Share

Life After Marriage
Life After Marriage
Penulis: Rindu Pelangi

Bab 1 Awal Mula

Caramel, gadis sederhana berusia dua puluh tiga tahun, memiliki paras nan cantik jelita harus mengalami nasib kurang beruntung lantaran kehidupannya yang jauh dari kata cukup.

Gadis mungil yang selalu mengenakan baju over size itu bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran yang terletak di pinggiran kota Jakarta. Ibunya seorang penjual kue keliling dan ayahnya telah meninggal saat usianya masih belia. Caramel memiliki seorang adik laki-laki bernama Devon Setiaji yang menderita penyakit leukemia.

Keluarga Caramel terlilit hutang karena setiap satu minggu sekali Devon harus melakukan cuci darah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Hutangnya terhadap rentenir bernama Jarot kian membengkak.

Jarot memberikan penawaran kepada Caramel untuk melunasi hutang-hutangnya dengan menjadikan Caramel istri ke-empat. Awalnya Caramel menolak. Memangnya siapa yang sudi menjadi istri dari seorang laki-laki tua yang seumuran dengan ayahnya. Tapi demi melihat Devon kembali tersenyum tanpa merasakan sakit, Caramel rela menukar hidupnya dengan menerima lamaran lelaki tua itu.

Caramel hanya lulusan SMA. Gajinya yang tidak seberapa hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan biaya pengobatan Devon sangatlah mahal. Belum lagi harus membeli obat Devon yang biayanya tentu tidak murah.

Tidak ada pilihan lain. Hanya menikah dengan Jarot Caramel bisa melunasi hutang-hutangnya dengan cepat, tanpa harus membebani orang yang ada di sekitarnya.

***

BRAAAKKK!

Caramel tersentak saat mendengar suara benturan sangat keras berasal dari luar restoran tempat ia bekerja.

“Ada tabrak lari!” seru salah satu rekan kerjanya yang melongok dari pintu restoran.

Beberapa teman kerja Caramel ikut penasaran dan langsung berlarian ke tempat kejadian. Caramel yang kebetulan sudah waktunya pulang kerja pun memutuskan untuk mengambil tasnya terlebih dahulu kemudian turut bergabung bersama teman-temannya.

Caramel melihat kerumunan orang yang sedang menyaksikan tabrak lari. Dia pun penasaran kemudian ikut membelah dan menyelusup untuk melihat korban tabrak lari yang menyedihkan itu.

Sesampainya Caramel di depan korban itu, korban itu telah meninggal saat kejadian dan sudah ditutupi beberapa lembar koran yang menutupi bagian tubuh dan wajahnya.

“Kasihan sekali ibu-ibu ini. Ibu ini 'kan yang biasanya jualan kue keliling di komplek kita,” telisik salah satu di antara orang-orang itu.

“Penjual kue keliling?” lirih Caramel.

Seketika perasaan Caramel menjadi tidak enak. Jantungnya berpacu cepat saat melihat potongan pakaian yang dikenakan oleh korban tersebut.

“Mbak, mau ngapain?” tanya ibu-ibu di sana saat melihat tangan Caramel menjulur hendak membuka koran penutup wajah korban itu.

“Maaf, Bu. Boleh saya melihat korban ini?” tanya Caramel tenang, meski dalam hatinya kini diliputi rasa gundah yang teramat besar.

“Jangan, Mbak. Sekarang polisi sedang perjalanan ke sini dengan membawa ambulance. Wajah korban ini juga sudah tidak berupa. Saya khawatir justru sidik jari Mbak nanti yang malah tertinggal di sana,” jawab ibu-ibu tersebut sedikit memaksa Caramel untuk mundur.

“Tapi, Bu... sepertinya saya mengenali baju ini. Izinkan saya melihat sebentar saja. Saya janji hanya lima detik,” pinta Caramel bernegosiasi.

Beberapa orang di sana memperhatikan perdebatan kecil itu.

“Sudah, Bu, biarkan saja Mbak ini melihat,” seloroh seorang ibu-ibu yang berdiri di belakang Caramel.

Akhirnya ibu-ibu itu mengangguk Caramel pun tersenyum lega. “Terima kasih, Bu,” ucapnya senang.

Caramel memantapkan hati untuk memberanikan diri membuka koran penutup wajah korban. Dengan perasaan yang disinyalir rasa berdebar, perlahan tangannya mulai terulur.

Seketika matanya membulat sempurna saat melihat wajah tersebut.

“IBUUUU!!” teriak Caramel histeris.

Caramel langsung bersimpuh memeluk jasad korban yang dikenali ternyata ibunya. Hancur, tentu saja. Tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang sangat disayang.

Orang-orang di sana sangat terkejut melihat pemandangan itu. Mereka merasa iba dengan peristiwa buruk yang dialami Caramel.

“Ibu, jangan tinggalkan Amel. Ini Amel, Bu. Ibu bangun! Bangun, Bu!”

Caramel terus menangis meraung tanpa tertahan. Rasanya benar-benar menyakitkan. Bak dihantam ombak yang mengombang-ambing dirinya tanpa rasa kasihan.

