Caramel, Alya dan Devon keluar kamar menuju ruang tamu di mana acara sakral itu akan dilangsungkan. Rasanya Caramel hampir tidak sanggup menopang beban hidupnya. Baru saja ia kehilangan ibunya dan kini harus menikah dengan seorang pria tua yang akan menjadikannya istri ke-empat.
Sungguh miris. Dalam hidupnya sesusah apa pun keadaannya, Caramel tidak pernah menyangka akan mengalami nasib seburuk itu.“Bukan main. Calon istriku ini memang sangat cantik,” puji Jarot saat melihat kedatangan Caramel. Dia memutari tubuh Caramel seraya memindai penampilan Caramel dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Aku sudah tidak sabar untuk menantikan malam pertama kita, Sayang,” imbuhnya lagi sambil mencolek dagu Caramel.Seketika Caramel membuang muka. Mengacuhkan pandangan pada laki-laki yang sama sekali tidak dia inginkan.“Jangan sok jual mahal, Sayang... ingatlah dengan apa yang sudah aku berikan untuk kamu, untuk adikmu yang sakit-sakitan itu. Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku, milikku... akan kupastikan kamu akan menjadi istri kesayangan ku.” Diikuti gelak tawa sangat puas.Muak. Tentu saja. Rasanya Caramel ingin menampar pria di hadapannya itu hingga membekas. Jika bukan karena Devon, Caramel tidak akan rela harga dirinya diinjak-injak sedemikian rupa oleh rentenir itu.“Kakek… Kakek jangan berkata seperti itu. Kalau Kakek selalu menyakiti kak Amel, aku tidak akan restui pernikahan kalian.” Devon mendongak melihat Jarot yang saat ini masih memandangi kakaknya. Devon kesal. Dia tidak suka kakaknya diperlakukan seperti itu.“Hei, anak manis. Dengan atau tanpa restu dari kamu, aku tidak peduli. Kamu sama sekali tidak ada artinya, Bocah penyakitan!” Jarot mendorong tubuh Devon membentur tubuh Alya membuat Caramel tersentak.“Jarot, Cukup! Kamu tidak berhak memperlakukan adikku seperti itu. Jika kamu mau menghina, hina aku, jangan adikku. Sudah cukup aku mengabdikan hidupku untuk kamu, jangan kamu sakiti apalagi sampai membuat dia menangis karena ulah kamu! Sekali lagi kamu berani menyentuh adikku, kupastikan kamu akan kehilangan tangan-tanganmu! ”Caramel menatap murka ke arah Jarot. Dia benar-benar tidak terima melihat adiknya dihina dan didorong seenaknya. Caramel mengancam bukan sembarang mengancam. Jika hal itu benar terjadi, Caramel tidak akan segan untuk benar-benar melakukannya. Dia tidak peduli jika harus mendekam di penjara demi melindungi adiknya.“Wow, berani juga kamu rupanya. Sudah bosan hidup kamu sampai-sampai berani mengancamku, hah?!” Jarot mencengkeram dagu Caramel membuat orang-orang yang berada di ruangan itu terkejut.“Kak!” teriak Devon hendak menolong namun dengan cepat Alya melarang Devon agar tidak mendekat.“Lebih baik kamu bunuh aku sekarang daripada aku harus hidup dengan laki-laki berengsek seperti kamu!” tantang Caramel.Jarot menyeringai. “Membunuh kamu? Enak saja. Aku tidak akan melakukan itu, Sayang. Tubuhmu terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja.” Jarot melepaskan cengkraman tangannya kemudian memutar badan dan duduk di sebuah kursi yang akan digunakan untuk ijab kabul.“Bos, penghulunya sudah datang,” lapor anak buah Jarot.“Suruh dia masuk dan nikahkan kami sekarang juga.”“Siap, Bos!”Beberapa detik setelah itu, penghulu datang dan disambut ramah oleh Jarot. Alya menuntun Caramel untuk duduk di sebelah Jarot dan menghadap penghulu.“Kalau ada pilihan lain, aku pasti akan membantumu keluar dari masalah ini, Mel... sayangnya aku juga tidak bisa melakukan apa-apa,” bisik Alya merasa tidak berguna sebagai sahabat. Caramel mengusap tangan Alya sekilas seraya tersenyum terpaksa.Setelah berbincang-bincang beberapa saat untuk menanyakan kesiapan para mempelai, sang penghulu mulai menjabat tangan Jarot tanda akan segera dilangsungkannya acara akad.“Wahai saudara Jarot bin Sulaiman. