Dewi membereskan berkas-berkas yang berserak di atas meja. Bima dan dua orang partner bisnis mereka sudah keluar beberapa menit yang lalu untuk makan siang.
Selama menjadi sekretaris Direktur Utama, ini adalah meeting yang tersingkat yang pernah dilakukan. Padahal proyek yang akan mereka kerjakan adalah proyek yang sangat besar. Pak Rahadian saja lembur sampai tengah malam bekerja keras untuk memenangkan proyek ini.
Dewi mendesah, "Ahh ... Apa yang bisa dilakukan oleh seorang sekretaris? Tentu saja menuruti semua perkataan dan permintaan bos, selagi semua itu tidak keluar dari jalur pekerjaan." gumam Dewi.
Namun Dewi merasa khawatir juga, karena menurut Dewi, Bima tampak ceroboh dan kurang hati-hati menerima semua permintaan client.
Diwaktu yang sama, disebuah restoran siap saji. Bima dan kedua rekan bisnis yang baru saja membicarakan proyek kerja sama sedang makan siang bersama. Mereka tampak sangat menikmati hidangan yang disajikan.
Tidak berapa lama, kepala Bima mendadak pusing, pandangannya berkunang-berkunang. Samar terlihat kedua wanita yang ada di depannya tersenyum sampai semuanya tampak gelap. Tidak lama kemudian, Bima sudah tidak tau apa-apa lagi.
Bima terbangun di sebuah kamar hotel. Tidak ada siapupun kecuali dirinya yang tengah terbaring tanpa busana di ranjang. Kepalanya masih berdenyut, pusing masih terasa. Lalu dia memijit keningnya perlahan, berusaha mengurangi sakit di kepala dan mengingat apa yang telah terjadi.
Reflek dia menyibak selimut yang menutupi tubuh setengah telanjangnya.
"Astagaa.. Kenapa aku disini?" gumamnya.Bima berusaha bangkit dan meraih tas kerja yang terletak di meja tidak jauh dari ranjang, diperiksanya isi tas tersebut. Dompet isinya masih lengkap, KTP, SIM,Kartu ATM, Handphone dan lainnya tidak ada yang hilang, kunci mobil juga masih ada.Sekali lagi diusapnya kepala mencoba memikirkan kenapa dia bisa sampai di hotel ini. Netranya memandang kesekililing ruang hotel, pakaiannnya tergeletak di lantai disamping ranjang. Segera dia berjalan dan memungut pakaian tersebut.
Tidak sengaja, sewaktu Bima hendak membungkuk mengambil pakaiannya di lantai, dia melihat kertas yang diletakkan di nakas samping ranjang. Dengan cepat diambilnya kertas tersebut, lalu dari lipatan kertas tersebut jatuh sebuah foto yang sudah tercetak. Bima memungut foto tersebut, matanya terbelalak melihat siapa yang ada di foto.
Jantung Bima berdetak dua kali lebih cepat, tangannya gemetar saat dia melihat fotonya bersama seorang wanita sedang tidur berpelukan tanpa busana. Pandangannya beralih pada kertas yang bertulis
"Lepaskan proyek ini atau foto-fotomu akan tersebar di media."
Bima terduduk tidak berdaya, sekelabat bayangan orang-orang yang dicintai menari dikepalanya. Aliciya istri yang dicintai, Arsya buah hati yang baru saja hadir, Papinya, Rio, orang yang baru saja memberi kepercayaan untuk menghandle sebuah proyek besar dan Wulan, maminya, seorang wanita yang menyayanginya sepanjang masa.
Tangannya tergenggam erat, seandainya kertas dan foto yang sedang dipegang bertulang, mereka sudah pasti remuk karena kuatnya genggaman Bima.
"Aarrgghhh...." Bima berteriak sekuat tenaga. Merutuki betapa bodohnya dirinya.
Beberapa jam sebelumnya,
"Semoga proyek kita berjalan dengan lancar." Ujar Bima.
"Ya." sambut Laura.Kedua atasan tersebut saling berjabat tangan sambil memberi kekuatan dan harapan untuk proyek yang telah mereka rencanakan."Mau makan siang dimana?" Tawar Bima. Sebagai tuan rumah perusahaan, Bima mencoba melayani tamunya dengan sebaik mungkin.
"Bagaimana kalau di D-Resto.""Oke, sebentar saya keruangan dulu.""Dewi, bereskan semua berkas dan simpan di meja saya" perintah Bima.Kemudian mereka bertiga menuju D-Resto, tempat yang direkomendasikan Laura. Mereka berangkat menggunakan mobil masing-masing.
Sambil menunggu pesanan, ponsel Bima berbunyi. Ada panggilan telepon dari Rio.
