"Selalu berikan yang terbaik pada pertemuan pertama. Karena rasa suka bisa datang disaat pandangan pertama, begitupun dengan rasa tidak suka."
----------------------
Alfizam Dinnar Agustaf
Hari ini aku ada jadwal meeting sama client, sebelum berangkat ke kantor gue berencana menjenguk om Diga yang sudah satu minggu ini dirawat di rumah sakit. Tepat pukul 07:00 berangkat bersama Varo, sesuai rencana aku menjenguk om Diga terlebih dahulu. Stelah sampai di rumah sakit aku langsug menuju ruag VIP dimana om Diga dirawat. Kurang lebih satu jam aku ngobrol-ngobrol sama om Diga yang kondisinya sudah semakin membaik.
Flashback
“Assalamualakum.” Aku memasuki ruang rawat om Diga, dan terlihat tante Kayla sedang ngobrol sama dokter.
“Waalaikumsalam ganteng.” Balas tante Kayla seraya menghampiriku.
“Gimana keadaan om Diga tan.” Aku mengambil tangannya dan mencium punggung tangannya.
“Alhamdulillah udah baikan, nanti sore juga udah boleh pulang.” Ujarnya.
Aku dan Varo segera menghampiri om Diga yang terbaring di atas ranjang, sedangkan tante Kayla terlihat sedang mengantarkan dokter untuk keluar dari ruang rawat om Diga.
“Hai om, gimana keadaanny?” Tanyaku sembari membantu om Diga untuk duduk bersandar.
“Alhamdulillah udah mendingan.” Jawabnya.
“Oh ya om, ini aku bawain buah dan kue kesukaan om.” Varo meletakan buah dan kue kesukaan om Diga yang di beli sebelum menuju rumah sakit.
“Terimakasih banyak ya, terimaksih juga udah jengukin om.” Om Diga mengucapkan terimaksih sembari menepuk-nepuk bahu pelan. Aku memang dekat dengan keluarga om Diga bahkan keluarga mereka sudah aku anggap seperti keluarga sendiri.
“Kapan om boleh pulang?” Tanyaku membantu mengambilkan kue yang baru saja Varo belikan.
“Nanti sore juga udah pulang, bosen tiduran mulu.” Ujarnya sambil perlahan memakan kue.
“Lho kok bosen om seharusnya seneng dong bisa lihat plus dipegang-pengang suster-suster cantik.” Dengan senyum jahil Varo mengoda om Diga.
“Seneng bagi yang jomblo, kalo bagi om ya musibah.” Ujarnya terkekeh.
“Kok musibah seharusnya anugrah dong om.”
“Lha gimana nggak musibah setiap ada suster yang meriksa, tantemu sudah siap dengan tatapan mautnya kok.” Aku tertawa mendengar candaan om Diga. Begitulah tante Kayla selalu number one yang maju kalau ada wanita cantik yang deket-deket sama suaminya.
“Mamamu belum sampai Nar?” Tiba-tiba pertanyaan tante Kayla menghentikan tawa kami.
“Hah, emangnya mama mau pulang ya tan?” Aku kaget mendengar pertanyaan tante Kayla barusan, karena mama nggak ngasih tau kalo mau pulang.
“Lho emang nggak ngasih tau kalian ya?” Tanya om Diga.
“Nggak tuh om” Jawabku bareng Varo yang juga kaget.
“Mungkin mau bikin kejutan buat kalian” om Diga.
Flashback End
Keluarga om Diga itu sudah seperti keluarga ku sendiri, setelah kepergian kak Alifa, mama dan papa lebih sering tinggal di Singapura dari pada di Indonesia. Jadi selama mereka di Singapura aku lebih dekat sama keluarga om Diga terutama bang Helga yang sudah seperti abang sendiri, yang selalu membimbing dalam mengurus perusahaan papa di Indonesia.
Setelah dikira cukup menjenguk om Diga aku segera menuju kantor. Saat aku dan Varo berjalan menuju parkiran tiba-tiba mama telfon memberi tahukan bahwa dia mau ke kantor. Apaan deh mama, pulang nggak kasih tau tiba-tiba main ke kantor aja. Saat sedang asyik ngobrol sama mama tiba-tiba ada seseorang yang nabrak ku dan map yang aku bawa jatuh dan kertas yang ada di dalamnya berserakan.
