“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa.
Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab.
Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu.
“Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua.
Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca.
Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai.
“Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya.
Pria itu cegukan dengan wajah memerah.
“Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu
Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya.
“Kamu
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
“Kasian sekali, masih muda sudah kehilangan kedua orang tuanya.”“Dia tidak punya siapa-siapa. Tidak ada kerabat yang mau mengurusnya.”“Kau adalah kerabatnya, mengapa tidak memberi sedikit biaya agar dia bisa makan.”“Anak itu sudah besar dan sudah lulus SMA. Dia bisa mengurus dirinya sendiri atau bekerja.”“Setidaknya kasih uang kek buat biaya hidup.”“Hidup keluargaku sudah sulit. Bagaimana bisa nambah orang untuk diberi makan.”“Aku tidak bisa mengambil tanggung jawab anak itu. Dan lagi Pak Dody memiliki banyak utang yang menumpuk. Siapa yang mau mengambil tanggung jawab utang-utang itu.”“Ini salah Pak Dody, sudah tidak punya istri yang bertanggung jawab untuk anak itu, masa ninggalin banyak utang.”“Anak itu kasihan sekali.”“Sudah ibunya melarikan diri dengan alasan merantau sekaliannya tidak pernah pulang selama sepuluh tahu
Raelina menghela napas dan terdiam sejenak memandang ke sekeliling bandara, melihat beberapa orang membawa koper dan berpelukan dengan bahagia dengan orang yang menjemput atau ada beberapa orang yang sendirian seperti Raelina.Raelina tersenyum pahit memandang ke sekitar. Dia lahir dan besar di negara ini, tetapi dia seperti orang asing di tempat ini. Tidak memiliki keluarga yang menjemputnya dan sendirian seperti orang asing.Raelina menghela napas dan menarik kopernya untuk keluar dari bandara. Tetapi baru beberapa langkah, dia tiba-tiba berhenti dan merasakan jantungnya berdegup memandang ke depan. Dia mematung memandang lurus sosok pria yang berdiri di garis khusus untuk penjemput.Pria itu tinggi dan berotot memakai setelan kasual. Bukan seragam tentara yang selalu dipakainya sepanjang yang diingat Raelina. Meskipun begitu, dia memiliki kehadiran yang kuat. Wajahnya
“Apa kau sendirian?”Raelina mendongak memandang dengan mata berkaca-kaca seorang gadis berwajah asing, tetapi menggunakan bahasa negara Raelina dengan lancar.Itu adalah pertama kali Raelina bertemu dengan Stella, gadis asing berdarah blasteran. Dia mengulurkan tangannya dengan ramah pada Raelina.“Namaku Stella. Aku datang menjemput ibuku yang baru pulang dari negara asalnya dan kebetulan melihatmu sendirian selama satu jam di sini.” Dia menatap gadis muda yang seumuran dengannya dengan tatapan simpati. Dia sudah menunggu ibunya selama satu jam di bandara dan melihat gadis berwajah Asia seperti ibunya berdiri sendirian di luar bandara larut malam sambil menangis. Kemungkinan memikirkan gadis itu ditipu dan tinggalkan di bandara.Dia memiliki setengah darah ibunya dan merasa bersimpati dengan orang yang berasal dari negara ibunya.“Kau mengingatku pada ibuku. Jika kau tidak keberat