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Caramel binti almarhum Maulana yang walinya diwakilkan kepada saya, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 10 gram dibayar tunai!” ucap penghulu itu dengan lantang.“Saya terima nikah dan kawinnya Caramel binti—”“STOP! Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!”Ucapan Jarot terhenti seketika tatkala melihat seorang pria berpenampilan nyentrik berdiri di ambang pintu memotong acara itu. Kilatan kemarahan Jarot terpancar. Dia tidak suka ada yang mengusik apalagi mengganggu rencananya.“Siapa dia? Tampan sekali.” Banyak orang-orang berbisik membicarakan paras Yuan yang kelewat tampan. Kini semua mata tertuju pada sosok misterius yang mulai mendekat ke arah Jarot dan Caramel.“Siapa kamu? Apa urusanmu datang kemari dan mengganggu acara pernikahanku?” tanya Jarot kesal.Jarot berdiri untuk beradu pandang dengan Yuan yang tingginya jauh di atas dia sehingga Jarot harus mendongak.Tanpa berkata-kata, Yuan langsung meminta Dirga untuk memberikan koper berisi uang itu kepada Jarot.“Apa ini?” tanya Jarot bingung namun belum surut kekesalannya.“Buka saja,” perintah Yuan santai.Jarot langsung membungkuk untuk membuka koper itu. Seketika matanya membelalak saat melihat jejeran uang seratus ribuan tertata rapi di koper itu.“Uang?” Jarot semakin kebingungan.“Iya. Itu 'kan yang kamu butuhkan. Masih kurang?”Pertanyaan enteng Yuan membuat Jarot linglung. Uang sebanyak itu masih bisa dia berkata kurang? Tentu saja ini jumlahnya jauh lebih banyak dari uang yang dia miliki.Jarot menutup koper itu dan kembali menatap Yuan. “Sebentar, apa maksud ini semua? Uang apa ini?”“Aku menebus gadis itu dari tawanan kamu. Mulai sekarang hutangnya sudah lunas dan kamu bisa pergi dari sini,” pinta Yuan tanpa ekspresi.“Apa? Tidak. Aku tidak mau. Aku lebih memilih Caramel daripada uang yang tidak seberapa itu.”Bug!Dirga melempar satu koper lagi namun ukurannya kini lebih kecil. Tanpa disuruh Jarot langsung membuka koper itu lagi. Kali ini pertahanan Jarot mulai goyah tapi dia masih jual mahal.“Yakin kamu tidak mau melepaskan gadis itu? Dengan kamu memiliki uang ini, kamu bisa menjerat wanita sebanyak yang kamu mau. Kamu bisa melakukan apa pun.”“Sudah, Bos, terima saja uangnya. Benar kata dia. Bos bisa mendapatkan banyak wanita menggunakan uang itu,” bisik anak buah Jarot.Uang itu memang sangat banyak. Katakanlah Yuan sekarang sedang membayar nyawa Ningsih dengan uang itu, meski pada kenyataannya nyawa tidak bisa ditukar dengan apa pun.“Tunggu!” cegah Caramel yang sedari tadi menyimak pembicaraan dua orang itu.Caramel menengahi dua pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan.“Urusanku sudah selesai. Aku akan pergi dari sini. Caramel Sayang … kuharap kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti.” Jarot mencolek pipi Caramel setelah itu mengambil dua koper itu dan menentengnya keluar dari rumah Caramel.Suasana yang sebelumnya mencekam karena Caramel akan menikah dengan Jarot seketika mencair setelah sosok misterius itu datang. Semua orang menerka, siapakah gerangan pria tampan itu yang tiba-tiba datang menyelamatkan hidup Caramel dari jerat rentenir kejam seperti Jarot.Yuan menoleh sekilas ke arah Caramel. Tanpa berbasa-basi dia langsung duduk berhadapan dengan penghulu.Seperti mengerti dengan maksud tuan mudanya, Dirga langsung memberikan penjelasan kepada Caramel terkait rencana yang Yuan jalankan.“Silakan duduk, Nona. Tuan Yuan akan menikahi Nona menggantikan pria bernama Jarot tadi,” ujar Dirga mempersilakan Caramel untuk duduk di sebelah Yuan.“Tunggu dulu… kalian ini siapa? Bahkan aku tidak mengenal kalian, tapi kalian datang melunasi hutang-hutang saya dan mau menikahi saya? Apa maksud ini semua? Kalau kalian menginginkan saya membayar hutang itu, saya akan bayar, tapi saya butuh waktu.”Caramel yang rasa penasarannya tak terbendung lagi, akhirnya tercetuslah pertanyaan tersebut.