“Ibu ....” Arina langsung mengeluh begitu melihat ibunya datang. “Aku yang duluan melihat gaun itu, tetapi perempuan murahan itu mengambilnya.”
Raelina memutar bola matanya dalam hati. Sudah begitu dewasa masih kekanak-kanakan untuk mengeluh pada ibunya di depan umunya. Tampaknya waktu tidak mengubah sifat asli Arina.
Wina menatap perempuan muda yang ditunjuk Arina. Seperti putrinya, dia merasa familier dengan wanita itu.
“Ibu, dia si udik bau itu,” bisik Arina di samping ibunya.
Setelah mendengar kalimat Arina dan mengamati sebentar, dia mengenali Raelina. Keningnya berkerut melihat Raelina dari bawah ke atas, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan penghinaan di matanya.
Raelina menatap ibu dan anak itu dengan wajah tanpa ekspresi. Dulu dia berpikir ibu dan anak itu bersikap sombong padanya sesuai dengan status keluarga mereka.
Tetapi setelah beberapa pikiran dia mencibir m
“Bagaimana hari pertama magangmu?” Stella bertanya dengan kedua tangan di masukan di saku jas putih khas dokter.“Lumayan ....” Raelina di sebelahnya memakai jas dokter yang sama. Dia sudah mulai magang di rumah sakit yang sama dengan Stella.Mereka berdua berjalan menuju ke kantin sambil mengobrol tentang hari pertama magang Raelina. Raelina mengikuti Stella mengambil nampan dan mengisi nampannya dengan lauk. Stella membawanya menuju ke salah satu meja berisi empat orang berjas dokter.Stella menyapa mereka sebelum duduk di samping dokter bergender wanita. Raelina mengikutinya dan duduk berhadapan dengan tiga dokter laki-laki.Mereka mendongak memandang Raelina dengan rasa ingin tahu dan menyapanya.“Hai, apa kau dokter magang baru?” Seorang dokter laki-laki yang terlihat lebih muda di antara mereka mengulurkan tangannya pada Raelina dengan se
Jam istirahat berakhir. Raelina berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan di masukan ke dalam saku jasnya, kembali bekerja. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya melihat seorang wanita hamil lewat di depannya tersenyum sembari mengelus perut buncitnya.Raelina tertegun dan tanpa sadar mengangkat tangannya memegang perutnya yang rata. Dulu dia juga bahagia merasakan kehidupan di dalam perutnya.Setiap detail pertumbuhan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam perutnya tercetak jelas ingatannya. Dia akan terus tersenyum dan berbicara dari waktu ke waktu pada si kecil.Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.Raelina menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ini adalah rasa sakit dalam hidupnya, lebih dari saat dia mendengar kebohongan dalam pernikahannya.Ponsel di saku jas Raelina bergetar. Dia dengan cepat menghapus kebasahan di sudut matanya dan menga
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”Suaranya yang dingin menyentakkan Yosua dari lamunan singkat dan kembali ke akalnya. Dia menatap ekspresi datar wanita di depan untuk beberapa saat dengan tatapan rumit.“Lima tahun yang lalu ... Apa yang sebenarnya terjadi padamu?”“Apa maksud Anda?” Raelina bertanya dengan nada kosong.“Kau meninggalkan surat cerai dan pergi tanpa penjelasan apa pun.” Tangan Yosua terkepal saat mengatakan itu. Dia menatap wanita di depannya dengan ekspresi suram.Dia baru mengetahui bahwa Raelina pergi sendiri ke Inggris untuk melanjutkan studinya. Dia tahu betapa takutnya wanita itu di tempat yang tidak dikenalnya, apalagi di negara asing. Mengapa dia pergi sendiri di negara asing tanpa siapa pun menemaninya. Dari mana dia mendapat uang sebesar itu untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Yosua tercengang. Matanya membelalak menatap Raelina tidak percaya. “Kau ... Apa yang kau lakukan padanya?”“Apa maksudmu?” Raelina memelotinya dengan agresif. Kegugurannya adalah titik sakitnya. Tetapi nada menuduh dalam suara Yosua membuatnya marah.“Kau pikir aku membunuhnya!”“Itu ....” Yosua tidak melanjutkan dan menatap Raelina dengan kening berkerut. Rahangnya mengeras, tatapi dia tidak berkata apa-apa.Lalu apa yang membuatnya pergi ke luar negeri? Bahkan kembali menjadi dengan dokter. Dia pernah mendengar dari suatu tempat beberapa wanita merasa terbebani memiliki anak saat mereka mengejar karier. Dia hanya berpikir Raelina juga begitu dan tidak ingin memiliki beban mengurus anak, sebab itu dia ....Raelina meng
