Share

Part 2

"Masa lalu sudah menjadi bagian penting dalam hidup seseorang, sekelam apapun masa lalu akan tetap dikenang. Seseorang yang bisa menyikapi masa lalu kelam bisa mendapatkan kesuksesan yang tidak terduga."

-----------

Kanaya Naratama

          Selama di perjalanan aku memilih untuk istirahat, dan hanya butuh 1 jam 50 menit perjalanan Singapura Jakarta no transit tentunya. Tepat pukul 07:40  aku tiba di Jakarta di bandara Internasional Soekarno Hatta. Setelah tiba aku segera mengmbil koperku dan segera menghampiri kakak ku yang sudah menunggu ku di arrival lobby bandara. Setelah beberapa saat aku mencari akhirnya aku menemukan sosok yang selama ini aku rindukan yaitu my beloved brother. Aku dan tante Marta menghampiri kakak ku yang sedang sibuk dengan gawainya.

“Kakak.” Aku berlari kemudian memeluk kakak dari belakang dan aku yakin kak  Helga pasti kaget.

Astagfirullohalazim Nay, ngagetin tau gak.” Ujar kak Helga.

Kak Helga barbalik dan  memeluku tidak lupa kak Helga mengecup kepalaku yang terbalut jlbab.

“Kangen kak.” Ucapku manja.

Me too my little princess” Balasnya.

          Saat aku dan kak Helga sedang asyik berpelukan tiba-tiba terdengar suara deheman yang auto  menghentikan acara kangen-kangenan ku.

“Ehemmm, ihh tante dikacangin nih ceritanya.” Protes tante Marta.

“Ehh tante kirain tadi bule dari Australi.” Dengan senyum jahil  kak Helga beralih memeluk tante Marta.

“Helga” Dengan posisi yang masih berpelukan tante Marta mencubit pinggang kak Helga.

“Aww sakit tante.” Kak Helga mengaduh, sembari mengelus pinggang yang dicubit oleh tante Marta.

“Makanya gak usah lebay deh.”

“Lho kok lebay sih, tante  kan emang keturunan  bule Aausi” Ujar kak Helga nggak mau kalah.

“Terserah deh Ga” Tante  Marta melepaskan pelukannya dengaan kak Helga.

“Tante jangan marah dong.” kak Helga kembali memeluk tante Marta yang ngambek karena di bilang bule sama kak Helga. Yups walaupuu tante marta memang keturunan bule lebih tepatnya ibuny tante marta asli Australia dan ayahnya asli Medan tapi tante Marta nggak mau di panggil bule.

“Hemmm”

“Makasih ya tan udah jagain Kanaya.” Ujar kak Helga yang masih memeluk tante Marta.

“Iya, udah jadi kewajiban tante buat jagain princes.” tante Marta semakin mengeratkan pelukanya.

“Ehemm, giliran Nay nih yang dikacangin” Dengan bibir mengerucut aku merajuk pada mereka berdua yang sudah mengabaikan keberadaanku.

“Ya udah sini sini” Tante Marta mengajak berpelukan dan akhirnya kita bertiga berpelukan.

Di saat asyik berpelukan aku melihat tante Marta menitikan air mata, kemudian aku menghapus air mata itu dengan tangan ku.

“Tante kok nangis” Tanyaku menghapus air mata tante Marta dengan jariku.

“Seandainya Alifa masih ada pasti tante bisa merasakan kebahagiaan ini sama anak-anak tante.” Ujar tante Marta sedih.

“Tante ku  yang cantik, Alifa udah bahagia di sana so di sini tante juga harus bahagia lagian kan ada aku, aku siap kok jadi anak tante, bahkan Nay bersedia diadopsi sama tante.” Degan senyum termanis aku mencoba menghibur tante Marta yang teringat sama anak perempuanya  yang sudah tenang di alam sana.

“Eh dasar markonah.” Tiba-tiba kak Helga menoyor kepalaku

  “Aww kakak sakit tau.” Aku memegangi kepalaku yang kena toyoran kakak ku.

“Dasar oneng, mana mau tante Marta ngadopsi kamu, yang ada tante marta jadiin kamu mantu dasar pinter tapi oneng.”

“No..no..no, tante nggak rela ya kalo princes tante ini jadi istri es batu yang entah kapan mencairnya, tante milih mengadopsi Nay dari pada jadiin Nay mantu.” Tante Marta merapikan jilbabku yang berantakan akibat ulah sadis kak Helga.

“Wleeek” Aku menjulurkan lidah ku karena merasa di belain sama tante Marta.

