"Allah selalu mempunyai sekenario terindah untuk hamba-Nya. Kita hanya perlu bersabar dan ikhlas dalam menanti, bersyukur atas semua kebaikan dan ujian yang Allah berikan pada kita."
----------
Tidak terasa sudah satu minggu aku tinggal di Indonesia bersama keluarga ku, banyak sekali momen-momen yang ku dapatkan dan tentunya belum pernah aku rasakan sebelumnya, seperti saat ini. Kalo dulu, malam minggu aku habiskan buat nonton drakor di apartemen, kali ini malam minggu aku gunakan buat quality time bareng keluarga.
Malam ini aku, bunda dan kak Helga ngobrol asyik di ruang keluarga, mulai dari kerjaan sampai kenapa kak Helga masih ngebetah ngejomblo. Saat aku dan kak Helga sedang seru-serunya ngobrol tiba-tiba ayah keluar dari kamar dengan raut wajah yang kelihatan serius. Sejak pertemuanya dengan om Sam tadi siang ayah jadi kelihatan sedikit berubah, entah apa yang sedang ayah fikirkan.
“Ndok.” Ayah memanggilku dan segera duduk di samping bunda.
“Ada apa yah.” Jawabku singkat
“Ayah ingin bicara lebih terbuka dengan mu.” Ayah terlihat mulai berbicara serius pada ku.
Karena penasaran akan apa yang ingin dibicarakan ayah, aku memandang kak Helga dengan raut wajah penuh tanya tapi kak Helga hanya mengedikan bahunya sambil tersenyum.
“Fine.” Ucapku lirih pada kak Helga.
“Ya monggo, yah.” Ucapku lembut.pada ayah.
“Sekarang ayah sudah tua, dan penyakit ayah semakin hari semakin parah.” Ujarnya sedih.
“Ayah.” Ucapku lirih.
“Ayah tidak bisa melindungimu seperti dulu, ayah ingin sebelum ayah pergi kamu bisa hidup bahagia dengan orang yang benar-benar bisa melindingimu, menyayangi dan melindungimu seperti ayah dan kak Helga melindungimu.”
“Ayah nggak boleh ngomong gitu.” Ucapku sedih.
“Kamu harus memutuskan siapa yang kamu pilih untuk jadi suami, baru satu minggu di rumah, sudah 5 kali kamu menolak lamaran anak-anak teman ayah, padahal semua yang melamar itu bukan orang sembarangan.” Ujarnya terkekeh pelan.
“Ayah sama bunda sudah tidak sanggup menolak dan memberi alasan dek, malu, nanti dikira kita sombong dan terlalu pilih-pilih.” Ucap bunda yang mulai ikut berbicara.
“Yah tapi kita nggak bisa sembarangan buat memilih suami buat adek.” Kak Helga yang dari tadi diampun ikut berbicara.
“Iya ayah tau, makanya Ayah tanya sama Naya, apa saat ini Naya sudah mempunyai seseoang atau sudah memutuskan siapa yang akan menjadi suami Naya?” Ayah bertanya serius pada ku.
Aku berfikir sejenak, karena selama ini aku tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun bahkan temean laki-laki ku bisa di hitung dengan jari. Saat aku sedang berfikir jawaban apa yang akan ku berikan pada ayah tiba-tiba bayangan laki-laki tampan dan baik hati itu masuk begitu saja difikiran ku, ahhhh bukan waktu yang tepat buat memikirkan laki-laki itu. Aku lihat bunda dan kak Helga yang ikut tegang menunggu jawaban ku.
“Ayah maaf, Naya masih ragu mau pilih siapa.” Aku menundukan kepala karena aku tau pasti jawaban ku bikin ayah kecewa.
“Bagus.”Kata ayah tiba-tiba. .
“Bagus?” Ucap bunda dan kak Helga bareng karena merasa bingung dengan respon ayah.
“Tadi siang ayah ngobrol banyak sama Sam, dan kami berencana menjodohkan Kanaya dengan anaknya.”
“Maksud ayah sama Dinnar?” Tanya kak Helga.
“Iya.” Jawab ayah, terpancar kebahagiaan dari senyumnya.
“Tapi yah, kenapa Naya dulu yang harus nikah, kenapa bukan kakak, kakak kan lebih tua lagian usia seperti kakak kan udah seharusnya menikah” Aku mencoba menolak keinginan ayah, karena jujur aku nggak mau dijodoh-jodohin kayak hidup di zaman Siti Nurbaya aja.
“Dek, kakak belum bisa bahagia, kalo kakak belum melihat princes kakak bahagia.” Ucap kak Helga penuh kasih sayang.
