Share

Bab 6 Kekesalan Yuan

Sang Surya mulai memancarkan sinarnya tanpa malu-malu. Melalui celah jendela kamar, sinarnya menembus masuk ke dalam kamar Yuan. Yuan mulai tersadar dan mengucek mata.

Yuan melihat ke bawah dan mendapati sebuah selimut yang membungkus tubuhnya. Sekilas Yuan tersenyum, ia yakin pasti Caramel lah yang telah memberi selimut itu untuknya.

“Sebenarnya seperti apa kamu Caramel? Kadang kamu acuh, kadang perhatian.”

Yuan melihat ke arah ranjang dan sudah tidak ada Caramel di sana. Yuan bergegas bangun dan mencari keberadaan Caramel di kamar mandi. Namun, tak juga ia temukan.

Yuan turun ke lantai bawah. Dari kejauhan ia melihat Caramel tengah berada di dapur. Tanpa sadar senyum tipis terurai di bibir Yuan.

“Bi Tyas ke mana? Kok kamu yang masak?”

“Aw!”

Caramel mengaduh karena pertanyaan Yuan membuat Caramel kaget hingga tanpa sengaja pisau yang dia pegang mengenai jarinya.

“Kamu kenapa? Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkan kamu,” sesal Yuan seraya meraih jemari Caramel yang terluka.

Yuan langsung mengisap darah yang tak kunjung berhenti. Tidak ada rasa jijik. Yuan hanya ingin darah yang mengalir segera terhenti.

Caramel melihat Yuan lekat-lekat. Melihat perhatian Yuan yang spontan membuat hatinya sedikit bergetar.

“Em, ini nggak apa-apa, kok. Nanti juga sembuh.” Caramel menarik tangannya.

“Amel ... jangan menyepelekan luka. Kalau terjadi infeksi bagaimana?”

“Nggak usah berlebihan, ini hanya luka kecil, kok.”

“Tunggu di sini dulu, jangan ke mana-mana.” Yuan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Caramel. Dia pergi mengambil kotak obat dan membawanya kepada Caramel.

Dengan telaten Yuan mengobati luka Caramel dan membungkusnya menggunakan perban. Caramel memperhatikan sikap Yuan yang jujur saja membuat hatinya terbawa suasana. Caramel menatap Yuan yang sibuk membungkus lukanya nyaris tanpa berkedip.

“Tampan,” celetuk Caramel tanpa disadari.

“Kenapa?” Yuan ingin memperjelas, membuat Caramel gelagapan.

“Em, enggak.”

“Kenapa? Kamu mulai jatuh cinta sama aku?”

“Enggak! Nggak usah GR jadi orang.”

“Bi Tyas ke mana, kok kamu yang masak? Harusnya kamu nggak usah repot-repot.”

“Bi Tyas pergi ke pasar. Kebetulan bahan makanan sudah habis. Jadi aku masak bahan seadanya. Nggak repot, kok. Ini sudah pekerjaan ku sehari-hari sebelum berangkat kerja.”

“Wah, wah, wah... menjijikkan sekali pemandangan pagi ini. Hari yang seharusnya kusambut dengan ceria malah melihat pertunjukan yang membuatku mual.”

Selina datang langsung mencibir dengan tangan bersedekap. Yuan menoleh ke sumber suara. Jelas dia tidak terima dikatakan seperti itu.

Yuan membalik badan menatap Selina tajam. “Kamu bilang apa? Coba katakan sekali lagi,” pinta Yuan mencoba bersabar.

Caramel menarik lengan Yuan karena terlihat sekali Yuan sangat kesal.

“Pertunjukan yang menjijikkan. Kenapa? Kakak tidak terima?”

Yuan hendak melayangkan sebuah tamparan di pipi Selina, namun dengan tanggap Caramel mencekal tangan Yuan.

“Mas, jangan,” sergahnya.

“Apa? Mas? Astaga, kampungan sekali. Kakak jadi ketularan norak tahu nggak semenjak sama dia.”

“Selina cukup! Aku yang meminta panggilan itu, ada yang salah? Panggilan itu bagus. Bahkan terdengar lebih menghargai dan aku suka. Kalau kamu tidak suka, kamu bisa pergi dari rumah ini!”

“Kak Yuan ngusir aku?”

“Astaga, Yuan, Selina … ada apa ini, pagi-pagi begini sudah ribut?” Damitri datang dan menengahi pertengkaran anak-anaknya.

“Kak Yuan ngusir aku, Mah.” Adu Selina dengan tampang terdzolimi.

“Apa? Yuan, apa-apaan kamu? Jangan bilang ini semua karena perempuan kampung ini!” Lagi-lagi Damitri menuduh Caramel yang tidak tahu menahu.

“Jangan salahkan Caramel, dia nggak salah!” tegas Yuan gusar.

“Yuan, kapan sih kamu sadar. Perempuan ini nggak baik buat kamu. Dia membawa pengaruh buruk untuk kamu.” Damitri terus mencecar dengan menjelekkan Caramel.

“Apa sih yang sudah dia berikan sampai-sampai kamu membela dia habis-habisan? Apa dia sudah mencuci otak kamu. Atau jangan-jangan kamu sudah dipelet sama dia?” tuduh Damitri semakin menjadi.

