Share

Part 5

"Allah selalu mempunyai sekenario terindah untuk hamba-Nya. Kita hanya perlu bersabar dan ikhlas dalam menanti, bersyukur atas semua kebaikan dan ujian yang Allah berikan pada kita."

----------

          Tidak terasa sudah satu minggu aku tinggal di Indonesia bersama keluarga ku, banyak sekali momen-momen yang ku dapatkan dan tentunya belum pernah aku rasakan sebelumnya, seperti saat ini. Kalo dulu, malam minggu aku habiskan buat nonton drakor di apartemen, kali ini malam minggu aku gunakan buat quality time bareng keluarga.

          Malam ini aku, bunda dan kak Helga ngobrol asyik di ruang keluarga, mulai dari kerjaan sampai kenapa kak Helga masih ngebetah ngejomblo. Saat aku dan kak Helga sedang seru-serunya ngobrol tiba-tiba ayah keluar dari kamar dengan raut wajah yang kelihatan serius. Sejak pertemuanya dengan om Sam tadi siang ayah jadi kelihatan sedikit berubah, entah apa yang sedang ayah fikirkan.

“Ndok.” Ayah memanggilku dan segera duduk di samping bunda.

“Ada apa yah.” Jawabku singkat

“Ayah ingin bicara lebih terbuka dengan mu.” Ayah terlihat mulai berbicara serius pada ku.

Karena penasaran akan apa yang ingin dibicarakan ayah, aku memandang kak Helga dengan raut wajah penuh tanya tapi kak Helga hanya mengedikan bahunya sambil tersenyum.

“Fine.” Ucapku lirih pada kak Helga.

“Ya monggo, yah.” Ucapku lembut.pada  ayah.

“Sekarang ayah sudah tua, dan penyakit ayah semakin hari semakin parah.” Ujarnya sedih.

“Ayah.” Ucapku lirih.

“Ayah tidak bisa melindungimu seperti dulu, ayah ingin sebelum ayah pergi kamu bisa hidup bahagia dengan orang yang benar-benar bisa melindingimu, menyayangi dan melindungimu seperti ayah dan kak Helga melindungimu.”

“Ayah nggak boleh ngomong gitu.” Ucapku sedih.

“Kamu harus memutuskan siapa yang kamu pilih untuk jadi suami, baru satu minggu  di rumah, sudah 5 kali  kamu menolak lamaran anak-anak teman ayah, padahal semua yang melamar itu bukan orang sembarangan.” Ujarnya terkekeh pelan.

“Ayah sama bunda sudah tidak sanggup menolak dan memberi alasan dek, malu, nanti dikira kita sombong dan terlalu pilih-pilih.”  Ucap bunda yang mulai ikut berbicara.

“Yah tapi kita nggak bisa sembarangan buat memilih suami buat adek.” Kak Helga yang dari tadi diampun ikut berbicara.

“Iya ayah tau, makanya Ayah tanya sama Naya, apa saat ini Naya sudah mempunyai seseoang atau sudah memutuskan siapa yang akan menjadi suami Naya?” Ayah bertanya serius pada ku.

Aku berfikir sejenak, karena selama ini aku tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun bahkan temean laki-laki ku bisa di hitung dengan jari. Saat aku sedang berfikir jawaban apa yang akan ku berikan pada ayah tiba-tiba bayangan laki-laki tampan dan baik hati itu masuk begitu saja difikiran ku, ahhhh bukan waktu yang tepat buat memikirkan laki-laki itu. Aku lihat bunda dan kak Helga yang ikut tegang menunggu jawaban ku.

“Ayah maaf, Naya masih ragu mau pilih siapa.” Aku menundukan kepala karena aku tau pasti jawaban ku bikin ayah kecewa.

“Bagus.”Kata ayah tiba-tiba. .

“Bagus?” Ucap bunda dan kak Helga bareng karena merasa bingung dengan respon ayah.

“Tadi siang ayah ngobrol banyak sama Sam, dan kami berencana menjodohkan Kanaya dengan anaknya.”

“Maksud ayah sama Dinnar?” Tanya kak Helga.

“Iya.” Jawab ayah, terpancar kebahagiaan dari senyumnya.

“Tapi yah, kenapa Naya dulu yang harus nikah, kenapa bukan kakak, kakak kan lebih tua lagian usia seperti kakak kan udah seharusnya menikah” Aku mencoba menolak keinginan ayah, karena jujur aku nggak mau dijodoh-jodohin kayak hidup di zaman Siti Nurbaya aja.

“Dek, kakak belum bisa bahagia, kalo kakak belum melihat princes kakak bahagia.” Ucap kak Helga penuh kasih sayang.

“Kak.” Ucapku dan langsung memeluk kak Helga yang duduk di sampingku. Kak Helga memang gitu, selalu mengutamakan kebahagiaan ku dari pada kebahagiaannya sendiri.

