Share

Part 9

"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."

----------

Kanaya Naratama

          Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi.

          Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.

“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u

“Iya” Jawabku sigkat.

“Kelas apa Nay?” Tanyannya ingin tahu.

“Kelas bisnis 4.” Jadwal terakhir hari ini, aku mengajar kelas bisnis.

“Wih mantul dong.” Ujar Nadin antusias.

“Maksud kamu?” Aku mengerutkan dahiku karena tidak mengerti dengan perkataan Nadin.

“Nanti kamu juga tahu sendiri kok.” Nadin tersenyum penuh arti.

          Setelah selesai makan siang aku dan Nadin menuju masjid kampus untuk shalat dzuhur. Setelah shalat aku segera bersiap mengaja kelas bisnis 4 yang merupakan kelas terakhirku hari ini. Kelas bisnis 4 berada di ruang 5.8.B4, yang artinya terletak di gedung 5 lantai 6 ruang bisnis 4, fix sebagai dosen baru aku bingung di mana letak kelas itu. Saat aku sedang berjalan mencari ruang kelas itu, tiba-tiba ada seseorang memanggilku.

“Mbak Kanaya.”Panggil seseorang dari arah belakang ku.

“Iya.” Merasa dipanggil aku menoleh ke belakang, dan kulihat seorang cowok yang sepertinya nggak asing tersenyum manis padaku.

“Lho mbak Naya kok  ada di sini?” Dia berjalan mendekatikku, setelah dia persis di depan ku, aku baru ingat bahwa dia itu Alvaro anaknya om Sam.

“Lho Varo, kamu kuliah di sini?” Tanyaku  pada Varo dan dibalas dengan anggukan kepala.

“Jangan bilang mbak Naya ngajar di sini?” Tanyanya  ragu-ragu dan ku balas dengan senyuman.

“Dan jangan bilang, mbak Naya dosen yang menggantikan bu Ratna?”

“Kok kamu tau sih.”

“Asyik berarti besok mbak ngajar kelas ku dong!” Aku lihat Varo bersorak girang aku pun hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

“Sekarang mbak Naya mau ngajar kelas apa?” Tanyanya.

“Ini.” Aku menyodorkan selembar kertas yang bersikan jadwal mengajarku.

“Oh, ayo aku antar.” Varo mengantarku menuju kelas bisnis 4.

          Disepanjang perjalanan menuju kelas bisnis 4, aku dan Varo ngobrol macem-macem. Walaupun baru sekali bertemu namun kita langsung akrab, kita nggak merasa canggung untuk bercanda. Ya mugkin karena dia anaknya om Sam dan tante Marta, jadi aku ngerasa nggak canggung.

***

Di kelas bisnis 4, terlihat Dinnar squad sedang duduk di kursinya. Dinnar sedang sibuk menyiapkan persentasinya, sedangkan sahabat-sahabatnya sibuk dengan  Hp-nya. Tiba-tiba Aldo sahabat sekaligus anak asiten papanya Dinnar datang dan langsung duduk di meja kosong di samping Dinnar.

“Bro, adek lo putus ya sama si Serly?” Datang-datang Aldo bertanya pada Dinnar yang terlihat sedang membuat PPT.

“Masud lo?”

“Barusan gue lihat Varo jalan sama cewek, dan mereka keliatan akrab banget” Aldo bercerita mengenai apa yang baru saja dilihatnya. Dimana adik sahabat sekaligus bosnya itu tengah jalan berdua dengan seorang cewek.

“Ya elah, lo kayak kagak tau aja si Varo,  dia kan biasa jalan sama cewek-cewekny. Mungkin gebetan baru kali.” Karena tau kelakuan Varo, Rendy yang sedang main game pun ikut berbicara.

“Mana gue tau.” Dengan espresi datar khas seorang Dinnar, ia  menjawab singkat.

“Cantik nggak ceweknya?” Tanya Arvan yang sedari tadi ikut mendengarkan cerita Aldo.

“Cantik banget pokoknya, bening, si Bella aja lewat jauh”. Ujar Aldo dengan tawa.

 “Emang Varo kalo cari gebetan nggak tanggung-tanggung.” Ujar Rendy yang masih sibuk dengan gamenya.

“Tapi, kali ini beda, dia pakai jilbab.” Mendengar ucapan Aldo, Dinnar yang sibuk mengetik seketika menghentikan aktifitasnya.

“Bagus dong.”  Ujar Dinnar singkaat, mendengar jawaban Dinnar, ke tiga sahabatnya menatap Dinnar heran. Pasalnya Dinnar pantang memberi pujiian kepada wanita manapun, sekali pun itu primadona kampusnya.

