Cuaca yang tadinya panas berubah menjadi mendung. Mungkin alam pun mendukung Elaine untuk kembali merapati nasib sialnya ini. Gadis itu meninggalkan sekolah tepat setelah mendengar omongan Tirta dan kawan-kawannya. Dia memesan taxi online dan segera pulang ke rumah. Tak peduli dengan acara perpisahan di sekolah yang belum selesai. Dia ingin menenangkan dirinya di rumah. Walau Elaine tahu betul itu bukan hal yang tepat, karena dia pasti akan bertemu dengan pemeran perempuan antagonis dari drama percintaannya ini.
'Apa katanya? Elsa tahu aku ada hubungan dengan Tirta, dan dia diam saja?' batin Elaine kesal.
“Emang kakak brengsek!” umpatnya pelan.
Taxi online yang ditumpangi Elaine sudah sampai tepat di depan rumahnya. Rumah yang tak terlalu besar, namun cukup bagi empat orang untuk tinggal di sana.
Gadis bergaun cream itu menarik gaunnya ke atas, kemudian dia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Tidak di kunci, mungkin salah satu anggota keluarganya masih ada di rumah. Sepertinya dia adalah Elsa, karena jam segini orang tuanya pasti sedang bekerja.
“Len, kok udah pulang?” tanya seorang perempuan yang sedang menyeduh sesuatu dalam cangkir. Namun Elaine tak menggubris pertanyaan dari perempuan itu dan masuk ke dalam kamarnya. Kemudian membanting pintunya keras.
Gadis itu langsung membenamkan wajah pada bantal miliknya. Meremas sprei, mencoba menahan rasa dendam dan amarahnya yang kembali memuncak dalam dirinya.
“Berengsek! Brengsek! Brengsek!” Gadis itu terus mengumpat.
Seseorang membukakan pintu kamar Elaine, gadis itu bisa mendengarkan langkah kaki yang mendekatinya. Benar saja, seseorang sekarang duduk di tepi kasur dan meraba punggung Elaine.
“Kamu kenapa?” tanya perempuan itu penasaran.
Mendengar suara perempuan itu, Elaine semakin kesal. Kenapa katanya? Elaine tak segera beranjak. Dia masih membenamkan wajahnya pada bantal dan dalam hatinya masih mengumpat keras.
“Elaine. Sini cerita sama aku,” kata perempuan itu khawatir.
“Ck.” Elaine berdecak ketika mendengarkan kata itu dari sang kakak. Cerita katanya? Kini gadis itu beranjak dan lamgsung menatap perempuan yang sedari tadi bertanya padanya, dengan mata yang sembab. Makeup-nya sekarang sudah tidak karuan lagi sekarang.
“Kenapa nangis?” tanya perempuan itu lagi dengan tatapan khawatir.
Busuk.
Melihat wajah perempuan itu Elaine ingin sekali menamparnya keras-keras.
“Kenapa lo nanya, sih? Bukannya lo udah tahu jawabannya. Jangan pura-pura polos deh, Sa!” sentak Elaine. Dia sudah tidak peduli dengan yang namanya sopan santun kepada seorang kakak. Baginya perempuan itu bukan kakaknya lagi.
“Maksudmu apa? Kok kamu nggak sopan sama aku, Len?”
“Huh!” Elaine memutar bola matanya, kesal. Perempuan ini benar-benar busuk sekali. “Gue udah gak peduli dengan yang namanya sopan santun sama lo! Lo sendiri yang udah menghancurkan hidup gue!” Elaine masih membentak perempuan yang bernama Elsa itu.
Elsa terdiam, bergeming. Sepertinya perempuan yang umurnya hanya terpaut satu tahun lebih dengan Elaine, mulai menyadari apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan Elaine.
“Menghancurkan hidupmu? Maksud kamu apa, sih?”
Brengsek.
Elaine menatap Elsa dengan tatapan yang penuh amarah. Sepertinya perempuan ini harus ditampar, agar dia sadar dengan apa yang sudah dia perbuat kepada anggota keluarganya sendiri.