"Maaf, saya tinggal sebentar." pinta Bima."Silahkan, Ppak." jawab Laura.Bima berjalan agak menjauh dari mejanya, lalu menerima panggilan Rio. Bima berbicara dengan Rio hanya sebentar, Rio menanyakan tentang meeting yang telah selesai dibicarakan tadi. Setelah menjawab semua yang ditanyakan Rio, panggilan telepon terputus. Lalu Bima kembali menemui klient mereka yang sudah menunggu dengan hidangan yang sudah tertata di meja.
Mereka menyantap makan siang sambil berbincang-bincang tentang banyak hal, sampai kepala Bima mendadak pusing lalu tak sadarkan diri.
Bersambung...
Mereka menyantap makan siang sambil berbincang-bincang tentang banyak hal, sampai kepala Bima mendadak pusing lalu tak sadarkan diri.Lalu Bima terbangun di kamar hotel dengan tubuh setengah telanjang, foto tidur bersama perempuan dan ancaman untuk membatalkan proyek yang sudah disepakati."Aarrgghhh ... Brengsek!" Bima melempar foto yang ditangannya. Kepalanya bertambah pusing dengan masalah yang dia hadapi sekarang.Papi pasti marah besar. Ini proyek pertama yang dipercayakan padanya. Tetapi dia menggagalkannya dalam satu hari?"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya."Aliciya pasti tidak akan memaafkanku kalau dia tau tentang foto ini. Dan papi pasti tidak mau jika proyek ini dilepas.""Seseorang telah menjebakku. Orang itu dengan sengaja melakukannya untuk menghancurkanku.""Aku harus bisa menemukan orang yang menjebakku."Bima berbicara sendiri, pikirannya sangat kalut dengan masalah yang tiba-tiba menimpanya.***Mobil Bima mem
Bima mengumpulkan berkas yang sudah di tanda tanganinya, dia mulai bersiap untuk pulang. Diliriknya benda bermerk yang melingkar di pegelangan tangan, "Sudah jam delapan malam" gumamnya.Baru saja dia berjalan beberapa langkah, Ponsel yang berada di dalam saku jas nya berbunyi. Bima segera mengambil dan mengangkat panggilan dari Wulan."Ya, ada apa, Mi?" katanya membuka percakapan"Bim, Aliciya belum pulang dari tadi. Kamu tau kemana?" jawab suara di seberang sana. Wulan terdengar sangat panik, ditambah suara Arsya yang menangis."Belum pulang? memang Aliciya kemana, Mi? Dia tidak menghubungi Bima." tanya Bima cemas."Siang tadi katanya mau ke makam orangtuanya, tapi sampai sekarang belum pulang. Kamu coba susul ke makam ya, siapa tau dapat petunjuk." perintah mami.Bima melajukan mobilnya dengan cepat, setelah memasuki kawasan makam tempat mertuanya dikuburkan, Bima mulai memelankan laju mobilnya. Suasana sangat sepi bahkan menyeramka
Tangan Bima langsung gemetaran memegang foto yang diberikan sama polisi, matanya membulat lebar. Keringat bercucuran."Aliciya, tidak mungkin....""Bagaimana mungkin bapak menemukan mobilnya tetapi tidak menemykan istri saya?" tanya Bima, suaranya terdengar agak tertekan karena menahan gemetar."Sedang kami selidiki Pak, tidak ada saksi mata di tempat kejadian.""Saya mohon, bantu saya menemukan istri saya.""Jangan khawatir Pak, semua sudah menjadi tugas kami."***Bima tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan yang sedang ada di depan matanya. Pikirannya menerawang jauh memikirkan Aliciya.Semalaman ia tidak bisa tidur, dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit kalau mobil Aliciya ditemukan dalam keadaan buruk."Dimana kamu sayang? apa yang terjadi? anak kita menangis, merindukanmu. Aku juga rindu dan sangat mencemaskanmu." Bima bermonolog.Bima menyand
Bruukk...Bima tidak bisa bertahan, ia terjatuh sebelum meraih dinding untuk pegangan.Pelan dibukanya matanya, netranya menyesuaikan dengan cahaya lampu di kamar. Samar-samar dilihatnya wajah orang yang mengelilingi ranjangnya. Matanya memandang ke sekeliling ruangan yang serba putih, jelas ini bukan kamarnya.Nampak Wulan dengan cemas memandangi Bima, Wulan mulai tersenyum melihat Bima sudah membuka mata."Syukurlah, kamu sudah sadar. Kami sempat panik melihat kamu jatuh dan pingsan tiba-tiba." ujar Wulan. Ia mengusap kepala Bima.Bima meringis, kepalanya terasa berdenyut dan sakit. Kemudian dokter dan perawat masuk kemudian mendekati Bima. Perawat tersebut melingkarkan alat pengukur tensi ke tangan Bima. Setelah itu dokter memeriksa keadaan Bima."Kondisinya sudah mulai pulih, Pak Bima hanya kurang istirahat dan terlalu banyak pikiran." kata lelaki yang berpakaian serba putih itu."Saya akan resepkan obat dan vitamin. Istirahat dan cu