Wajah korban itu nyaris tak terlihat karena lumuran darah yang mengalir hampir di seluruh wajahnya. Namun, Caramel dengan mudah ia dapat mengenali sosok itu karena selama puluhan tahun ia hidup bersama ibunya.

“Mel, kamu yakin ini ibu kamu? Wajahnya sudah tidak berupa. Mungkin saja kamu salah mengenali,” tanya rekan kerja Caramel memastikan. Ia menghampiri Caramel kemudian merangkul Caramel dari belakang.

“Nggak mungkin, Al... ini benar Ibu. Aku hapal betul wajah ibuku,” jawab Caramel di sela isak tangis.

Sementara itu gadis yang bernama Alya tersebut hanya bisa mengelus punggung Caramel yang terus bergetar akibat tangisan.

“Kamu yang sabar ya, Mel... aku yakin dibalik ini semua, ada rencana indah yang sudah Tuhan persiapkan untuk kamu.” Alya terus menenangkan Caramel yang entah ucapannya itu didengar atau tidak oleh Caramel yang sedang terpuruk.

“Ibu bangun, Ibu! Ibu! Tolong buktikan sama mereka kalau ibu masih hidup. Tunjukkan sama mereka kalau ibu hanya pingsan. Amel mohon, Bu… tolong ibu bangun!” teriak Caramel sambil mengguncang tubuh ibunya.

Tangis Caramel yang mulanya pecah perlahan mulai mereda karena tenaganya hampir terkuras. Bahkan air matanya nyaris kering karena terlalu banyak yang tertumpah.

“Amel... aku tahu ini berat buat kamu. Tapi tidak ada yang ibu kamu harapkan saat ini selain kamu mengikhlaskannya. Biarkan ibu kamu pergi dengan tenang, ya.” Alya membujuk Caramel yang terus menggeleng, seolah tidak terima dengan kenyataan yang terjadi.

Tak berselang lama setelah itu, saat Caramel masih memeluk jasad ibunya yang tidak bernyawa, beberapa polisi datang dengan membawa petugas rumah sakit yang sudah bersiap untuk mengevakuasi jasad tersebut.

“Ayo, aku bantu kamu.” Alya membantu Caramel berdiri.

Dengan langkah gontai dan dituntun oleh Alya, Caramel mengikuti langkah petugas yang membawa ibunya masuk ke dalam ambulan.

Tubuh Caramel terasa lemas, tulang di dalam tubuhnya seakan lepas dari tempatnya. Pandangannya buram, rasanya ia tak kuat lagi menopang beban tubuhnya hingga akhirnya ia pingsan.

***

Tak jauh dari tempat kejadian, terlihat dua orang pria sedang menyaksikan pertunjukan menyedihkan itu dari dalam mobil. Pria itu adalah Yuan Alexander dan Surya.

Yuan adalah seorang pengusaha muda berusia dua puluh delapan tahun, berpenampilan menarik, tampan, tinggi, berkulit putih dan memiliki postur tubuh yang ideal. Yuan merupakan idaman bagi setiap kaum hawa yang memandang. Namun sayang, sifatnya yang dingin tak jarang membuat banyak orang membeku saat beradu pandang.

Yuan adalah salah satu orang yang mengetahui kejadian tabrak lari tersebut. Supirnya yang bernama Surya telah terlibat dan menabrak ibu Caramel hingga meninggal. Sebenarnya hal itu tidak murni kesalahannya karena di saat yang bersamaan, ada pengendara lain yang lebih dulu menabrak korban dan melarikan diri.

Bukan maksud Yuan untuk menjadi seorang pengecut karena malah melarikan diri dan menyembunyikan fakta kebenaran, tapi kondisi sangat tidak memungkinkan untuk ia mengakui saat itu.

Yuan diliputi rasa bersalah yang teramat besar terhadap gadis yang kini tengah menangis meraung di hadapan jasad korban. Yuan telah terlibat dalam kepergian nyawa seseorang, dan Yuan yang pengecut itu hanya bisa bersembunyi di balik deretan orang yang tengah menerka siapa pelakunya.

Yuan mengambil ponsel dari saku celananya dan menelpon seseorang.

“Hallo. Ya, urus semuanya. Cari identitas gadis di foto yang aku kirim. Kabari aku segera.” Ucap Yuan singkat kepada penerima telepon di seberang sana.

Yuan memijat pelipisnya yang terasa pening. Dia harus mempertanggungjawabkan kesalahannya kepada gadis itu. Tapi bagaimana caranya?

“Tuan ... saya harus bagaimana, Tuan? Saya tidak mau di penjara. Istri dan anak saya mau makan apa jika saya di penjara?” Surya mengeluh bingung harus berbuat apa karena dihadapkan situasi yang sulit.

“Kita pulang saja sekarang. Kita bahas masalah ini di rumah,” jawab Yuan pada Surya dengan nada datar.

Surya pun menuruti keinginan sang majikan dengan melajukan mobilnya menuju kediaman Alexander.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status