PLAK.
Gadis yang baru saja patah hati itu melayangkan tamparan di pipi Elsa. Elsa meringis kesakitan.
“ELAINE!” Elsa membentak adiknya itu sembari beranjak dari tepi kasur.
“Apa, huh? Mau marah? Harusnya gue yang marah. Kenapa lo tega sama gue, Sa? Kenapa lo sama Tirta main belakang? Bukannya lo tahu kalau gue itu ada hubungan sama dia?”
Pertengkaran antara kedua saudara kandung ini pun di mulai.
“Huh!” Elsa mendengkus kesal. “Sebelum dia punya hubungan sama lo, dia udah sama gue! Asal lo tahu ya Len, gue sama Tirta udah deket dari kalian kelas sebelas. Dia suka sama gue, pas gue masih di sekolah. Lo sendiri aja yang bego!”
“Kenapa lo nggak bilang sama gue, Sa? Kalau lo bilang dari awal nggak akan sesakit ini. Kenapa lo biarin gue suka sama Tirta? Sampai akhirnya gue lihat kalian berdua tidur bareng. Emang brengsek lo pada!” cecar Elaine. Dia kini mengeluarkan unek-unek yang selama ini dia pendam. Ah sial! Elaine kembali menangis. Stock air matanya seolah tidak habis.
PLAK.
Elsa menapar Elaine. Sepertinya dia tersinggung dengan umpatan Eliane.
“Lo berani ngatain gue brengsek? Ngaca dong, lo juga sama aja. Udah tahu kalian tuh sahabatan, malah penginnya lebih. Selama ini gue diem, Len. Emang gue juga nggak marah ketika lihat lo berudaan sama Tirta?” serang Elsa.
Sumpah. Elaine tidak mengerti apa yang ada dipikiran kakaknya ini. Kenapa dia sangat kekanak-kanakan sekali, pikirnya. Otak kakaknya ini sepertinya sudah konslet! Elaine hanya bisa menggelengkan kepalanya dan dia mengigit bibir bawahnya keras.
“TERSERAH! Lo keluar dari kamar gue!” teriak Elaine pada kakaknya. Gadis itu tidak ingin meneruskan perdebatan itu.
“OK! Gue keluar dari sini, jangan anggap gue masih mau nganggep lo adik!” berangnya. Elsa langsung keluar dari kamar Elaine.
Eliane mendengus dan menyeringai. Hancur sudah tali persaudaraan mereka karena satu orang laki-laki. Ternyata laki-laki juga bisa menjadi racun ya?
Malam harinya, Ibu Elaine dan Elsa memasak makanan kesukaan Eliane. Karena hari ini adalah hari kelulusan Elaine secara resmi dan untuk merayakan Elaine yang bisa masuk ke PTN bergengsi.
“Elsa, Elaine. Ayok makanannya sudah siap!” seru Lena, ibu double E bersaudara.
Jujur Elaine tidak ingin bergabung. Tapi dia tahu betul ibunya memasak spesial untuk dirinya. Alhasil dengan tidak bergairah, gadis yang baru saja patah hati itu beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar.
Elaine melihat Elsa pun baru saja keluar dari kamarnya. Mereka berdua saling membuang muka, tak ingin menatap satu sama lain.
“Selamat untuk Elaine karena sudah lulus dan masuk ke universitas!” kata seorang laki-laki yang duduk disamping Lena.
Elaine hanya tersenyum ketika mendapatkan ucapan selamat dari sang ayah.
“Kamu mau dikasih hadiah apa? Karena kamu bisa masuk PTN yang bergengsi lewat jalur SNMPTN. Jadi Papah mau kasih kamu hadiah. Apapun,” kata sang ayah. Di sebelahnya, Lena tersenyum senang.
Elaine menarik nafasnya, memandang kedua orang tuanya. Hadiah apa ya? Elaine tidak menyangka ayahnya akan memberikan hadiah untuknya. Dia harus memikirkan ini dengan baik-baik. Apa yang sedang dia inginkan sekarang. Iya, sekarang, saat ini juga!
