampai sekarang gue masih gak percaya kalau lo itu pacaran sama Lintang," ucap Sela.
"Bener yang dibilang Sela, Van. Mendingan lo putus aja dari Lintang. Dia itu gak pernah suka sama lo. Gue yakin dia pacaran sama lo karena terpaksa," timpal Lia.
"Ck! Percuma curhat sama lo berdua. Gak ada manfaatnya," ucap Vanka kemudian kembali tenggelam dengan pikirannya.
Ia merasa percuma menceritakan semuanya pada kedua sahabatnya. Mereka tidak pernah memberikan solusi yang terbaik untuk dirinya. Yang ada, mereka selalu memintanya untuk putus dari Lintang. Padahal, mereka tahu kalau sampai kapanpun ia tidak akan memutuskan Lintang.
*****
Vanka mengedarkan pandangannya ke seluruh area kantin. Pandangannya berhenti tepat pada Lintang yang tengah mengobrol dengan teman-temannya.
Ia langsung berjalan mendekati Lintang.
"Eh, Van. Lo mau ke mana?" tanya Lia.
"Ke Lintang," jawabnya tanpa menoleh pada Lia dan Sela.
Ia langsung menggeser Lisa dan duduk di tengah Lintang dan Lisa.
Lisa menatap kesal ke arah Vanka yang tiba-tiba menggeser tubuhnya.
"Lo ngapain sih duduk di sini?" tanya Lintang kesal.
"Gue kan mau duduk sama pacar gue."
"Vanka bisa aja," sahut teman Lintang yang bernama Vino.
Vanka tersenyum tipis.
"Mendingan lo balik sama temen-temen lo aja," suruh Lintang.
"Loh, kenapa?"
"Gue gak suka dekat-dekat sama lo," jawab Lintang yang membuat Vanka cemberut.
"Ih kok lo gitu sih? Masa lo gak suka dekat-dekat sama gue? Gue kan pacar lo."
"Terus, lo pikir gue peduli gitu?"
Vanka berdecak pelan. Ia tidak membalas ucapan Lintang. Ia memilih melahap bakso yang tadi sudah dibelinya.
"Van, lo cinta banget ya sama Lintang?" tanya teman Lintang yang bernama Roy.
Vanka yang mengunyah baksonya langsung melirik ke arah Roy.
"Cinta banget lah. Kalau gue gak cinta sama dia, mana mungkin gue terima dia jadi pacar gue," jawab Vanka antusias.
Lintang yang mendengar jawaban Vanka hanya diam.
"Kalau Lintang cinta gak sama Vanka?" tanya Roy pada Lintang sembari tersenyum miring.
"Ya pasti cinta lah. Kalau gak cinta sama gue, mana mungkin dia berani nembak gue di tengah lapangan udah gitu banyak orang lagi," sahut Vanka dengan senyum lebar.
"Iya gak?" tanya Vanka pada Lintang.
Cowok itu hanya diam. Ia sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Vanka.
"Tang, kok gak jawab sih?"
Lintang menatap Vanka dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan.
"Tanpa gue jawab juga lo udah tahu, kan?"
Vanka mengembangkan senyumnya. Pipinya bersemu merah membuat Roy dan Vino menggodanya.
Lisa yang duduk di samping Vanka, menggeram kesal karena keberadaan Vanka. Ia merasa Vanka telah mengganggunya dengan Lintang.
*****
Vanka sudah berdiri di depan kelas Lintang. Kelasnya sudah berakhir lima menit yang lalu. Ia sedang menunggu Lintang yang masih memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Senyumnya mengembang begitu Lintang keluar dari kelas.
"Hai Lintang," sapa Vanka.
"Ngapain lo nunggu gue?" tanya Lintang dengan wajah datar.
"Mau pulang sama lo lah. Mau ngapain lagi coba?"
"Lo pulang sendiri aja."
"Loh, kenapa?" tanya Vanka sedikit kecewa.
"Ayo, Tang," ajak Lisa yang baru saja keluar dari kelas.
Vanka menatap Lintang dan Lisa secara bergantian.
"Tunggu. Jangan bilang lo mau pulang sama Lisa?" tebak Vanka.
"Emang gue mau pulang sama Lisa. Udah sana pulang sendiri aja," ucap Lintang.
"Tapi kan gue udah nunggu lo."
"Salah lo sendiri. Gue kan gak nyuruh lo buat nunggu gue." Setelah berucap demikian, Lintang langsung pergi dengan Lisa meninggalkan Vanka yang kecewa.
"Kenapa sih Tang, lo selalu gak peduli sama gue?" lirihnya.