“Dasar tidak tahu terima kasih,” cibir Yuan.Caramel melirik tajam. “Terima kasih banyak Tuan sudah membantu saya terlepas dari Jarot. Tapi apakah saya cukup aman berada di genggaman, Tuan? Saya tidak tahu Tuan siapa dan apa motifnya melakukan ini semua. Saya rasa wajar kalau saya juga menaruh curiga terhadap, Tuan.” Caramel mengemukakan kecurigaannya.Yuan berdiri tegak. Terlihat berwibawa dan berkharisma.“Kamu tidak perlu tahu saya siapa, yang perlu kamu lakukan sekarang hanyalah duduk manis menghadap penghulu karena saya akan mengucapkan janji suci untuk menikahi kamu.”“Jika Anda menginginkan saya membayar hutang itu, saya bisa menjadi pembantu dan mengabdi untuk Anda. Anda tidak perlu menikahi saya.”“Mau berapa lama? Sampai rambut kamu memutih pun kamu tidak akan sanggup membayarnya. Lagipula yang saya butuhkan itu istri, bukan pembantu atau pun uang.”Caramel menggeleng. Dia benar-benar bingung. Pasalnya dia sama sekali tidak mengenal laki-laki di hadapannya ini.“Nona, menurutlah. Saya yakin hidup Nona akan bahagia setelah menikah dengan Tuan Yuan. Beliau orang yang sangat baik,” bujuk Dirga pada Caramel.“Aku tidak mau,” kekeh Caramel.“Dirga, panggil Jarot kembali ke sini. Sepertinya perempuan ini lebih menyukai Jarot,” ujar Yuan.Mendengar nama Jarot akan kembali dipanggil membuat Caramel dilema. Dia tidak ingin berurusan lagi dengan Jarot.“Mel, sudahlah menurut saja. Lagipula apa salahnya menikah dengan dia. Dia sangat tampan. Semua orang iri dan ingin memiliki kesempatan beruntung seperti kamu,” bisik Alya. “Kamu mau menjadi budak cinta si Jarot itu? Kalau aku sih pasti lebih menerima laki-laki misterius ini,” lanjut Alya.“Al, bagaimana kalau mereka ini Mafia? Kamu tega sahabat kamu menjadi budak mereka?” sahut Caramel penuh kebimbangan.“Dirga, kamu tuli? Panggil Jarot ke sini sekarang!” pinta Yuan lagi kali ini lebih tegas.“Tu–tunggu! Baik, saya mau menikah dengan Anda,” jawab Caramel kemudian.Yuan kembali duduk dengan nyaman di kursi yang menghadap langsung dengan penghulu. Perlahan Caramel melangkah dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Yuan.Caramel menoleh ke kanan dan ke kiri, dia merasa belum yakin dengan keputusannya ini. Tapi menikah dengan Jarot juga bukan keputusan yang tepat. Sudahlah. Caramel akan pasrah dengan takdir ke mana akan membawanya.Sebelum janji suci dilantunkan Yuan dan penghulu itu berbincang untuk membahas mas kawin yang akan diberikan. Setelah data kedua calon mempelai terkumpul, Yuan mulai berjabat tangan dengan penghulu.“Saudara Yuan Alexander bin Alexander, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Caramel binti almarhum Maulana yang walinya telah diwakilkan kepada saya, dengan mas kawin sebuah cincin berlian dan uang sebesar lima puluh juta dibayar Tunai!”“Saya terima nikah dan kawinnya Caramel binti almarhum Maulana dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”Yuan menyahut hentakan tangan penghulu dengan mengucapkan janji pernikahan yang disaksikan oleh warga sekitar dan anak buah Yuan dengan jelas dan nyaring. Bahkan dalam satu tarikan napas Yuan mampu menyelesaikannya dengan tegas.“Bagaimana, Saksi? Sah?” tanya penghulu kepada para saksi dan tamu undangan.