“Aku pengin ngekos. Aku nggak mau tinggal di sini. Papah Mamah tahu kan, jarak dari rumah ke kampusku lumayan jauh,” ungkap Elaine.
Iya, yang diinginkan oleh Elaine sekarang adalah … keluar dari rumah ini. Dia tidak ingin melihat wajah kakaknya yang busuk. Walau sebenarnya Elaine tidak yakin keinginannya ini akan dikabulkan oleh sang ayah. Karena ayahnya ini tidak ingin anak-anaknya tinggal sendirian. Sebagai seorang ayah, Robby sangat mengkhawatirkan keselamatan anak-anaknya ini.
“Kamu pengin kos? Kamu yakin?” tanya Robby dengan lembut.
Elaine mengangguk. Memang jarak rumah Elaine ke kampusnya lumayan jauh. Apalagi bagi Elaine yang tak memiliki kendaraan pribadi itu repot sekali. Dia harus naik bis subuh-subuh, karena bis tersebut hanya beroperasi dijam tertentu.
“Ok. Hari minggu saat Papah off, kita cari kosan!” kata sang ayah.
Elaine terkejut, ternyata permintaannya ini dikabulkan oleh sang ayah.
BRAK.
Elsa menggebrak meja, dia tidak terima dengan perlakuan khusus sang ayah pada adiknya itu.
“Kenapa Elaine dikasih izin, sedangkan aku nggak?” tanya Elsa iri.
“Elsa.” Lena mencoba menegur anak sulungnya itu dengan lembut.
Robby mengalihkan pandangannya pada Elsa yang duduk di samping Elaine.
“Buat apa kamu tinggal sendiri? Kampusmu dekat. Tidak jauh seperti Elaine!” sentak sang ayah. “Suruh siapa selama SMA tidak belajar? Sekarang kamu tahu akibatnya kan? Cuman bisa kuliah di kampus swasta dan kecil di kota ini!” imbuh Robby.
Mulai.
Robby mulai untuk membandingkan Elsa dan Elaine. Hal ini membuat Elsa tidak senang. Mulai dari SMP, ayahnya selalu membandingkan Elsa dan Elaine. Jujur Elaine lebih pintar dari Elsa. Elaine lebih bisa membanggakan orang tuanya dengan segala prestasi akademis dan non-akademisnya.
Elsa beranjak dari kursinya. “Memang anak kesayangan kalian itu hanya Elaine!” Kemudian Elsa pergi meninggalkan meja makan.
Biasanya Elaine selalu tak enak hati, jika ayahnya sudah mulai membandingkan mereka berdua. Tapi hari ini, Elaine sangat senang dia bisa membuat Elsa marah dan iri padanya.
Elaine menyeringai. “Siapa suruh bego!” batinnya kesal.
