"Hidup, mati, rezeki dan jodoh merupakan rahasia Ilahi yang tidak pernah bisa kita tebak begitu saja. Ada kalanya orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengenal, tidak saling menyapa, tidak saling tahu satu sama lain namun akhirnya bersatu sebagai sepasang kekasih halal. Kita tidak pernah tahu bagaimana misterinya sebuah jodoh itu."
----------
Hari ini adalah hari minggu, setelah lari pagi bersama kakanya Kanaya ikut belanja bunda dan mbok Ina dengan diantar Helga. Setelah sampai supermarket Kanaya dan Helga memilih menunggu di café yang berada di sebrang supermarket itu. Selama di dalam café Kanaya kelihatan cemberut dan hal itu tidak luput dari perhatian Helga sang kakak.
“Was going on?” Helga mengangkat dagu Kanaya dan melihat wajah cemberut adiknya itu.
“Nothing.” Kanaya menepis tangan kakanya itu.
“Adek ini kenapa?” Kanaya memonyongkan bibirnya, sebal. Memang kakaknya tidak peka dengan sekitar.
“Malas lah kak di sini.” Jawab Kanaya kesal.
“Whay, makanannya nggak enak ya? Atau tempatnya nggak asyik?” Tanya Helga penasaran.
“Bukan, tapi aku nggak suka lah perempuan-perempuan itu pandang-pandan kakak macam singa mau menerkam mangsanya.” Kanaya memandang perempuan-perempuan di café itu yang menatap kakaknya bak singa kelaparan.
“Ohh cemburu nih critanya?” Goda Helga kepada adiknya.
“Cihhh… gak banget deh.” Kanaya memutar bola matanya malas melihat kakanya yang ternyata narsis abis.
Setelah menunggu lama, Kanaya dan kakaknya segera kembali ke supermarket menghampiri bundanya yang sudah selesai berbelanja. Setelah dari supermarket mereka segera pulang ke rumah. Setelah sampai rumah Kanaya memilih berdiam diri di kamarnya, Kanaya gundah gulana memiikirkan perjodohan yang direncanakan ayahnya dan om Sam. Saking gundahnya Kanaya tidak menyadari kedatangan Helga yang entah berapa kali memanggil-manggil namanya.
“Nay…nay… KANAYA” Helga berkali-kali memanggil Kanaya sampai harus berteriak supaya Kanaya mendengar panggilanya.
“I-Iya kak.” Karena kaget Kanaya jadi tergagap menjawab panggilan kakaknya yang ternyata sudah di sampingnya.
“Ya Allah, kamu tau nggak, kakak udah panggil kamu berkali-kali tapi kamu nggak dengar, lagi mikirin apa sih?” Tanya Helga heran , karena tidak biasanya adiknya ini melamun.
“Kak…” Kanaya ragu ingin bertanya mengenai Dinnar anaknya om Sam, yang setau Kanaya dia sangat dekat dengan kakaknya.
“Hemmm.” Jawab Helga bergumam.
“Anaknya om Sam itu seperti apa sih kak?” Tanya Kanaya ragu.
“Ohh jadi kamu ngelamunin Dinnar barusan?” Helga tesenyum mengejek.
“Nggak lah kak.” Sanggah Kanaya.
“Terus, kenapa kamu tiba-tiba tanya tentang Dinnar?”
“Aku penasaran aja dia itu sosok yang seperti apa sehingga ayah kekeh pengen jodohin Naya dengan dia, kakak tau sendiri kan selama ini ayah fine-fine aja aku menolak lamaran dari anak teman-teman ayah.” Kanaya menjelaskan maksud pertanyanya tentang Dinnar.
“Naya pengen tau?” Tanya Helga dan dibalas anggukan oleh Kanaya.
“Nay tau kakak kan? Coba Nay cerita apapun tentang kakak?”
“Maksudnya?” Tanya Kanaya bingung dengan pertanyaan kakaknya.
“Maksud kakak, gimana Nay menilai kakak?” Jelas Helga.
Kanaya nampak berfikir sejenak….
“Humble, baik, sayang keluarga, handsome pula dan yang pasti selalu melindungi Naya kapan dan dimanapun.” Kanaya mengemukakan penilaianya tentang kakanya yang memang selalu ada buat dia dan keluarga.
“Nah itu kamu tau.” Ujar Helga.
“Maksudnya?” Kanaya mengerutkan dahi bingung.
“Dinnar itu 11 Vs 12 sama kakak, sayangnya…….” Helga menjeda perkataanya dan membuat Kanaya penasara.
“Sayangnya?” Tanya Kanaya super duper penasaran karena Helga menjeda perkataanya cukup lama.
“Sayangnya dia lebih tampan dari pada kakak.” Helga mengedipkan sebelah matanya menggoda Kanaya.