          Es batu itu julukan buat anaknya tante Marta, tante Marta pernah cerita kalo anaknya itu dingin kayak es batu, irit ngomong dan susah bergaul sama teman sebayanya. Hal itu dikarenakan sejak remaja dia sudah diajak terjun ke dunia bisnis jadi masa remajanya dihabiskan untuk mengurus perusahaan mlik om Sam. Aku sih gak tau yang sebenarnya, walaupun aku sangat dekat sama om Sam dan tante Marta aku gak kenal bahkan aku belum pernah bertemu denga anaknya. Cuma almarhumah Alifa yang dekat deganku itu pun dulu sebelum kejdian buruk menimpa Alifa.

 -------------

        Setelah dari bandara aku, kak Helga dan tante Marta pulang ke rumah ku, rumah yang udah bertahun-tahun tidak aku tinggali. Setelah memasuki pintu gerbang, kak Helga segera memarkirkan mobilnya di garasi. Aku segera turun dari mobil, namun saat aku melangkahkan kaki ku , aku memandangi rumah berlantai tiga itu.Tiba-tiba langkahku terhenti saat aku melihat kamar yang ada di lantai dua dengan balkon yang sedikit berbeda. Balkon itu terlihat indah dan berwarna dengan barmacam-macam bunga yang menghiasi disana. Saat aku masih larut dalam kenangan masa lalu, tiba-tiba ada sebuah tangan kekar yang merangkul pundakku, ya siapa lagi kalo bukan kakak ku tercinta yang gantengnya di atas rata-rata katanya.

“Hi, let’s  go on.” Kakak ku mengajak masuk ke dalam rumah.

          Aku masuk ke dalam rumah di gandeng tante Marta. Sampai dalam  rumah aku disambut dengan beberapa ART yang menunggu di ruang keluarga. Setelah itu kak Helga memperkenalkanku dengan satu persatu ART malai dari mbak Ida, mbak Nina, dan mbok I-na. Setelah aku tau itu mbok Ina akau segera berhambur memeluk mbok Ina.  Mbok Ina itu dulu yang merawat aku dari  kecil hingga sebelum aku tinggal di Jogja.

“Mbok Ina.” Aku memeluk wanita paruh baya yang sedari tadi menatapku dengan tatapan kerinduan, 14 tahun kita tida saling jumpa.

“Non Naya, gimana kabar non.” Mbok Ina memeluk sambil mengelus bahu ku.

Alhamdulillah baik mbok, Nay kangen sama mbok.” Ujarku

“Mbok juga kangen, sekarang non  Naya sudah besar, sudah dewasa, mbok tidak menyangka non tumbuh menjadi wanita yang cantik” Ujarnya dengan nada bergetar menahan tangis.

          Saat sedang kangen-kangenan sama mbok Ina, tiba-tiba kakak ku menghancurkan suasana haru itu dengan cara menariku dari pelukan  mbok Ina..

“Udah ya reuninya, sekarang siap-siap bunda udah nunggu di rumah sakit.” Ujar kak Helga santai.

“Ihhh kakak nyebelin.” Dengan bibir yang manyun  aku merajuk sama kak Helga.

“Udah kamu siap-siap gih, kakak tunggu abis itu kita ke rumah sakit.

“Mending kakak duluan deh, aku mau istirahat sebentar nanti 30 menit lagi aku nyusul.” Aku mendorong kak Helga supaya pergi duluan.

“Uluh-uluh ngambek nih ceritanya.” Kak Helga mencubit kedua pipiku dengan gemas.

“KAKAK.”  Aku berteriak sambil melempar bantal sofa.

          Seketika semua yang ada di ruang keluarga tertawa melihat kelakuan ku dan kak Helga yang super duper absurd. Untuk mengalihkan keabsurdtan kak Helga aku mengajak bicara tante Marta.

“Tante mau langsung ikut ke rumah sakit?” Tanyaku.

“Tante pulang dulu deh, abis itu baru ke rumah sakit.” Jawabnya.

“Lho tan kok gak langsun ke rumah sakit, kan biar bisa bareng-bareng.” Kak Helga mencoba mengajak tante Marta langsung ke rumah sakit.

“Kamu tau lah, nanti kalo tante ke rumah sakit dulu pasti ketemu Dinnar nanti malem, kalo gak malah besok.”

“Oh iya, den Dinar kan workaholic.” Mbak Ida ikut nimbrung  pembicaraan kami.

“Mbak Ida sok tau deh.” Dengan senyuum aku menimpali ucapaan mbak Ida.

“Ida mah emang tau apapun tentang den Dinnar  non” Mbok Ina ikut nimbrung pembicaraan kami.

“Ciyeee..mbak Ida.” Aku menggoda mbak Ida yang kelihatan malu-malu.

“Tau gak non, Ida itu fansnya den Dinnar jadi apapun tentang den Dinnar si Ida yo mesti tau.” Ujar mbok Ina disusul kekehan semua yang ada diruang keluarga.

“Budhe ki mbok ya ojo buka aib lho.” Dengan senyum mbak Nina yang dari tadi diam kini ikut nimbrung juga.