Brukkk…….
“Maaf nggak sengaja.” Seorang perempan dengan kerudung putih sedang mengambil lembaran-lembaran kertas dan memasukannya ke dalam map merah kemudian memberikanya pada ku.
Untuk sekilas mata kami saling bertemu, namun perempuan itu segera menundukan kepala dan langsung pergi.
“Cantik.” Batinku dalam hati, mimpi apa aku semalam bisa ketemu bidadari secantik itu.
Aku masih memandangi perempuan itu, tapi tunggu…, ada noda merah di belakang baju panjangnya, jangan-jangan dia lagi PMS dan tanpa berfikir panjang aku segera memanggil nya sebelum ada orang lain yang melihat noda merah itu.
“Tunggu mbak.” Panggilku sedikit keras.
Prempuan itu berhenti, segeraku buka jas ku dan map yang gue pegang gue kasih ke Varo. Aku langsung menghampiri perempuan itu dan langsung mengikatkan jas di pinggang rampingnya. Aku nggak perduli semahal apa jas yang ku kenakan saat ini, yang penting tuh perempuan nggak menanggung malu.
“Ka-mu apa-apaan.” Terlihat perempan itu terekejut dan berusaha mendorong tubuhku yang sedang mengikatkan jas ke pinggangnya.
“ Maaf mbak saya lancang, tapi ada noda merah di belakang rok anda.” Dengan sedikit senyuman aku berbisik di telinganya.
“Hah….” Dengan wajah polos dan sedikit bingung dia berusaha berfikir akan maksud ucapan ku.
“Iya, ada noda merah di rok anda.” Ujarku memperjelas, semoga aja dia paham.
“Maaf dan terimakasih.” Ujarnya singkat, sepertinya dia sudah mengatahui apa yang aku maksud. Dia menundukan kepala dan segera berlari masuk kedalam rumah sakit.
“Mbak namanya siapa.” Aku berteriak menanyakan namanya, terlihat dia hanya melambaikan tangan tanpa berbalik.
Aku masih setia memandangi gadis cantik itu yang enggan memberi tahu namanya. Gadis cantik berkerudung yang aku taksir usianya 20 tahun itu telah berhasil membuat ku senyum-senyum sendiri akibat wajah polosnya.
“Woi gila lo ya senyum-senyum sendiri.” Varo mengagetkan ku yang tengah merasakan indahnya bunga sakura yang pertaburan dalam hatiku.
“Brisik deh lu, gimana mama?” Tanyaku mengalihkan perhatian, supaya dia nggak kepo lebih lanjut.
“Mama mau nysul ke kantor, nanti sekalian bareng bang Helga mau jemput om Diga.” Jawabnya seraya mengembalikan ponsel yang tadi ku serahkan padanya.
“Ya udah yuk cabut, keburu telat meeting.” Aku ajak Varo untuk segera pergi ke kantor.
“Jas lo mana?” Varo bertanya saat dia sadar aku nggak pakai jas.
“Emmm.” Aku hanya mengangkat kedua bahu enggan menjawab bahwa jas mahalku baru saja aku ksih cewek cantik.
-----------------
Kanaya Naratama
Ceklek…..!
Aku membuka pintu ruang rawat ayah, ku lihat seorang lelaki paruh baya dengan uban yang mulai tumbuh di kepalanya dan tidak lupa dengan kacamata yang menemaninya, tengah fokus melihat tab yang ada di genggamanya.
“Cek..! dasar ayah, sakit aja masih sempet-semmpetnya sibuk sama tab-nya.” Gumamku lirih.
“Ada apa dek?” Tanya bunda.
“Lihat deh bun, saking fokusnya ayah sampai nggak sadar kita datang.” Ujarku memandangi ayah yang tengah fokus dengan tab-nya.
“Ayah mah emang gitu.” Bunda tersenyum melihat aku yang masih heran melihat ayah.
Aku berjalan menghampiri ranjang ayah, dan ayah belum juga menyadari kedatangan ku.
“Assalamuallaikum ayah.” Aku menghampiri ayah dan langsung menyalaminya.