“Ihhhh kakak.” Ucap kanaya sewot.
----------
Tidak terasa siang telah berganti malam, di kediaman keluarga Agustaf terlihat mereka sedang bersiap-siap menuju ke kediaman keluarga Naratama. Setelah menempuh perjalanan 45 menit akhirnya mereka sampai dan langsung disambut ramah oleh bunda Kayla. Bunda Kayla membawa mereka ke ruang keluarga dan di sana sudah ditunggu ayah Diga dan Helga.
“Ayo duduk dulu.” Bunda Kayla menyuruh mereka duduk.
“Gimana bang udah sehat?” Tanya Marta pada Diga.
“Alhamdulillah, udah mendingan.” Jawab ayah Diga.
“Ida, tolong panggil Kanaya ya, bilang om Sam sudah dating.” Bunda Kayla menyuruh Ida memangil Kanaya yang masih berada di kamarnya.
“Iya bunda.” Jawab Ida dan langsung menuju kamar Kanaya.
Setelah beberapa menit kemudian Ida kembali dari kamar Kanaya “Maaf bun mbak Kanaya-nya lagi shalat isya.” Ida memberi tahu bahwa Kanaya sedang shalat Isya.
“Ya sudah, Ta bantuin yuk ke dapur.” Bunda Kayla mengajak tante Marta ke dapur menyiapkan makan malam.
----------
Kanaya Naratama
Aku ingin melaksanakkan shalat isya ketika mbak Ida ke kamarku dan hendak member tahuka bahwa om Sam dan keluarga sudah datang. Kemudian aku menyuruh mbak Ida bilang ke bunda kalo aku sedang shalat Isya. Setelah shalat isya aku bergegas bersiap untuk ke bawah menemuui om Sam dan keluarga.
Dengan perasaan gugup aku berjalan menuruni tangga, ku lihat om Sam duduk di samping seorang pemuda yang sedang sibuk dengan gawaynya. “Mungkin itu anaknya om Sam” batin ku dalam hati. Setelah sampai di ruang keluarga aku segera menghampiri om tampanku itu yang masih asyik mengobrol dengan ayah.
“Assalamualaikum om tampan.” Aku mengucapkan salam dan langsung berjalan menghampiri om Sam, tidak ku hiraukan tatapan ayah, kak Helga dan tentu saja pemuda itu yang ku lihat sedikit terkejut melihatku.
“Waalaikumsalam my little princes.” Om Sam menjawab salamku dan langsung menarikku ke dalam pelukanya.
“Ommm, I’m no little princes you know!” Aku sebel sama om Sam setiap kali dia menganggapku little princes
“You always be my little princess .” Om Sam mengeratkan pelukanya.
“Ehemm… om doang nih yang dipeluk?” Tante Marta berdehem dan aku pun segera melepaskan pelukanya.
“Eh tante.” Ujarku sembari menghampiri tante Marta yang baru datang membawa minuman.
Setelah tante meletakan miuman, aku segera memeluk tante Marta dan cipika cipiki tentunya.
“Nay kenalin ini anak-anak tante.” Tante Marta menunjuk anak laki-laki yang duduk di sebelah om Sam, terlihat dia tersenyum ke arahku.
“Hai kenalin aku Alvaro.” Dia berdiri memperkenalkan diri, ketika ia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, tiba-tiba om Sam menepis tanganya pelan.
“Kanaya tidak salaman dengan sembarang orang.” Ujar om Sam tertawa pelan.
“Papa” Geram anak om Sam yang ku ketahui bernama Alvaro itu.
“Lho Dinnar mana?” Tanya tante Marta sambil memandang sekeliling mencari sesorang.
“Lagi ke kamar mandi tan, biasa gugup mau ketemu calon istri.” Celetuk kak Helga yang langsung aku balas dengan pelototan mata.
“Nay, kenalin ini Dinnar, anak pertama tante.” Tante Marta mengenalkan sesorang yang baru saja masuk ke ruang keluarga dan terlihat dia tidak asing buat ku.
Degg!
Jatungku seperti berhenti berdetak saat melihat sosok laki-laki tampan berwajah kebule-bulean itu. Sekilas kita saling bertatapan dan terlihat dari raut wajahnya dia juga terkejut sama seperti ku. Seulas senyum terbit di bibirnya, yang langsung membuat hatiku semakin gundah gulana.
“Kamu.” Aku bergumam lirih sangat lirih, hinga tidak ada satu pun yang mendengar akan tetapi aku yakin dia tau maksud gumamanku itu karena ku lihat di tersenyum.
“Hai, Alfizam Dinnar Agustaf.” Dia memperkenalkan dirinya, dan aku balas dengan senyuman, karena malu aku menunduk dan segera duduk di sebelah ayah.
Beberapa saat kemudian, setelah semua berkumpul, ayah memulai pembicaraan.