          Setelah selesai gibahin anaknya tante Marta yang bernama Dinnar, kak Helga nganterin tante Marta pulang ke rumahnya. Setelah semua koper dan barang-barang ku dibawa ke kamar, tanpa memberesi terlebih dahulu aku segera bersiap-siap pergi ke rumah sakit. Setelah selesai aku segera berpamitan ke pada ART di rumahku. Aku memilih mengendarai  mobil sendiri sebenarnya bunda menyuruh pak Adi untuk mengantarku tapi aku menolak. Dengan arah-arah yang di tunjukan pak Adi secara detail aku segera melajukan mobilku ke JI Houspital dimana ayahku dirawat. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 40 menit akhirnya aku sampai di rumah sakit.

          Setelah sampai di rumah sakit aku segera memarkirkan mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah sakit. Namun saat aku sedang membalas pesan dari bunda tiba-tiba aku menabrak seseorang.

Brukkk…

“Maaf  nggak sengaja.” Dengan sedikit membungkuk aku meminta maaf dan segera meneruskan langkah ku.

“Tunggu mbak.” Saat beberapa langkah tiba-tiba orang yang tadi aku tabrak memanggilku, dia berjalan mendekatiku dengan jas di tanganya, tiba-tiba dia mengikatkan jasnya di pinggangku.

“Kamu apa-apaan.” Dengan perasaan terkejut aku ingin melepaskan diri saat cowok itu yang mengikatkan jasnya di pinggangku.

“ Maaf mbak saya lancang, tapi ada noda merah di belakang rok anda.” Dia berbisik di telingaku.

“Hah.” Dengan wajah polos aku masih berfikir atas ucapan cowok tersebut.

“Iya, ada noda merah di rok anda.” Ucapnya lagi.

Astagfirullah.” Batinku, setelah aku tau maksud cowok itu.

“Maaf dan terimakasih.” Singkat kataku kemudian segera berlari masuk kedalam rumah sakit.

“Mbak namanya siapa.” Terdengar cowok itu berteriak bertanya namaku, karena malu aku hanya melambaikan tangan tanpa berbalik.

          Tanpa   menghiraukan panggilan cowok itu, aku segera masuk ke dalam rumah sakit dan mencari toilet , stelah di dalam toilet aku melepas jas yang masih terikat di pinggangku dan segera melihat belakang pakaian yang aku kenakan.

“Ya Allah malunya.” Aku menepuk jidat ku karena malu.

 “Siapa ya cowok itu?” Sambil mengikatkan jas itu kembali, untuk menutupi noda merah, aku memikirkan cowok yang sudah menolongku barusan.

          Dengan rasa malu yang masih ada, aku segera menuju ke ruangan VIP di mana ayah di rawat. Saat sampai di lorong ruangan aku melihat bunda berjalan dengan membawa kantong plastik.

“Bunda.” Aku berteriak memanggil bunda, saat bunda berbalik aku segera menghampiri dan langsung memeluknya.

“Bunda malu, malu bunda.” Rengekku pada bunda yang seakan-akan aku pengen meluapkan rasa malu yang aku rasakan.

Asalamuallaikum, ini dateng-dateng malah ribut kenapa?” Tanya bunda bingung.

Waalaikuumsallam, malu bunda.” Aku melepaskan pelukan kemudian bersalaman dan tidak lupa mencium tangan bunda.

“Ini baru pulang dari Singapur bukanya bilang kangen kok malah malu sih, malu sama siapa?”

“Bunda kangen.” Tanpa menjelaskan apa-apa aku langsung memeluk bunda.

“Kanaya Naratama.” Seolah membutuhkan penjelasan bunda melepaskan pelukanku.

“Iya bunda.” Aku hanya bisa nyengir kuda saat bunda mulai kesal.

“Ya udah ayo ayah udah nunggu”

          Bunda mengajakku menuju ruang dimana ayah dirawat. Sepanjang lorong rumah sakit aku menceritakan kejadian memalukan yang baru saja menimpa ku, pada bunda.

“Ya Allah, terus sekarang dimana orangnya?” Tanya bunda histeris menanyakan pria yang menolongku.

“Mungkin udah pergi.” Jawabku asal.

“Bunda harus berterimakasih sama dia karena udah peduli sama putri bunda, kalo gak ada dia  mungkin kamu udah diketawain orang-orang.”

“Iya bun, kenapa tadi aku ngga tanya namanya ya.” Gummam ku lirih

“Jadi kamu nggak tau namanya?” Tanya bunda.

“Ya nggak lah bunda, boro-boro nanya nama, berhadapan sama dia aja udah malu.”

“Yah gimana mau ngucapin terimakasih” Bunda sedikit kecewa karena aku gak tau nama cowok itu.

“Ya udah lah bun.” Ujarku.

          Tepat di depan ruang rawat ayah aku dan bunda segera menghentikan pembicaraan tentang cowok itu dan segera masuk ke ruang rawat ayah.

Bersambung…….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status