"Ini," Ares duduk di bangku sebelah Lisa, menyodorkan es krim berwarna pink padanya. "Suka strawberry, kan?" tanya pemuda Reigara itu.
Lisa yang sejak tadi fokus membalas pesan Vian mendongak, menerima uluran es krim dari Ares.
"Makasih," ujarnya singkat. Lisa suka semua rasa es krim, tapi rasa yang paling ia suka adalah rasa strawberry. Itu rasa paling enak di dunia menurutnya.
Menjilat es krim yang ia bawa di tangan, Lisa menyapu pandang ke sekitarnya. Ia baru menyadari jika keadaan yang ia rasakan sekarang sama seperti yang terjadi seminggu yang lalu. Hari yang sama, waktu yang sama, es krim yang sama, bangku serta suasana yang sama---taman kota selalu ramai dengan anak kecil dan beberapa orang dewasa setiap sore. Yang berbeda hanyalah hari esoknya. Hari libur yang tidak biasa, tapi juga bukan berarti hari libur yang luar biasa baginya.
"Nggak suka boneka ini ya, Sa?" Tiba-tiba Ares bertanya.
Lis
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam.Lisa mengeratkan pelukan pada wanita di depannya, menghela napas panjang. Ada rasa sedih dan menyesal yang bercampur aduk di dalam dadanya sekarang. Sedih karena setelah ini ia akan jarang bertemu dengan kedua orangtuanya. Menyesal karena sampai saat ini ia belum bisa memberi yang terbaik untuk mereka berdua. Lira sendiri tidak menyangka akan tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya secepat ini. Umur Lisa masih tujuh belas, astaga! Kuliahpun ia berniat mencari universitas di dalam kota dan tetap tinggal bersama kedua orangtuanya. Tapi yasudahlah, itu rencananya dulu. Segalanya sudah berubah sekarang.Acara tadi siang berjalan lancar, tidak ada hambatan sama sekali. Padahal Lisa berharap semoga saja ada masalah yang membuatnya tidak jadi menikah. Tapi sungguh, takdir tidak berpihak padanya. Acaranya lancar jaya abadi! Lisa jadi sebal sendiri.Jangan ditanya apa acaranya. Lisa sudah melewati itu
Lisa menghempaskan tubuh ke tempat tidurnya, melirik jam dinding. Waktu menunjukkan pukul lewat tengah malam. Ia membuka handphome di atas kasur sejenak, mengernyitkan dahi samar beberapa detik kemudian. VianKak Lisa!Ada acara apa tadi siang?!Kenapa Kak Lisa gak cerita:((Pokoknya jawab jujur sekarang.Aku udah tau semua.Kalau Kak Lisa nggak mau cerita, aku bakal sebarin ke semua orang. :||Lisa melototkan mata, terkejut bukan main membaca pesan dari Vian. Ia benar-benar menyesal membuka handphone sebelum tidur. Pasalnya Vian mengirimnya beberapa pesan yang sungguh mengganggu pikirannya. Bagaimana tidak? Tiba-tiba pemuda itu bertanya topik yang mengejutkan; pernikahannya. Mengancam pu
"Aku ke kelas duluan ya, Sa," ujar Dilla, teman sekelas Lisa.Lisa tersenyum, mengangguk, melambaikan tangan. Ia baru saja ganti baju setelah selesai pelajaran olahraga tadi. Mengingat sepatunya belum dibawa, Lisa segera melangkah ke lapangan sekolah, berniat mengambil sepatu yang tadi ia taruh di pinggir lapangan. Tapi sampai sana, ia langsung mengernyitkan dahi. Sepatu sebelah kirinya menghilang. Hanya tersisa satu yang sebelah kanan.Lisa menyapu pandang sekelilingnya, berdecak sebal. Matanya menangkap sosok Ares yang melangkah di koridor sekolah tak jauh darinya. Pemuda itu juga telah berganti baju, tidak lagi memakai seragam olahraga. Tanpa basa-basi Lisa langsung menghampirinya. Pemuda Reigara itu satu-satunya orang yang Lisa curigai menyembunyikan sepatunya sekarang."Mana sepatuku?" tanya Lisa pada Ares, menghentikan langkah pemuda itu.Bukannya menjawab, pemuda di depan Lisa malah menunduk ke bawah, memperl
Lisa mengusap peluh di dahi, menyerok setumpuk sampah plastik untuk dimasukkan ke dalam tong sampah di dekatnya.Benar apa yang sering diungkapkan para murid di sekolah Lisa. Pak Bambang itu tidak pernah main-main saat memberi hukuman. Buktinya Lisa dan Ares diberi hukuman membersihkan halaman belakang sekolah yang luasnya tiada tara. Yang jadi masalah tempat itu kotor sekali. Banyak sampah jajanan yang dibuang sembarangan oleh para murid yang sering nongkrong disana saat istirahat. Itu belum rumput liar yang tumbuh tinggi karena tidak pernah diurus. Seharusnya itu pekerjaan petugas kebersihan sekolah, tapi berhubung petugasnya sedang cuti, hal itu langsung diserahkan pada Lisa dan Ares sebagai hukuman.Karena lelah, Lisa akhirnya duduk di atas batu tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia menghela napas, mengambil satu sampah plastik bekas snack, mengamatinya. Akhir-akhir ini Lisa sering mendengar berita betapa menumpuknya sampah di bumi. Di beberapa Te