“SAH!”"SAH!""SAH!" Jawab para saksi dan tamu undangan terdengar kompak diiringi senyum sumringah."Alhamdulillahirrabbil 'alamin." Penghulu itu melanjutkan dengan membacakan doa untuk kedua mempelai.Pernikahan itu membawa cerita tersendiri bagi siapa pun yang menyaksikan. Banyak yang tersenyum lega melihat pernikahan Caramel dengan sosok misterius itu.Akhirnya hidup Caramel tidak se-mengerikan yang dibayangkan sebelumnya. Bayangan tentang menjadi istri ke-empat dari pria yang sudah tua sungguh bukan sebuah impian. “Silakan, Tuan.” Dirga memberikan sebuah kotak cincin kepada Yuan.Yuan membuka kotak itu dan mengambil sebuah cincin dari sana. “Mana jari manis kamu?” tanya Yuan meminta Caramel menunjukkan jari manisnya.Caramel enggan. Akhirnya Yuan mengambil paksa tangan Caramel tanpa persetujuan empunya. Yuan menyematkan cincin pernikahan itu di jari Caramel. Yuan menyodorkan kotak itu kepada Caramel. Bukannya menyambut Caramel malah melihat Yuan dengan tatapan bingung. “Pasangkan ke jari ku,” pinta Yuan datar. Dengan ragu Caramel mengambil cincin itu dan memasangkan cincin yang serupa dengan miliknya itu di jari manis Yuan.Canggung, tentu saja. Mereka baru saja sah menjadi p
Mengagumkan. Ya, itulah yang Caramel dan Devon pikirkan saat pertama kali memasuki pelataran rumah mewah milik keluarga Alexander. Terdapat banyak mobil mewah berjejer rapi kian menambah decak kagum keduanya. Bangunan megah nan elegan membuat kesan glamor yang tak terbantahkan. “Ayo, masuk... Rumah ini rumah kalian juga sekarang,” ujar Yuan berjalan lebih dulu memasuki teras rumah. “Kak Yuan, ini rumah Kakak?” tanya Devon sambil mengedarkan pandangan melihat sekeliling.“Bukan, ini rumah peninggalan Pak Alexander,” jawab Yuan santai. “Pak Alexander siapa?”“Papahnya Kakak.” Yuan mencubit pipi Devon gemas. “Ayo, masuk,” sambungnya.Yuan menggiring Caramel dan Devon masuk ke dalam rumah. Semua pengawal dan pembantu tunduk kepadanya membuat Caramel heran.“Kamu pasti bingung kenapa semua orang tunduk sama aku?”Lagi-lagi Yuan dapat membaca pikiran Caramel. Caramel semakin heran dengan pekerjaan Yuan. Jangan-jangan selain menjadi pengusaha Yuan juga menjadi seorang paranormal. “Setela
Sang Surya mulai memancarkan sinarnya tanpa malu-malu. Melalui celah jendela kamar, sinarnya menembus masuk ke dalam kamar Yuan. Yuan mulai tersadar dan mengucek mata.Yuan melihat ke bawah dan mendapati sebuah selimut yang membungkus tubuhnya. Sekilas Yuan tersenyum, ia yakin pasti Caramel lah yang telah memberi selimut itu untuknya. “Sebenarnya seperti apa kamu Caramel? Kadang kamu acuh, kadang perhatian.”Yuan melihat ke arah ranjang dan sudah tidak ada Caramel di sana. Yuan bergegas bangun dan mencari keberadaan Caramel di kamar mandi. Namun, tak juga ia temukan. Yuan turun ke lantai bawah. Dari kejauhan ia melihat Caramel tengah berada di dapur. Tanpa sadar senyum tipis terurai di bibir Yuan. “Bi Tyas ke mana? Kok kamu yang masak?” “Aw!”Caramel mengaduh karena pertanyaan Yuan membuat Caramel kaget hingga tanpa sengaja pisau yang dia pegang mengenai jarinya.“Kamu kenapa? Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkan kamu,” sesal Yuan seraya meraih jemari Caramel yang terluka. Yuan l
Bim! Bim! Bim! “Itu pasti om Bima dan tante Sinta, ayo kita keluar,” ajak Yuan pada Caramel dan juga Devon yang telah selesai bersiap-siap. Dari raut keduanya terlihat sangat menyedihkan. Caramel memeluk Devon sambil menangis.“Kamu semangat berjuang untuk sembuh ya, Sayang, supaya kamu cepat kembali ke sini. Kakak pasti merindukan kamu,” ujar Caramel sambil menangis sesenggukan.“Iya, Kak. Devon akan berjuang keras. Devon pasti sembuh, Kak. Maaf kalau selama ini Devon merepotkan Kakak terus,” tutur Devon membuat tangis Caramel semakin pecah.“Jangan bicara seperti itu. Nggak ada yang merasa direpotkan. Ini sudah menjadi tanggung jawab Kakak.”Adik dan Kakak itu meraung karena perpisahan ini terasa berat untuk mereka berdua. Dua insan yang saling melengkapi kini dipisahkan oleh keadaan demi tujuan yang lebih baik. “Ssh, ssh, sudah sudah. Ini hanya sementara, Devon, Amel... kalian akan bersatu lagi. Saat ini biarlah jarak memisahkan kalian berdua, tapi nanti... kalian akan menuai bua