“Kak.” Ucapku dan langsung memeluk kak Helga yang duduk di sampingku. Kak Helga memang gitu, selalu mengutamakan kebahagiaan ku dari pada kebahagiaannya sendiri.
“Ayah yakin mau jodohin Naya sama anaknya om Sam? dia itu masih kuliah kan yah. Masak iya Naya nikah sama brondong entar dikira punya simpanan brondong atau tante-tante penyuka brondong, kan gak lucu ayah.” Protesku, masih berusaha menolak keinginan ayah.
“Ayah yakin cuma Dinnar yang bisa dan sanggup jagain kamu seperti Ayah dan kak Helga jagain kamu, usia bukan menjadi penghalang buat membangun sebuah hubugan. yang terpenting Naya usaha dulu, Allah meminta kita berusaha dulu bukan.” Ujar ayah tegas.
Aku termenung sejenak untuk berfikir akan ucapan ayah, ya aku tau ayah ingin yang terbaik buat anaknya, terlebih ayah pernah merasakan kesedihan akibat kepergian anak sahabatnya.
Aku melihat sekilas ke arah bunda dan kak Helga berharap mereka mau membantuku, melihat bunda dan kak Helga diam aku tau bahwa mereka juga mendukung perjodohan ini.
“Apa ayah yakin dia yang terbaik buat Naya?” Tanyaku ragu.
“Ya, ayah yakin karena dia tumbuh dari tangan ayah dan bunda.” Ujar ayah mantap.
“Ehh tangan aku juga kali yah.” Ujar kak Helga yang nggak mau kalah.
“ Iya Nay kamu coba dulu, selanjutnya terserah kamu wong kamu yang menjalankan.” Bunda ikut berbicara lembut, mecncoba meyakinkanku.
“Kalo memang itu yang terbaik Nay akan coba, tapi ayah janji nkan nggak bakal kecewa apapun keputusan Naya?” Dengan ragu-ragu aku mencoba bernego dengan ayah.
“Iya sayang, ayah janji.” Seketika raut wajah ayah berubah menjadi lebih tenang dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
“So, siap-siap besok malam om Sam dan keluarga bakalan ikut makan malem di sini.” Kata kak Helga sambil mengusap kepalaku.
“Jadi, kaka udah tau ya rencana ini?” Aku melihat kak Helga.
“Sorry.” Mendadak kak Helga menggaruk kepalanya yang aku yakin nggak gatal.
“Ihhhh kakak jaha.t” Aku melempar bantal sofa ke wajah tampan kak Helga. Sementara ayah dan bunda hanya terkekeh melihat kelakuan ku dan kak Helga.
Setelah selesai acara ngobrol-ngobrolnya aku segera masuk ke dalam kamar, karena belum bisa tidur aku memutuskan untuk duduk di balkon kamar. Saat memikirkan nasib perjodohanku dengan anaknya om Sam tiba-tiba bayangan laki-laki itu muncul.
“Siapa laki-laki itu ya?” Gumamku pelan.
Saat sedang asyik memikirkan laki-laki itu, tiba-tiba kak Helga menghampiriku.
“Dek.” Panggil kak Helga lirih.
“Lho, kak kok belum tidur?” Tanyaku pada kak Helga.
“Belum ngantuk, boleh kakak duduk?” Kak Helga meminta izin buat duduk di sebelah ku.
“Off course”
“Dek, tadi waktu kamu menjawab keinginan ayah buat dijodohkan dengan Dinnar, kakak merasa kamu itu masih ragu belum terlalu mantap, apa ada yang mengganggu hatimu dek?” Tanya kak Helga.
Aku menyandarkan kepalaku di bahu kak Helga dan mencoba menceritakan akan perasaanku saat ini.
“Sebenarnya ada kak.” Jawabku sedih
“Siapa?”
“Dia pernah menolong Naya waktu di rumah sakit, kalo gak ada dia mungkn Naya udah malu diketawain orang-orang.” Ceritaku pada kak Helga tentang laki-laki yang telah menolongku waktu itu.
“Apa kamu tau namanya siapa dan dia tinggalnya dimana?, biar kakak dan orang-orang kepercayaan kakak yang melacaknya.”
“Naya nggak tau kak, dia sangat melindungi perempuan, laki-laki seperti itu yang Naya dambakan kak.” Rengekku pada kak Helga.
“Kamu itu gimana sih, jadi orang nggak pasti, kalo nggak tau nama sama alamat rumah ya gimana mau cari, apa perlu kakak cek kamera CCTV, kebetulan rumah sakit itu milik doker Fahri biar nanti dia ikut nyari juga.” Jawab kak Helga.
“Nggak usah kali kak.” Jawabku putus asa.