“Waalaikumsalam, lho Nay kapan sampai sini?” Tanya beliua sembari melepas kaca mata bacanya
“Tadi yah, Ayah gimana? udah sehat?”
“Udah, nanti juga udah boleh pulang.”
“Ihhhh ayah kangen” Aku mengambil tab yang ada di tangan ayah kemudian meletakan di atas meja yang terletak di samping ranjang.
“Uluh…uluh, anak ayah.” Ayah merentangkan kedua tangannya dan aku segera masuk ke dalam pelukanya.
“Bunda keluar dulu ya sebentar.” Pamit bunda tiba-tiba.
“Mau kemana bun” Tanya ayah ku.
“Mau beli baju buat Kanaya.” Jawab bunda yang sudah membawa tas di pundaknya.
“Lho emang baju Naya kenapa?” Ayah mengamati bajuku yang kelihatan baik-baik aja.
“Urusan perempuan ayah gak perlu tau.” Sahut ku yang masih bersandar di dada ayah.
“Jagain ayah ya, terutama matanya jangan biarin lirik kanan lirik kiri.”
“Santai bun kalo ada aku aman deh.” tau yang di maksud bunda aku mencium pipi ayah.
Satu jam sudah berlalu dan bunda sudah kembali membawa baju, tanpa menunggu lama aku segera mengganti baju ku di kamar mandi. Setelah mengganti pakaian, aku menyuapi ayah, saat sedang menyuapi ayah tiba-tiba kak Helga dan tante Marta datang.
“Assalamualaiikum.” kak Helga masuk di ikuti tante Marta.
“Waalaikumsalam.” Jawab kami bersama.
“Marta.” Bunda beranjak dari sofa dan segera memeluk tante Marta tidak lupa cipika cipiki tentunya..
Aku, Ayah dan kak Helga hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua sahabat yang sedang melepas rindu itu. Setelah panjang lebar ngobrol ini itu, dan setelah dokter Fahri memeriksa ayah akhirnya ayah diperbolehkan pulang ke rumah. Setelah sampai rumah, aku mengantarkan ayah ke dalam kamarnya. Aku segera menghampiri bunda dan tante Marta yang sedang asyik mengobrol.
“ Tan nginep sini kan.” Tanyaku pada tante Marta.
“Nggak, tante juga kangen lah sama anak tante.”
“Terus tante pulangnya sama siapa?”
“Tante dijemput sama Dinnar dia lagi otw ke sini.”
“Tante besok jadi kan nganterin ke kampus?” Tanyaku kepada tante Marta
“Jadi dong, berkas-berkasnya udah lengkap kan?”
“Udah, makasih ya tan.” aku memeluk tante Marta sebagai ucapan terimaksihku.
“Ya udah tan aku ke kamar dulu ya, mau beres-beres dulu tadi belum sempat beres-bers soalnya” pamitku pada tante Marta dibalas anggukan olehnya.
“Lho dek kamu belum selesai beres-beresnya?” Tanya bunda saat aku hendak pergi.
“Belum bun.”
“Da… Ida.” Bunda memanggil mbak ida yang sedang menyiapkan makan malam.
“Iya bunda.” Jawab mbak Ida sopan.
“Tolong bantu Naya beresin barang-barangnya ya.” Perintah bunda pada mbak Ida.
“Siap bun.”
Aku dan mbak Ida bergegas ke kamar dan langsung merapikan barang-barangku yang ada di koper, disela-sela aktivitas aku bercerita pada mbak Ida tentang kejadian yang terjadi di rumah sakit. Tidak lupa aku juga menunjukan jas mahal bermerek itu.
“Pasti dia tampan ya non.” Tanya mbak Ida antusias.
“Jujur dia memang menarik, tapi aku nggak tau namanya siapa.” Ujarku kecewa.
“Jangan-jangan ya non, dia udah punya pacar atu nggak udah punya istri malahan.”
Mendengar pernyataan mbak Ida raut wajahku menjadi murung, seketika bayangan pertemuanku dengan dia muncul di fikiran ku, mulai saat kita saling bertatapan, sampai bagaimana lembutnya dia mengikatkan jas di pinggangku. Mengingat itu semua tak sadar membuat aku senyum-senyum sendiri.
Bersambung..........