Yosua berbalik mendengar pergerakan dari ranjang. Dia menyungging senyum biasa dan duduk di samping Raelina.“Kau akan ke mana?” Raelina bertanya dengan cemas sekaligus panik. Dia tidak siap akan ditinggalkan. Dia tidak akan pernah mengungkit pemandangan yang dia lihat di taman rumah sakit selama Yosua tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya.Yosua meraih tangan Raelina dengan menyesal. “Maafkan aku, tetapi aku mendapat misi mendadak ke luar negeri.”Raelina membeku, menatapnya dengan mata membelalak.“Ka-kau akan pergi?” tanyanya dengan suara tercekat. “Ya, misi di luar negeri ini mungkin akan memakan waktu lama. Kuharap kau bisa menjaga dirimu sendiri selama aku tidak ada.”“Aku ....” Raelina ingin mengatakan bahwa dia
Matahari bersinar cerah bersama angin sepoi-sepoi membelai pipi wanita berambut hitam sepanjang punggung begitu dia keluar dari kafe dengan dua gelas cappucino, satu untuk dirinya dan satunya untuk Stella.Dia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul empat sore. Masih tersisa dua puluh menit sebelum waktu istirahatnya berakhir.Raelina menggunakan sisa waktu istirahatnya dengan berjalan santai ke rumah tempatnya bekerja yang tidak jauh dari kafe untuk melihat-lihat bangunan perkotaan yang memiliki banyak perubahan dari yang dia ingat. Rok putih sepanjang lutut berkibar tertiup angin ketika sebuah kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi.Beruntung rok agak panjang hingga tidak tersibak sampai terbuka ke paha seperti seorang wanita yang tengah menunggu di pinggir jalan. Beberapa pemuda bersiul melihat sekilas celana dalam wanita ber-rok mini. Si Wanita itu mengumpat dan memaki pengendara sepeda motor itu.Raelina
Wanita paruh baya itu menggeram memelototi wanita muda yang memanggilnya ibu.“Ibu ... Ini aku Raelina.” Air mata tergenang di mata Raelina. Merasa tikaman rasa sakit di dadanya.Meskipun waktu sudah berlalu sepuluh tahun, dia masih mengenali wajah ibu kandungnya. Dia berumur sepuluh tahun saat ibunya pergi dan masih mengingat wajah ibunya dengan sangat jelas. Tetapi ibu kandungnya sendiri tidak mengenalinya.Mata wanita paruh baya itu seketika menjadi cerah mendengar ucapan Raelina. Dia dengan serakah menatap pakaian yang dikenakan Raelina terbilang sangat bagus.Anak perempuan yang dia tinggalkan empat belas tahun yang lalu kini hidup dengan baik dan memakai pakaian-pakaian bagus. Dia pasti punya banyak uang!“Benarkah kau Raelina? Oh anakku sayang. Kau akhirnya tidak melupakan ibumu!” Wanita paruh baya itu langsung memeluk Raelina dan menangis tersedu-s
Bulu mata wanita itu berkibar sebelum kemudian perlahan membuka matanya. Dia mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya menatap langit-langit ruangan yang terang benderang. Matanya sedikit menyipit menyesuaikan dengan cahaya ruangan itu. Dia menatap ke sekeliling ruangan yang tampak asing dengan bingung.“Kau sudah bangun?”Raelina sekejap menoleh ke arah suara itu dan kaget melihat Dokter Brian duduk di sofa single dengan pandangan fokus ke gadget di tangannya.“Dokter Brian .....” Raelina bergumam menatapnya bingung.Mengapa Dokter Brian ada di sini?“Hm,” sahut Dokter Brian singkat dengan pandangan yang tidak pernah lepas dari gadget. Tangannya terangkat untuk meluruskan kaca mata ganggang perak di wajahnya.Raelina bangun dengan salah tingkah. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan.Selimut di tubuhnya meluncur jatuh ke lantai begitu dia