Kehidupan baru Elaine dimulai. Kini dia bertekad untuk berubah, dan akan lebih memperhatikan penampilannya. Bukan berarti dulu Elaine adalah anak yang cupu, culun, dan kuper. Hanya saja dulu gadis ini terlalu cuek dengan penampilan. Dia tidak pernah mengenakan bedak dengan benar, tak pernah memoles bibirnya dengan lip balm, dan selalu mengucir rambut panjangnya. Kali ini dia bertekad untuk berubah, gadis ini ingin menunjukkan eksistensi dirinya.“Good! Pokoknya lo harus bikin si Tirta nyesel gak pilih loh!” ucap Grace saat mereka baru saja berbelanja makeup juga baju untuk Elaine kenakan saat dia sudah kuliah.Saat ini Elaine, Shani, dan Grace sedang berada di kosan Elaine. Dua gadis ini sengaja mengunjungi sahabatnya, untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Persahabatan mereka kini menemukan jarak. Karena kini mereka berkuliah di tiga kampus yang berbeda.“Btw dia sekampus sama lo kan?” tanya Shani memastikan.Elaine m
Kosan Elaine lumayan jauh dari jalan raya. Dia harus melewati gang sempit yang hanya muat satu motor. Ya, sepertinya memang gang ini diperuntukan untuk mereka yang pejalan kaki.Gadis yang sedang mengenakan kemeja putih dengan corak bunga itu, melangkah dengan santai. Namun ketika dia hendak sampai ke kosannya, tiba-tiba dia dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki.“Hai, Elaine. Apa kabar?” sapa laki-laki itu.Sontak Elaine menghentikkan langkahnya. Kemudian gadis itu melihat wajah laki-laki yang mencegatnya, ya sebut saja dia mencegat Elaine. Saking terkejutnya melihat wajah laki-laki itu, Elaine memundurkan langkahnya.“Tirta?” ucap Elaine kaget.“Wah, wah!” Tirta menepuk tangannya. “Jadi gini cara lo balas dendam sama gue?” tanya Tirta. Laki-laki itu melangkah dan sekarang posisinya berdiri di depan Elaine.“Hmm … tapi bagi gue lo nggak banyak berubah,” ucap Tirta semb
“Darell?” batin Elaine, kini jantungnya berpacu dengan cepat. Dia bisa meraskan wajahnya sedikit panas.Seketika Elaine sadar dan mengalihkan pandangannya ke depan. Tak ingin membuat kecurigaan di depan banyak orang. Dia haraus tenang dan tinggal berpura-pura tidak tahu dan tidak mengenali laki-laki tampan di sampingnya ini. Sesuai dengan kesepakatan yang dia minta pada malam itu.“Len, ngapain bengong mulu dah? Ini buku lo sampe jatuh,” ucap Veni sembari memberikan buku Elaine yang sudah dia ambil dari lantai.“Eh?” Elaine melihat ke arah Veni. “Iya, sorry. Thanks loh udah diambilin,” katannya berterima kasih. Elaine meraih buku yang diberikan oleh Veni. Sejurus kemudian dia langsung menyibukkan dirinya dengan membaca buku.Sesekali Elaine melirik Darell, takut saja laki-laki itu melakukan hal-hal yang mencurigakan. Tapi ternyata dia tidak bergeming sedikitpun. Hal itu membuat Elaine meras
“Gue pernah denger gosip. Banyak cewek yang rela buat jalan sama dia, terus ya gitu menggoda dia buat tidur sama dia. Tapi DITOLAK SEMUA!” ucap Nurri dengan penekanan.“UHUK … UHUK.” Elaine terbatuk, dia tersedak mie ayam yang sedang dia makan. Karena dia terkjeut dengan ucapan yang baru saja dia dengar, dari gadis yang duduk di sampingnya itu.Veni yang melihat Elaine tersedak langsung panik dan memberikan minum pada temannya itu. Sedangkan Timmi dan Nurri, mereka terkejut dan langsung terdiam tak melanjutkan lagi pembicaraannya.“Lo kenapa?” tanya Veni khawatir.Elaine masih meneguk air pemberian Veni. “Duh … keselek,” jawabnya. “UHUK.” Dia terbatuk lagi. Tenggorokannya kini terasa tidak enak sekali, seperti ada sesuatu yang mengganjal.“Kenapa sih bisa keselek, macem bocah aja,” keluh Veni.Elaine merasa sedang diperhatikan oleh dua orang yang sedang dud