“Ayah yakin mau jodohin Naya sama anaknya om Sam? dia itu masih kuliah kan yah. Masak iya Naya nikah sama brondong entar dikira punya simpanan brondong atau tante-tante penyuka brondong, kan gak lucu ayah.” Protesku, masih berusaha menolak keinginan ayah.

“Ayah yakin cuma Dinnar yang bisa dan sanggup jagain kamu seperti Ayah dan kak Helga jagain kamu, usia bukan menjadi penghalang buat membangun sebuah hubugan. yang terpenting Naya usaha dulu, Allah meminta kita berusaha dulu bukan.” Ujar ayah tegas.

 Aku termenung sejenak untuk berfikir akan ucapan ayah, ya aku tau ayah ingin yang terbaik buat anaknya, terlebih ayah pernah merasakan kesedihan akibat kepergian anak sahabatnya.

 Aku melihat sekilas ke arah bunda dan kak Helga berharap mereka mau membantuku, melihat bunda dan kak Helga diam aku tau bahwa mereka juga mendukung perjodohan ini.

“Apa ayah yakin dia yang terbaik buat Naya?” Tanyaku ragu.

“Ya, ayah yakin karena dia tumbuh dari tangan ayah dan bunda.” Ujar ayah mantap.

“Ehh tangan aku juga kali yah.” Ujar kak Helga yang nggak mau kalah.

“ Iya Nay kamu coba dulu, selanjutnya terserah kamu wong kamu yang menjalankan.” Bunda ikut berbicara lembut, mecncoba meyakinkanku.

“Kalo memang itu yang terbaik Nay akan coba, tapi ayah janji nkan nggak bakal kecewa apapun keputusan Naya?” Dengan ragu-ragu aku mencoba bernego dengan ayah.

“Iya sayang, ayah janji.” Seketika raut wajah ayah berubah menjadi lebih tenang dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

So, siap-siap besok malam om Sam dan keluarga bakalan ikut makan malem di sini.” Kata kak Helga sambil mengusap kepalaku.

“Jadi, kaka udah tau ya rencana ini?” Aku melihat kak Helga.

“Sorry.” Mendadak kak Helga menggaruk kepalanya yang aku yakin nggak gatal.

“Ihhhh kakak jaha.t” Aku melempar bantal sofa ke wajah tampan kak Helga. Sementara ayah dan bunda hanya terkekeh melihat kelakuan ku dan kak Helga.

Setelah selesai acara ngobrol-ngobrolnya aku segera masuk ke dalam kamar, karena belum bisa tidur aku memutuskan untuk duduk di balkon kamar. Saat memikirkan nasib perjodohanku dengan anaknya om Sam tiba-tiba bayangan laki-laki itu muncul.

“Siapa laki-laki itu ya?” Gumamku pelan.

Saat sedang asyik  memikirkan laki-laki itu, tiba-tiba kak Helga menghampiriku.

“Dek.” Panggil kak Helga lirih.

“Lho, kak kok belum tidur?” Tanyaku pada kak Helga.

“Belum ngantuk, boleh kakak duduk?” Kak Helga meminta izin buat duduk di sebelah ku.

“Off course”

“Dek, tadi waktu kamu menjawab keinginan ayah buat dijodohkan dengan Dinnar, kakak merasa kamu itu masih ragu belum terlalu mantap, apa ada yang mengganggu hatimu dek?” Tanya kak Helga.

Aku menyandarkan kepalaku di bahu kak Helga dan mencoba menceritakan akan perasaanku saat ini.

“Sebenarnya ada kak.” Jawabku sedih

“Siapa?”

“Dia pernah menolong Naya waktu di rumah sakit, kalo gak ada dia mungkn Naya udah malu diketawain orang-orang.” Ceritaku pada kak Helga tentang laki-laki yang telah menolongku waktu itu.

“Apa kamu tau namanya siapa dan dia tinggalnya dimana?, biar kakak dan orang-orang kepercayaan kakak yang melacaknya.”

“Naya nggak tau kak, dia sangat melindungi perempuan, laki-laki seperti itu yang Naya dambakan kak.” Rengekku pada kak Helga.

“Kamu itu gimana sih, jadi orang nggak pasti, kalo nggak tau nama sama alamat rumah ya gimana mau cari, apa perlu kakak cek kamera CCTV,  kebetulan rumah sakit itu milik doker Fahri biar nanti dia ikut nyari juga.”  Jawab kak Helga.

“Nggak usah kali kak.” Jawabku putus asa.

“Ya udah lagian kan kamu juga nggak tau dia masih kuliah atau sudah bekerja, dia udah punya pacar apa belum, masih lajang atau malah sudah beristr. Menurut kakak nih mending kamu pilih yang pasti-pasti aja deh.” Begitulah kata kakak ku yang ada benarnya juga sih.

“Iya juga sih kak.” Jawabku menyetujui saran kak Helga.

“Udah malem sana gih buruan tidur.” Perintah kak Helga yang melihatku menguap.

“Iya.”  Aku dan kak Helga segera meninggalkan balkon dan segera menuju tempat tidur masing-masing.

Bersambung…….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status