*****
Lintang menunggu Vanka di depan rumahnya. Ia menyandarkan tubuhnya di motor sport miliknya. Sesekali berdecak karena Vanka yang tak kunjung keluar dari rumahnya.Tak lama kemudian, Vanka keluar dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya."Pagi Lintang," sapa Vanka."Lama banget sih lo. Ngapain aja?" ketus Lintang."Maaf. Gue masih siap-siap.""Siap-siap aja lama. Besok-besok kalau lo lama lagi, gue tinggalin lo. Kalau perlu gue gak mau jemput lo lagi," ucap Lintang membuat Vanka mencebikan bibirnya kesal."Kenapa sih lo selalu marah-marah sama gue? Padahal, kan itu cuma masalah kecil.""Justru itu, masalah yang kecil aja gak boleh disepelin gitu aja.""Buruan naik! Nanti telat."Vanka meneriama helm dari Lintang dan memakainya, kemudian naik ke motor Lintang dengan bantuan cowok itu."Udah?" tanya Lintang."Udah."Vanka melingkarkan tangannya di pinggang Lintang, namun cowok itu langsung melepasnya membuat Vank
Saat ini, Vanka, Sela, dan Lia sedang berada di mall. Sela dan Lia memaksa Vanka untuk pergi ke mall agar bisa bersenang-senang. Padahal, Vanka sudah mati-matian menolak ajakan mereka, tapi tetap saja kedua sahabatnya itu terus memaksanya dan akhirnya ia menuruti mereka."Jangan lama-lama ya. Soalnya gue masih mau ngerjain tugas Fisika," ujar Vanka."Ya ampun Van, hari ini libur loh. Masih aja lo mikirin tugas," sahut Lia."Iya. Kita kan mau senang-senang. Sekali-kali jangan belajar mulu. Kita juga butuh refreshing kali," timpal Sela."Iya gue tahu. Tapi kan kita ini udah kelas dua belas. Kita kelas ujian loh, harus persiapin diri sebelum ujian. Emangnya lo berdua gak mau lulus?""Udah lah gak usah mikirin itu. Kita mau lulus kok. Lo tenang aja. Gue yakin kita bakal lulus.""Iya emang lulus. Tapi, kalau nilainya jelek gimana? Lo berdua mau nilai kalian jelek?""Udah deh nanti aja bahas nilainya. Sekarang kita senang-senang dulu." Lia menarik
Lintang menatap bosan Vanka yang sedari tadi sibuk membaca buku paket. Mereka sedang berada di perpustakaan sekolah.Vanka meminta Lintang untuk menemaninya ke perpustakaan. Sebenarnya, Lintang sudah menolak, tapi karena Vanka terus-terusan memohon membuatnya terpaksa mengikuti kemauan gadis itu."Van, udah selesai belum bacanya? Gue udah laper, nih," ucap Lintang sembari melipat tangannya di depan dada."Bentar Tang. Ini gue masih baca materinya. Lo mau baca? Ini tuh materinya lengkap banget. Siapa tahu dengan lo baca buku ini lo bisa kerjain tugas lo sendiri," ucap Vanka sembari tersenyum."Ogah. Ngapain juga baca buku? Gak bakal masuk ke otak gue," ucap Lintang."Tapi, Tang ini tuh bagus banget bukunya. Lo harus baca.""Enggak," tolak Lintang. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari perpustakaan."Eh, Lintang! Tungguin gue!" Vanka segera menaruh kembali buku paket ke rak dan berlari mengejar Lintang.Ia langsung menggengga
Hari ini Lintang terlambat ke sekolah. Bukan hanya Lintang, melainkan Vanka juga.Sebenarnya, Vanka tidak terlambat ke sekolah, tapi karena ia menunggu Lintang untuk menjemputnya jadilah ia ikut terlambat. Dan, sekarang mereka sedang menjalani hukuman mereka. Yaitu, berlari memutari lapangan sebanyak sepuluh kali."Capek banget," keluh Vanka."Lemah banget sih jadi cewek. Baru satu putaran aja udah ngeluh," ejek Lintang."Ih Lintang! Ini semua juga gara-gara lo tahu. Coba aja kalau lo jemput gue cepat, pasti kita gak bakal telat kayak sekarang," omel Vanka."Bisa diem gak lo? Salah lo sendiri, gue kan udah nyuruh lo berangkat duluan. Lo aja yang ngotot mau nunggu gue. Jadi, jangan salahin gue kalau sekarang lo dihukum," ucap Lintang masih terus berlari.Vanka terdiam. Ia kembali berlari, tapi tidak bersuara lagi. Hal itu membuat, Lintang menoleh ke belakang memastikan apa Vanka baik-baik saja atau tidak."Kenapa diam?" tanya Lintang masih te