“Kak, kakak ada kelas lagi habis ini?” tanya Veni ketika pembagian kelompok selesai.“Ada, kenapa?” balas Darell.“Oh, kalau gitu kita bahas untuk materinya nanti ya. Kita coba cari jadwal yang sama-sama kosong. Sekarang saya boleh minta nomor kakak?” tanya Veni dengan sopan. Dia masih tidak tahu sifat Darell seperti apa, jadi dia berbicara secara formal.“Mana handphone lo?” pinta Darell. Sejurus kemudian Veni memberikan ponselnya pada laki-laki tampan itu. Darell langsung memencet layar ponsel milik Veni dan menyimpan nomornya, kemudian memberikan pada Veni. “Nih, nanti calling aja. Btw, ngomongnya santai aja. Pake gue lo juga nggak papa. Sesantainya lo aja,” ucap Darell yang kemudian beranjak dari kursinya.“Oh, oke kalau gitu, Kak,” balas Veni senang. Ternyata anaknya slow juga, nggak kaku dan senioritas.“Yuk ah, gue pamit dulu,” ucapnya dan k
“Kenapa nggak lo aja yang nolongin dan nyamperin dia sih, Rell?” tanya Ghaida kepada laki-laki yang sedang bersamanya itu.Ternyata laki-laki yang meminta Ghaida untuk menyelamatkan Elaine adalah Darell. Ketika dia sedang duduk di selasar FEB, matanya menemukan Elaine yang ditarik paksa oleh seorang laki-laki. Dia bisa melihat bahwa gadis itu tidak suka. Namun apa daya, Elaine terlihat tak bisa melawan.“Gue? Kalau gue yang nyamperin, lo bisa nanggung kalau dia baper sama gue? Dia anak Manajemen 31, sekelas sama gue di matkul Pak Dzul. Kalau dia baper gimana? Lo tau kan, cewek nggak bisa dibaikin sedikit sama cowok. Apalagi cowok ganteng kayak gue,” jawab Darell. Padahal dia tidak Elaine menjadi curiga, bahwa sebenarnya Darell tak sanggup berpura-pura tak mengenal Elaine.Kenangan malam itu selalu muncul di benaknya. Darell sangat menikmatinya, tapi tidak dengan lawan mainnya. Itu merupakan pengalaman pertama, ketika sang wanita tak memba
“Oh iya. Gak usah di bawa pulang kali ya. Ini gue kenalin sekarang. Namaya Darell, dan ini cowok gue,” ucap Elaine angkuh.DUAR!Tiba-tiba Darell dikagetkan dengan ucapan Elaine untuk kali kedua. Pertama, jelas saja saat dia meminta untuk tidur bersamanya. Kedua, ya saat ini! Yang dengan secara tiba-tiba dia meperkenalkan Darell sebagai pacaranya pada kedua orang peremuan yang Darell tak tahu mereka siapa.“Hah? Masa cowok seganteng ini mau sama lo sih, Laine?” cibir Elsa. Jujur dari raut wajahnya, Elsa benar-benar tak percaya dengan ucapan Elaine. “Hei! Lo bener pacarnya Elaine?” tanya Elsa pada Darell.Darell masih melongo. Dia benar-benar merasa bingung dengan ini semua. Sebenarnya ada apa ini?“Bilang iya aja, nggak usah malu.” Tiba-tiba Elaine menggandeng tangan Darell. Wajahnya mendongak menatap laki-laki itu. Kemudian dia mengedipkan sebelah matanya, mengirimkan sinyal pada Darell.
Darell melangkahkan kakinya keluar dari fakultas. Rencananya dia akan nongkrong bareng Valen dan Kale. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti, ketika melihat seorang gadis yang tak asing di matanya sedang ditarik paksa oleh seorang laki-laki.Darell memfokuskan matanya pada objek yang sedang dia pindai. Kemudian dia mendapati laki-laki yang menarik gadis itu adalah laki-laki yang beberapa hari lalu juga melakukan hal yang sama pada sang gadis. Merasa ada yang tidak beres, Darell mencoba mengikuti mereka. Entah kenapa cowok ini tiba-tiba ingin tahu dengan urusan orang lain. Intinya sih, ini perintah dari hatinya.“Apa sih?” ucap sang gadis. Darell mengintip sepasang manusia yang tadi dia buntuti. Gadis itu terlihat sangat emosi pada sang laki-laki. Nada bicaranya sudah meninggi dari tadi.“Jangan ke PD-an! Plis Tirta, gue udah nggak ada rasa sama lo lagi. Udah sana lo fokus sama Elsa. Bahagiakan dia, jangan sampe lo bikin dia sakit hati. Apa