“Tante, cukup, ya. Selama ini saya diam karena saya menghargai Tante sebagai Ibu dari suami saya. Tapi apa yang Tante tuduhkan itu sama sekali tidak benar. Saya memang orang miskin, tapi saya tidak pernah punya niatan konyol seperti itu. Jangankan membayar dukun, bisa makan setiap hari saja saya sudah bersyukur.”

Caramel memberanikan diri berbicara dengan Damitri. Dia tidak bermaksud kurang ajar, hanya saja dia juga tidak terima jika harga dirinya diinjak-injak terus menerus.

“Oh, bersuara juga kamu akhirnya. Tidak usah sok polos. Kamu pikir saya nggak tahu kamu perempuan seperti apa? Kamu pasti sangat senang karena Yuan terus membela kamu, setelah ini, perlahan kamu akan meminta Yuan mengusir keluarganya satu persatu dan kamu akan menguasai harta Alexander, begitu kan niat kamu!”

Caramel menggeleng. Ia tidak menyangka orang terpandang seperti Damitri memiliki sifat yang sangat buruk. Bahkan mulutnya lebih rendah layaknya orang tak berpendidikan.

“Sayang, lebih baik kita pergi dari sini. Nggak usah masak. Biarkan mereka usaha sendiri kalau mau makan. Biar sekalian aku minta Bi Tyas untuk tidak kembali sampai nanti siang, biar mereka kelaparan.” Mood Yuan benar-benar buruk pagi ini. Lontaran demi lontaran yang keluar dari mulut Damitri dan Selina membuatnya kesal.

Yuan dan Caramel melenggang pergi meninggalkan dua orang yang membuat suasana hatinya bergemuruh.

“Yuan! Keterlaluan kamu! Karena wanita sialan itu, kamu tega perlakukan Mamah seperti ini!” teriak Damitri yang tak mendapat respon berarti dari Yuan.

“Mas, seharusnya kamu nggak boleh bersikap seperti itu,” ucap Caramel saat mereka telah berada di kamar.

Yuan menghentikan langkah. “Menurut kamu aku harus bersikap seperti apa? Aku hanya ingin Mamah tidak terlalu arogan. Kamu dengar sendiri kan tadi bagaimana omongan Mamah? Nggak ada yang masuk akal, Mel. Jika aku terus patuh dengan segala permintaan Mamah, mamah akan semakin ngelunjak. Mamah harus diberi pengertian supaya Mamah paham kalau apa yang dia lakukan itu salah. Kamu itu istri aku, Mel... apa pun kondisi kamu, aku harus membelamu. Kamu tanggung jawabku. Aku harus memastikan kalau kamu baik-baik saja.”

“Tapi Tante Damitri ibu kamu, Mas. Surgamu ada di bawah telapak kakinya. Yang harus kamu prioritaskan itu ibu kamu, bukan istrimu karena kamu anak laki-laki. Ridhomu terletak pada ibu kamu. Bagaimana kalau Tente Damitri murka? Kamu bisa saja kehilangan semuanya, Mas....”

Yuan tampak berpikir keras mendengar perkataan Caramel. Apa yang Caramel ucapkan ada benarnya.

“Tapi mamah sudah sangat keterlaluan, Mel....”

“Aku tahu. Aku juga minta maaf karena tadi sempat menentang ibu kamu. Aku hanya tersulut emosi tadi. Mungkin Ibu kamu hanya belum terima karena seharusnya kamu menikah dengan Evelin model ternama, bukan sama aku. Gadis miskin yang norak dan kampungan.”

“Mel, jangan bicara seperti itu.…”

“Kamu mandi sana. Aku akan siapkan baju untuk kamu. Nanti kamu sarapan di kantor saja karena kamu tahu sendiri masakanku belum matang.”

“Baiklah. Devon di mana sekarang? Nanti Om Bima dan Tante Sinta ke sini untuk jemput Devon,” ucap Yuan.

Caramel terkejut. “Devon ada di kamarnya. Kok pagi ini? Bukannya masih besok ya berangkatnya?” tanya Caramel bingung.

“Rencananya memang begitu. Tapi mereka bilang besok ada acara penting makanya dimajukan. Lagipula mereka sekalian pulang karena udah hampir sepekan mereka tinggal di jakarta.”

Caramel terduduk lemas di bibir ranjang. Devon akan meninggalkannya sebentar lagi. Tentu ini akan kembali menjadi perpisahan yang menyedihkan untuk Caramel.

“Tidak usah sedih, kita kan bisa mengunjungi Devon kapan-kapan. Kalau aku libur, aku akan usahakan untuk mengajak kamu untuk menemui Devon.”

Yuan mendekati istrinya kemudian mengelus pundak Caramel. Mata Caramel berkaca-kaca. Tentu saja dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

“Kamu bantu Devon buat mengemasi pakaiannya, ya. Mungkin satu jam lagi Om Bima dan Tante Sinta akan datang. Kamu urus Devon saja dulu, aku bisa mengurusi pakaianku sendiri.”

Caramel melihat manik Yuan. Tanpa berkata-kata dia pun langsung pergi menuju kamar Devon.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status