Lintang menatap bosan Vanka yang sedari tadi sedang memilih-milih novel yang ada di rak buku. Sekarang mereka sedang berada di toko buku. Vanka meminta Lintang untuk menemaninya ke toko buku. Meskipun, Lintang sedang kesal dengan gadis itu mengingat kejadian di kantin antara Dean dan Vanka, namun ia tetap menuruti permintaan Vanka. Karena ia sudah berjanji akan menemani gadis itu."Tang, kira-kira gue beli novel yang mana ya?" tanya Vanka pada Lintang sembari menunjukkan dua novel yang ada di tangannya pada Lintang."Beli aja yang lo suka," jawab Lintang singkat."Tapi gue suka dua-duanya.""Ya udah, beli dua-duanya aja.""Tapi, uang gue gak cukup kalau beli dua-duanya. Gimana dong?""Ck! Buruan! Gue gak punya banyak waktu buat nunggu lo di sini. Lo pikir gue gak ada kerjaan lain apa?" ketus Lintang.Ia sudah sangat bosan menunggu Vanka di sini. Karena sudah hampir dua jam mereka berada di toko buku. Salah satu alasan Lintang malas menemani
Vanka berdiri di depan Lintang yang sedang menatapnya. Pagi ini, Vanka berangkat sekolah sendiri. Ia tidak menunggu Lintang. Cowok itu tidak tahu kalau Vanka sudah berangkat duluan. Ia tadi sempat ke rumah Vanka, namun gadis itu sudah tidak ada. Dan, sekarang Lintang sedang berada di depan kelas Vanka."Kenapa lo berangkat duluan? Kenapa gak chat gue dulu?" tanya Lintang."Gue gak mau telat kayak kemarin," jawab Vanka singkat."Telat dari mana? Ini aja masih jam setengah tujuh. Gue aja gak telat.""Gue cuma gak mau berangkat sama lo aja."Lintang menatap Vanka bingung. Kenapa gadis ini terlihat jutek padanya? Apa kesalahannya?"Lo kenapa sih? Lo marah sama gue? Emang gue salah apalagi?" tanya Lintang."Harga novel yang lo beliin buat gue berapa? Biar gue ganti uangnya," ucap Vanka tanpa menjawab pertanyaan Lintang."Gak usah ganti uang gue. Gue ikhlas kok beliinnya," tolak Lintang. Tapi ucapannya tidak dipedulikan o
Lintang dan Vanka sedang berada di cafe. Mereka kini sedang menikmati ice cream. Bahkan, Vanka sudah dua kali memesan ice cream.Lintang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan pacarnya."Doyan banget lo," ucap Lintang.Vanka tersenyum kecil. "Iya lah. Soalnya ice cream di sini enak banget. Makasih ya atas sogokannya."Lintang mengernyitkan keningnya bingung. "Sogokan? Maksud lo?" tanya Lintang tidak mengerti."Iya sogokan. Lo nyogok gue biar gue gak marah lagi sama lo, kan?""Gue gak nyogok. Gue emang mau traktir lo aja," jawab Lintang seadanya.Sebenarnya, ia memang sengaja mengajak Vanka untuk makan ice cream, agar gadis itu tidak marah lagi padanya. Lintang tahu Vanka sangat menyukai ice cream.Setiap Vanka marah padanya, ia pasti akan berusaha membujuk Vanka dengan ice cream, dan hal itu berhasil. Walaupun, kadang-kadang gagal."Oh gitu." Vanka kembali menyuapkan ice cream coklat kesukaannya ke dalam mulutnya.
"LINTANGGG!" teriak Vanka memenuhi ruang kelas Lintang. Hal itu membuat seisi kelas menatap tajam ke arahnya.Vanka tersenyum kikuk. Ia segera meminta maaf pada mereka, karena telah mengganggu mereka.Lintang menatap kesal ke arah Vanka. Ia langsung berjalan menghampiri Vanka yang sedang berada di depan pintu kelasnya."Ngapain lo ke sini?" tanya Lintang."Gue mau minta tolong boleh?""Minta tolong apa?""Temenin gue ke perpus. Mau ya?" pintanya."Enggak. Minta tolong sama temen-temen lo aja," tolak Lintang cepat.Ia sangat malas menemani Vanka ke perpustakaan. Ia tidak mau menunggu Vanka berjam-jam di tempat memuakkan itu.Vanka mengerucutkan bibirnya."Kenapa gak mau temenin gue?" tanya Vanka mencoba menahan rasa kesalnya."Ya gue gak mau. Udah sana pergi. Ganggu gue aja.""Tang," panggil Lisa yang sudah berada di samping Lintang."Kenapa Lis?" tanyanya."Temenin gue ke kantin dong. Gue haus mau be