“Ya udah lagian kan kamu juga nggak tau dia masih kuliah atau sudah bekerja, dia udah punya pacar apa belum, masih lajang atau malah sudah beristr. Menurut kakak nih mending kamu pilih yang pasti-pasti aja deh.” Begitulah kata kakak ku yang ada benarnya juga sih.
“Iya juga sih kak.” Jawabku menyetujui saran kak Helga.
“Udah malem sana gih buruan tidur.” Perintah kak Helga yang melihatku menguap.
“Iya.” Aku dan kak Helga segera meninggalkan balkon dan segera menuju tempat tidur masing-masing.
Bersambung…….
"Wanita yang layak kamu pilih: Lihatlah bagaimana dia menjaga malunya, bagaimana ia menutup auratnya tatkala lengannya tersingkap ia akan merasa khawatir ada yang melihatnya. Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia."----------Alfizam Dinnar AgustafMalam minggu kali ini aku nggak bisa out bereng teman-teman ku, kalau biasanya malam minggu aku menghabiskan waktu buat ngumpul di rumah sahabat-sahabatku atau traveling bareng bang Helga. alam minggu kali ini aku dan Alvaro harus stay at home buat dengenrin curhatan mama. Udah satu minggu mama tinggal di Indonesia dan selama satu minggu pula akuk dan Varo nggak bisa pulang ataupun keluar malem. Selama satu minggu ini aku juga nggak bisa nongkrong bareng bang Helga, biasanya sepulang dari kantor aku sama bang Helga sering main ke bengkelnya Rendy tapi semenjak adiknya bang Helga pulang, dia jadi sering nemenin adiknya. Aku belum pernah bertemu sama adik
"Hidup, mati, rezeki dan jodoh merupakan rahasia Ilahi yang tidak pernah bisa kita tebak begitu saja. Ada kalanya orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengenal, tidak saling menyapa, tidak saling tahu satu sama lain namun akhirnya bersatu sebagai sepasang kekasih halal. Kita tidak pernah tahu bagaimana misterinya sebuah jodoh itu."---------- Hari ini adalah hari minggu, setelah lari pagi bersama kakanya Kanaya ikut belanja bunda dan mbok Ina dengan diantar Helga. Setelah sampai supermarket Kanaya dan Helga memilih menunggu di café yang berada di sebrang supermarket itu. Selama di dalam café Kanaya kelihatan cemberut dan hal itu tidak luput dari perhatian Helga sang kakak.“Was going on?” Helga mengangkat dagu Kanaya dan melihat wajah cemberut adiknya itu.“Nothing.” Kanaya menepis tangan kakanya itu.“Adek ini kenapa?” Kanay
"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."----------“Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam. Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.” Ujar Diga, ia memahami
"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."----------Kanaya Naratama Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi. Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u
"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."-----------Kanaya Naratama Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n
"Salah satu kelebihan mu terletak pada kebaikan hatimu & senyum tulus mu."***** Kanaya menatap kesal orang-orang di sekitarnya yang tengah fokus memperhatikan seseorang dengan tatapan lapar plus nakal. Ya, siapa lagi kalo bukan orang yang sedang bersamanya yang menjadi pusat perhatian kaum hawa yang tengah berkunjung ke pusat perbelanjaan itu."Dia artis bukan sih? Tampan banget.""Cowok gue tuh.""Itu pemilik pusat perbelanjaan ini." Ujar seorang karyawati yang sedang melayani pembeli."Ganteng banget, tubuhnya sexi banget, pengen ku jadiin simpanan." Para ibu-ibu pun tak kalah terpesona dengan Dinnar, sampai tidak ingat suami di rumah."Kalu yang begitu, gue mau jadi sugar baby nya." Ujar seorang cewek berpakaian puti abu-abu, yang membuat hati dan telinga Kanaya panas. Saat Kanaya larut dalam kekesalannya, tiba-tiba seseorang membisikan
"Percayalah, waktu akan menyembuhkan kita melalui pelukan hangat orang-orang yang menyayangi kita."***** Sudah satu Minggu semenjak pertemuan keluarga Naratama dan keluarga Agustaf berlangsung. Malam ini sesuai kesepakatan, Kanaya dan Dinnar harus memberi keputusan tentang perjodohan itu. Malam ini Sam dan Marta yang tidak lain adalah orang tua Dinnar sudah tiba di kediaman keluarga Naratama. Setiba di Indonesia mereka langsung datang ke rumah keluarga Naratama. Saat mereka sedang bercengkrama di ruang keluarga, Dinnar dan Varo datang yang langsung membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Helga."Assalamualaikum." Ucap Dinnar dan Varo bersama."Waalaikumsalam." Jawab mereka yang berada di ruangan kompak."Dinnar, Varo apa yang terjadi sama kalian?" Sam terkejut melihat wajah kedua p