Waktu terus bergulir, setelah kepergian Devon kerapkali Caramel merasa kesepian. Hari-harinya terasa sangat membosankan. Caramel seperti burung yang terkurung dalam sangkar emas.Beruntung beberapa hari ini penghuni rumah tak ada yang singgah selain Yuan dan dirinya. Jennifer dan Selina sedang ada kegiatan kampus sementara Damitri sibuk dengan arisan sosialita-nya yang melakukan acara di luar negeri.Menilik tentang hubungan cintanya dengan Yuan, belum ada yang berarti. Semuanya masih sama. Namun saat ini sudah ada rasa canggung setiap kali mereka bersentuhan atau bertatap mata tanpa sengaja.Jika melihat fisik, rasanya tidak sulit untuk mencintai sosok seperti Yuan. Siapa yang bisa menolak kharisma dan ketampanannya? Yuan bagaikan titisan dewa yang beruntung Caramel dapatkan.Caramel jalan-jalan santai mengelilingi rumah megah Alexander. Beberapa kali ia disapa oleh banyak pembantu yang ada di rumah Yuan. Caramel membalas dengan senyum ramah.Hiruk pikuknya kota Jakarta yang terkenal
Kepergian Caramel dari rumah Yuan membawa kesedihan tersendiri bagi Caramel. Jika bukan karena mengikuti suaminya, Caramel akan lebih memilih untuk menempati rumahnya yang sederhana tapi penuh cinta.Meski rumahnya tidak mewah seperti rumah suaminya, tapi di rumah sederhana itu Caramel bisa menemukan kenyamanan dan kebahagiaan. Berbeda halnya dengan rumah Yuan yang hanya merasakan kesedihan karena keberadaannya tidak dianggap.Caramel berjalan menyusuri trotoar dengan beralaskan sandal yang sudah usang. Sama sekali tidak mencerminkan bahwa dirinya seorang istri dari pengusaha muda ternama. Ia terus berjalan dan menaiki angkutan umum menuju pemakaman ibunya.Air mata Caramel terjatuh saat melihat gundukan tanah yang mulai mengering.“Ibu ... Caramel datang, Bu. Caramel bawakan bunga kesukaan ibu,” ucap Caramel sesampainya di depan pusara makam ibunya dan meletakkan seikat bunga yang sempat dia beli di dekat gerbang pemakaman. Bibir Caramel bergetar menahan tangis. “Caramel kangen bang
Sesampainya Caramel di rumah, ia kembali merasakan kehangatan dan kedamaian. Ia merasa seperti berada di zona nyaman yang selama ini dia rindukan. Zona yang membuatnya senang, nyaman dan merasa aman berada di dalamnya. Caramel meletakkan tasnya. Ia membaringkan tubuhnya di kasur yang sudah terasa tidak empuk lagi. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan melupakan kejadian buruk yang menimpanya hari ini.Saat bayangan tentang perlakuan keluarga suaminya itu datang, dengan segera Caramel menyapunya. Ia tidak ingin berlarut dalam belenggu yang membuatnya tertekan. Caramel bergegas membersihkan diri. Badannya terasa lengket sejak siang akibat terkena keringat dan sinar matahari.Usai mandi dan berganti pakaian Caramel duduk di ruang tamu dengan memandangi foto keluarganya. “Ayah… ibu... maafkan aku. Selama hidup aku belum sempat membahagiakan kalian. Aku belum bisa membuat kalian bangga,” sesal Caramel sambil mengelus foto tersebut. Air matanya kembali terjatuh.“Ayah… maafkan aku belum b
Yuan terbangun setelah mendengar suara tukang bubur melintas di depan rumah Caramel.Yuan mengedarkan pandangan namun tak mendapati Caramel dalam ruangan itu. Dia berpikir mungkin saja Caramel masih tidur.Ya, mereka tidur terpisah. Yuan di ruang tamu sementara Caramel tidur di kamarnya. Mereka sudah berkomitmen untuk tidak melakukannya sebelum mereka saling mencintai.“Caramel… Mel... kamu di mana?” panggil Yuan mencari keberadaan Caramel. Yuan membuka pintu kamar Caramel namun kosong. Yuan beralih ke dapur dan kamar mandi tapi Caramel tak juga ia temukan.“Mel, Mel... kamu ke mana lagi, sih? Hobi banget ngilang-ngilang begini,” gumam Yuan. Yuan membuka pintu utama dan melihat Caramel sedang berbelanja di tukang sayur bersama ibu-ibu lainnya. Caramel terlihat akrab sesekali mereka juga bercanda saling melempar candaan. “Ternyata senyum kamu manis juga,” celetuknya terlontar begitu saja. “Semoga suatu saat kita bisa menjadi pasangan suami istri sungguhan. Saling melengkapi, saling m