Yasmine memakan bubur yang dibawa inaq nya dengan lahap. Tidak biasanya ia makan selahap ini, ia seperti tidak makan berhari-hari.Inaq tersenyum puas saat melihat semangkuk bubur di tangan Yasmine kandas. Ia senang karena Yasmine menyukai bubur buatannya."Kamu mau tambah lagi, Yasmine? Inaq akan mengambilkannya." Katanya, dia mengambil mangkuk kosong dari tangan Yasmine."Tidak Inaq, Yasmine sudah kenyang." Yasmine menjawab, kembali di edarkannya pandangan ke sekililing ruangan."Apa kamu melupakan kamarmu?"Yasmine mengangguk, sedikitpun ia tidak bisa mengingat sesuatu yang berhubungan dengan kamar ini?"Mungkin kamu lupa akibat benturan di kepalamu." Inaq duduk di sebelah Yasmine, mangkuk yang di pegangnya tadi di letakkannya di meja kecil sudut ruangan.Tangannya mengusap rambut Yasmine yang kusut. Sesekali tangan Inaq beralih mengusap punggung lalu naik kembali ke kepala."Kamu istirahat ya, nanti kalau sudah agak kuat, inaq bawa jalan-ja
Sudah satu tahun Aliciya menghilang. Arsya sudah berumur 18 bulan. Dia tumbuh menjadi anak yang cerdas. Di usianya yang sekarang, dia sudah bisa di ajak mengobrol dan bercerita meskipun dalam pengucapan bahasa belum terlalu jelas.Bima berusaha menjadi orang tua yang baik untuk Arsya. Ia harus bisa memposisikan dirinya sebagai seorang papi dan seorang mami bagi putranya semata wayangnya.Bima sangat sedih ketika Arsya berceloteh memanggil 'mi..mi..mi..' Biasanya Bima akan menunjukkan foto Aliciya jika Arysa menanyakan sosok mami yang tidak pernah di lihatnya.Arsya suka mencium foto yang terbungkus figura tersebut, yang di kenalnya sebagai mami."Bima, kamu gak ke kantor?" Wulan berjalan mendekat ke arah anak dan bapak yang sedang bermain mobil-mobilan."Bentar lagi, Mi. Papi udah berangkat?" jawab Bima sambil memindahkan Arsya yang duduk di pangkuannya ke karpet."Sudah. Kamu harus semangat nak, jangan terus larut dalam kesedihan. Ing
Sudah satu tahun Aliciya menghilang. Arsya sudah berumur 18 bulan. Dia tumbuh menjadi anak yang cerdas. Di usianya yang sekarang, dia sudah bisa di ajak mengobrol dan bercerita meskipun dalam pengucapan bahasa belum terlalu jelas.Bima berusaha menjadi orang tua yang baik untuk Arsya. Ia harus bisa memposisikan dirinya sebagai seorang papi dan seorang mami bagi putranya semata wayangnya.Bima sangat sedih ketika Arsya berceloteh memanggil 'mi..mi..mi..' Biasanya Bima akan menunjukkan foto Aliciya jika Arysa menanyakan sosok mami yang tidak pernah di lihatnya.Arsya suka mencium foto yang terbungkus figura tersebut, yang di kenalnya sebagai mami."Bima, kamu gak ke kantor?" Mami berjalan mendekat ke arah anak dan bapak yang sedang bermain mobil-mobilan."Bentar lagi, mi. Papi udah berangkat?" Jawab Bima sambil memindahkan Arsya yang duduk di pangkuannya ke karpet."Sudah. Kamu harus semangat nak, jangan terus larut dalam kesedihan. Ingat, ada
Sudah hampir satu minggu Yasmine menunggu. Seseorang yang katanya berstatus suaminya akan menjemputnya kesini.Benarkah apa yang dikatakan pemuda itu?Bahkan namanya saja, Yasmine tidak ingat. Yasmine hanya mengingat nama 'Pak Bima' yang ia bilang akan datang menjemputnya."Kamu kenapa, akhir-akhir ini, Inaq lihat sering melamun."Ucapan Inaq menghentikan lamunan Yasmine. Inaq memang tidak mengetahui, kalau Yasmine mulai menemukan jati dirinya.Satu tahun yang lalu, ketika Yasmine baru sadar dari kecelakaan, Yasmine tidak mengingat apapun. Bahkan rumah yang di ketahuinya sebagai tempat dari masa kecilnya, dimana ia tumbuh bersama orang tua dan keluar