Ares mengerem motornya di depan gerbang rumah. Lisa segera turun, membuka gerbang agar motor Ares bisa masuk. Pemuda itu menjalankan motornya memasuki pekarangan rumah, memarkirkannya di depan teras. Lisa langsung menutup gerbang rumah kembali setelahnya."Juniii..." Melihat kucing abu-abu gelap yang tidur di depan pintu rumah, Lisa langsung berlari ke arahnya, menggendongnya. Itu hewan kedua yang dipelihara di rumah bundanya setelah ikan-ikan di aquarium.Lisa memang pergi ke rumah bundanya sepulang sekolah. Niatnya ingin diantar Pak Udin tadi, tapi Ares datang dan memaksanya pulang bersama. Pemuda Reigara itu pemaksa tingkat tinggi. Lisa tidak menolak ajakannya karena hasilnya akan sama saja; Ares akan mengajaknya pulang bersama bagaimanapun juga."Kayaknya ayah bunda pergi. Rumahnya kosong. Pintunya dikunci," ujar Lisa, memutar kenop pintu rumah orangtuanya yang tidak bisa dibuka. Lisa yang masih menggendong Juni bergerak duduk d
Lisa membuka lemarinya, mencari handuk bersih yang ia tinggal di rumah lamanya. Tadi bundanya baru saja mengantar celana dan kaos milik ayahnya yang jarang dipakai. Untuk Ares tentu saja. Pemuda Reigara itu sedang mandi sejak setengah jam yang lalu. Yang pasti lama karena harus membersihkan cat yang menempel di tubuhnya terlebih dahulu.Setelah mengambil handuk, Lisa langsung menyender di dinding sebelah pintu kamar mandi kamarnya, tempat Ares mandi, lalu mengetuknya. "Res, ini handuk sama bajunya."Pintu kamar mandi di sebelah Lisa berdecit pelan, terbuka sedikit."Mana?" Suara Ares terdengar beberapa detik kemudian.Lisa mengulurkan handuk dan pakaian di tangannya tanpa menoleh. Ares segera menerimanya, lalu menutup pintu kamar mandi kembali."Thanks, my wife.""Najis!" Lisa berseru jijik. Ares di dalam sana tertawa seperti biasa. Jika pemuda Reigara itu tidak sedang mandi, Lisa p
Waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Lisa yang barusan dari dapur naik ke lantai dua, melangkah menuju kamar pemuda yang berada tepat di sebelah kamarnya.Lisa mengetuk pintu kamar Ares beberapa kali. Tidak ada jawaban. Sesuai dugaannya, pemuda Reigara itu pasti masih tidur terlelap di atas ranjang empuknya.Tanpa basa-basi, Lisa segera memutar kenop pintu yang tidak pernah dikunci di depannya. Setelah masuk, ia langsung menekan saklar lampu utama, menerangi kamar yang awalnya gelap karena hanya lampu tidur yang hidup.Ini hari ketiga Lisa tinggal bersama Ares di rumah baru. Selama tiga hari itu juga Lisa mulai memiliki kebiasaan baru; membangunkan pemuda Reigara itu setiap pagi. Masalahnya Ares itu kebo sekali. Dia tidak akan bangun sebelum ada yang membangunkannya. Bangun sendiri sih bisa, tapi pemuda Reigara itu selalu kembali tidur setelah bangun. Jadi harus ada yang memerintahnya bangkit dari tempat tidur terlebih dahulu
"Ayo pulang." Ares menggantung tasnya di pundak, berdiri di dekat meja Lisa."Yaudah, sana pulang. Nanti aku bisa dijemput sama Pak Udin." Lisa menjawab tanpa menoleh, fokus pada buku di depannya."Nggak. Pokoknya kita pulang bareng.""Aku masih lama, Res.""Yaudah, kutunggu." Ares mengambil kursi di meja sebelahnya, menariknya agar mendekat ke meja Lisa lalu duduk disana. Pemuda itu mengambil pulpen dari tempat pensil Lisa, mencoret sesuatu di bukunya tiba-tiba."Ares jangan!" Lisa berseru, menarik bukunya agar menjauh dari tangan pemuda Reigara itu. Ia sungguh tak habis pikir. Ares itu berniat menunggu atau mengganggu sih?Waktu menunjukkan pukul dua lebih. Bel pulang sekolah berbunyi beberapa menit yang lalu. Beberapa murid sudah beranjak pergi meninggalkan kelas, tapi Lisa masih saja fokus pada pena dan buku di depannya, menyelesaikan catatan rumpang sebelum UTS datang.