Tidak selang beberapa lama, masuk seorang wanita cantik dengan pakaian muslim kekinian dan tidak lupa dengan sepatu sneakers berwarna putuh. Terilihat sekilas dia seperti seorang mahasiswa baru, sehingga saat dia masuk banyak mahasiswa yang terang-terangan mengodanya.

“Wih mahasiswi baru nih.” Celetuk seorang mahasiswa yang duduk di barisan depan.

“Calon bini gua tuh.” Sahut mahasiswa lainnya.

Subhanalloh bening baget bro.” Puji mahasiwa yang duduk di ujung belakang.

“Calon makmum gua.” Arvan pun tidak mau kalah menggoda perempuan yang baru saja masuk ke dalam kelas itu.

          Mendengar ribut-ribut di dalam kelasnya, Dinnar pun melihat ke arah yang tengah menjadi pusat  perhatian teman-temanya itu.

“Aya.” Dengan raut muka terkejut, Dinnar bergumam pelan namun seketika seulas senyum terbit dibibirnya.

Jodoh memang tak ke mana.” Batinya senang.

“Itu kan cewek barunya Varo.” Ujar Aldo

“Maksud lo?” Dinnar yang mendengar pun terkejud, dan penasaran tentunnya.

“Iya, itu cewek yang gue maksud tadi, yang jalan sambil ngobrol akrab sama Varo.” Dinnar yang mendengar pun hanya tersenyum simpul.

          Seketika kelas menjadi hening saat Kanaya duduk di tempat duduknya, tempat duduk dosen yang teletak di depan kelas.

Assalamualaikum wr.wb.” Knaya mengucap salam, menyapa mahasiswa/i-nya dan langsung dijawab antusias oleh mereka.

“Baiklah perkenalkan nama saya Kanaya Naratama, kalian bisa panggil saya Kanaya, saya yang akan menggantikan bu Ratna mengajar mata kuliah komunikasi bisnis.” Seketika terdengar suara riuh mewarnai kelas itu, yang membuat Kanaya enggan melanjutkan ucapanya.

“Boleh panggil sayang gak?” Tanya seorang mahasiswa dan hanya dibalas senyuman oleh Kanaya.

          Di sisi lain Dinnar yang melihat kelakuan teman satu kelasnya itu berdecak sebal dan menggerutu dalam hati.

Cek..,sayang kepalamu peang, calon bini gua tuh.” Gerutu Dinnar dalam hati.

What, jangan bilang dia adeknya bang Helga.”Aldo melihat ke arah Dinnar seolah meminta penjelasan, setau Aldo keluarga Agustaf dan Naratama sangat dekat. Namun Dinnar hanya mengedikan kedua bahunya enggan menjawab Aldo.

          Saat menyadari Kanaya tidak berbicara, semua mahasiswa kembali diam dan sekali lagi Kanaya hanya tersenyum melihat kelakuan mahasiswanya itu.

“Sudah cukup ya perkenalanya, dan ini alamat email saya, kalian bisa mengumpulkan tugas atau bertanya mengenai materi yang belum kalian pahami.” Kanaya mengambil sepodol dan menulis di whiteboard.

“Ada yang ingin di tanyakan?” Kanaya memberi kesempatan mahasiswa/inya untuk bertanya.

“Bu Kanaya udah punya suami?” Tanya seorang mahasiswa yang duduk di bangku depan.

“Bu umurnya berapa? kok masih imut banget sih?” Tanya mahasiswa alay yang tidak hentinya menatap Kanaya.

“Bu Kanaya nanti pulang saya antar ya!”

“Bu mau nggak jadi makmum saya.” Arvan sahabat Dinnar pun tak mau kalah.

“Bu Kanaya alamat rumahnya dimana ya? Siapa tau bulan depan abang bisa ngehalalin bu Kanaya.”

Begitulah kira-kira pertanyaan yang membuat Kanaya geleng-geleng kepala. Kanaya berdehem cukup keras untuk menghentikan tingkah absurd mahasiswanya itu.

“Ehemmm…. Terimakasih untuk pertanyaanya, akan tetapi mohon maaf, karena pertanyaan kalian unfaedah so saya tidak akan menjawab pertanyaan kalian.” Kanaya berucap tegas namun dengan senyum ramah di akhir ucapan.

“Yahhhhh.” Semua mahasiswa kecewa karena Kanaya enggan memberi jawaba satupun akan pertanyaa mereka.

Bersambung……..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status