"Bertanggung jawab dan bersungguh-sungguhlah dengan apa yang dimulai, bersungguh-sungguh memang berat pada awalnya. Tapi akan menyenangkan jika kita sudah mencintai apa yang kita lakukan."----------- Sesuai rencana hari ini aku pergi ke kampus untuk menyerahkan berkas-berkas untuk melamar menjadi dosen. Ditemani tane Marta aku menuju kampus dan setelah semua beres aku menemui bu Ratna yang merupakan dosen mata kuliah sebelumnya atau dosen yang akan aku gantikan.“Assalamualaikum.” Aku mengetuk pintu ruangan bu Ratna.“Waalaikummsalam, bu Kanaya ya?” Tanya bu Ratna.“Iya bu.” Jawabku sopan.“Silahkan duduk dulu.” Bu Ratna menyuruhku duduk di sofa yang ada di ruangganya.“Perkenalkan saya Ratna, dan ini berkas-berkas berkaitan dengan mahasiswa yang saya ajar.” Bu Ratna memperkenalkan namanya kemudian member
"Allah selalu mempunyai sekenario terindah untuk hamba-Nya. Kita hanya perlu bersabar dan ikhlas dalam menanti, bersyukur atas semua kebaikan dan ujian yang Allah berikan pada kita."---------- Tidak terasa sudah satu minggu aku tinggal di Indonesia bersama keluarga ku, banyak sekali momen-momen yang ku dapatkan dan tentunya belum pernah aku rasakan sebelumnya, seperti saat ini. Kalo dulu, malam minggu aku habiskan buat nonton drakor di apartemen, kali ini malam minggu aku gunakan buat quality time bareng keluarga. Malam ini aku, bunda dan kak Helga ngobrol asyik di ruang keluarga, mulai dari kerjaan sampai kenapa kak Helga masih ngebetah ngejomblo. Saat aku dan kak Helga sedang seru-serunya ngobrol tiba-tiba ayah keluar dari kamar dengan raut wajah yang kelihatan serius. Sejak pertemuanya dengan om Sam tadi siang ayah jadi kelihatan sedikit berubah, entah apa yang s
"Wanita yang layak kamu pilih: Lihatlah bagaimana dia menjaga malunya, bagaimana ia menutup auratnya tatkala lengannya tersingkap ia akan merasa khawatir ada yang melihatnya. Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia."----------Alfizam Dinnar AgustafMalam minggu kali ini aku nggak bisa out bereng teman-teman ku, kalau biasanya malam minggu aku menghabiskan waktu buat ngumpul di rumah sahabat-sahabatku atau traveling bareng bang Helga. alam minggu kali ini aku dan Alvaro harus stay at home buat dengenrin curhatan mama. Udah satu minggu mama tinggal di Indonesia dan selama satu minggu pula akuk dan Varo nggak bisa pulang ataupun keluar malem. Selama satu minggu ini aku juga nggak bisa nongkrong bareng bang Helga, biasanya sepulang dari kantor aku sama bang Helga sering main ke bengkelnya Rendy tapi semenjak adiknya bang Helga pulang, dia jadi sering nemenin adiknya. Aku belum pernah bertemu sama adik
"Hidup, mati, rezeki dan jodoh merupakan rahasia Ilahi yang tidak pernah bisa kita tebak begitu saja. Ada kalanya orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengenal, tidak saling menyapa, tidak saling tahu satu sama lain namun akhirnya bersatu sebagai sepasang kekasih halal. Kita tidak pernah tahu bagaimana misterinya sebuah jodoh itu."---------- Hari ini adalah hari minggu, setelah lari pagi bersama kakanya Kanaya ikut belanja bunda dan mbok Ina dengan diantar Helga. Setelah sampai supermarket Kanaya dan Helga memilih menunggu di café yang berada di sebrang supermarket itu. Selama di dalam café Kanaya kelihatan cemberut dan hal itu tidak luput dari perhatian Helga sang kakak.“Was going on?” Helga mengangkat dagu Kanaya dan melihat wajah cemberut adiknya itu.“Nothing.” Kanaya menepis tangan kakanya itu.“Adek ini kenapa?” Kanay
"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."----------“Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam. Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.” Ujar Diga, ia memahami
"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."----------Kanaya Naratama Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi. Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u
"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."-----------Kanaya Naratama Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n