“ Kanaya seperti apa yang sudah kamu ketahui, ayah dan om Sam ingin menjodohkan kamu sama Dinnar. Ayah cuma ingin memilihkan yang terbaik, tapi ayah juga tidak akan memaksakan kamu buat menerima perjodohan ini.” Ayah berucap lembut sembari menggenggam taganku.
“Iya kita tidak akan memaksa kalian, keputusan berada di tangan kalian.” Ujar om Sam ragu-ragu.
Seketika suasana menjadi hening, aku bingung ingin menjawab apa. Ku lihat satu persatu orang yang ada di ruangan ini, mereka terlihat harap-harap mendengar jawabanku. Aku menghelai nafas bersiap member jawaban.
Bersambung…….
"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."----------“Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam. Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.” Ujar Diga, ia memahami
"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."----------Kanaya Naratama Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi. Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u
"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."-----------Kanaya Naratama Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n
"Salah satu kelebihan mu terletak pada kebaikan hatimu & senyum tulus mu."***** Kanaya menatap kesal orang-orang di sekitarnya yang tengah fokus memperhatikan seseorang dengan tatapan lapar plus nakal. Ya, siapa lagi kalo bukan orang yang sedang bersamanya yang menjadi pusat perhatian kaum hawa yang tengah berkunjung ke pusat perbelanjaan itu."Dia artis bukan sih? Tampan banget.""Cowok gue tuh.""Itu pemilik pusat perbelanjaan ini." Ujar seorang karyawati yang sedang melayani pembeli."Ganteng banget, tubuhnya sexi banget, pengen ku jadiin simpanan." Para ibu-ibu pun tak kalah terpesona dengan Dinnar, sampai tidak ingat suami di rumah."Kalu yang begitu, gue mau jadi sugar baby nya." Ujar seorang cewek berpakaian puti abu-abu, yang membuat hati dan telinga Kanaya panas. Saat Kanaya larut dalam kekesalannya, tiba-tiba seseorang membisikan
"Percayalah, waktu akan menyembuhkan kita melalui pelukan hangat orang-orang yang menyayangi kita."***** Sudah satu Minggu semenjak pertemuan keluarga Naratama dan keluarga Agustaf berlangsung. Malam ini sesuai kesepakatan, Kanaya dan Dinnar harus memberi keputusan tentang perjodohan itu. Malam ini Sam dan Marta yang tidak lain adalah orang tua Dinnar sudah tiba di kediaman keluarga Naratama. Setiba di Indonesia mereka langsung datang ke rumah keluarga Naratama. Saat mereka sedang bercengkrama di ruang keluarga, Dinnar dan Varo datang yang langsung membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Helga."Assalamualaikum." Ucap Dinnar dan Varo bersama."Waalaikumsalam." Jawab mereka yang berada di ruangan kompak."Dinnar, Varo apa yang terjadi sama kalian?" Sam terkejut melihat wajah kedua p
"Cinta itu bak sebuah benih tanaman, jangan kamu tanam di sembarang hati. Tanamlah benih cintamu di hati yang humus dan lembut. Bukan di hati yang cadas dan tandus."----------Kanaya Naratama"Dinnar, Kanaya bagaimana keputusan kalian?" Ayah menatap ke arah Dinnar dan ke arah ku bergantian meminta jawaban. Aku dan Alfizam saling bertatap mata, aku tidak bisa mengartikan tatapan itu."Dinnar." Ayah meminta Al untuk mengutarakan jawabannya."Emm, lady first." Dengan expresi datarnya Al melihat ku, memintaku untuk menjawab duluan. Apa-apaan coba, nggakjentel banget kan, masak aku duluan yang mesti jawab. Kayaknya emang aku harus menolak perjodohan ini deh."Fine." Jawabku sebal pakai banget. Aku meli
"Bersama orang yang tepat hal rumit menjadi sederhana, dan hal sederhana menjadi bermakna."-----------Kanaya Naratama"Sudah lama nunggu ya?" Suara khas mengalun merdu, mendadak membuat jantungku melompat-lompat nggak karuan. Aku melotot melihat sosok yang berada di depan ku saat ini. What? Ngapain Alfizam ada di sini? Tunggu-tunggu, temannya kak Helga?Jangan-jangan yang di maksud temannya kak Helga itu si Alfizam. Ya Allah, kak Helga udah ngerjain aku deh, pokoknya awas tuh kak Helga, sampai rumah tak gantung di gapura depan komplek.Aduh, ini si Alfizam pakai senyum segala, bikin susah nafas deh."Ka-kamu kok ada disini?" Tanyaku gugup. Gimananggak gugup coba kalo ada cowok tampan model kayak gini sedang tersenyum dihadapan kita."Kamu yang jemput aku kan?" Tanyanya lembut"Hah." Aku bingung dan cuma bengong, pasalnya kak Hel