Share

Chapter 5

Gunawan menatap datar sang putri yang sudah sebulan ini menghilang. Nadia menatap sendu sang ayah sambil terisak di pelukan Viana.

"Masih ingat pulang kamu!" sinis Gunawan.

"Papa, maafin Nadia," lirih Nadia.

"Kamu sudah mempermalukan Papa di hadapan semua orang dan kamu tiba-tiba muncul hanya dengan membawa kata maaf?" geram Gunawan.

"Papa, aku nyesal. Aku bakal jadi kok nikah sama Alfa."

"Sudah terlambat," ujar Gunawan dingin.

"Terlambat? Apa maksud Papa?" tanya Nadia heran.

"Alfa sudah menikah dengan adikmu."

"Gak! Gak mungkin! Alfa cuma cintanya sama aku!" jerit Nadia histeris.

"Kamu harus terima kenyataan ini, Sayang. Nada sudah menjadi istri Alfa. Semua ini kami lakukan demi nama baik keluarga kita dan keluarga Narendra, Nak!" ujar Viana.

"Aku nyesel, Ma. Aku nyesel ninggalin Alfa. Aku gak bisa biarin Nada bahagia sama Alfa, Ma. Alfa dan aku saling cinta, Ma!" Tangis Nadia tak terbendung lagi. Ia sungguh menyesali kekonyolannya sebulan lalu.

Gunawan meninggalkan ruang tamu untuk meredakan amarahnya.

"Kak Fandi, aku harus gimana?" tanya Nadia lirih.

"Terima saja takdirmu! Nada sudah bahagia sama Alfa."

"Alfa cuma cinta sama aku, Kak!"

"Tidak ada yang tahu hati seseorang. Mungkin sekarang Nada sudah menempati seluruh ruang di hati Alfa. Jangan bertindak memalukan lagi dengan merusak rumah tangga adikmu sendiri!" ujar Fandi dingin seraya berlalu keluar dari rumah. Ia berniat pergi ke kantor.

"Kenapa harus Nada? Kenapa harus cewek sok suci itu yang jadi istri Alfa! Kenapa!" jerit Nadia.

Nadia berlari menuju kamarnya dan melampiaskan kemarahannya di sana. Ia membanting apa saja yang ia lihat hingga hancur berantakan. Setelah itu, ia mengambil tasnya dan merogoh isinya. Alat tes kehamilan yang jumlahnya tiga buah. Di rahimnya kini ada janin yang bertumbuh. Tubuhnya meluruh ke lantai kamarnya yang dingin. Ia mengutuk dirinya sendiri.

Nadia melarikan diri tepat di hari pernikahannya karena ia seminggu sebelumnya ia bertengkar hebat dengan Alfa. Alfa meminta Nadia untuk berhenti bekerja setelah menikah nanti agar Nadia belajar menjadi istri yang baik, tetapi Nadia bersikeras tidak mau. Ia lebih memilih bekerja di luar rumah daripada harus menyibukkan diri di rumah seperti pembantu. Ia ingin menjadi wanita karir agar bisa bersenang-senang dengan uang yang ia miliki. Alfa sudah menawarkan bisnis yang bisa Nadia kelola meski dari rumah, tetapi Nadia juga tidak mau.

Di tengah pelariannya, Nadia bertemu dengan Carlos, mantan pacarnya saat ia masih SMA. Carlos juga pria pertama yang memberi pengalaman bercinta baginya. Ketika mereka bertemu lagi, mereka tinggal bersama di sebuah apartemen di Bandung. Setiap malam mereka melakukan hubungan layaknya pasangan suami istri.

Sekarang, ia hamil. Carlos pergi begitu saja dengan alasan perjalanan bisnis dan sampai saat ini, ia tak bisa menghubungi Carlos.

"Gue harus minta Alfa nikahin gue. Biar anak ini punya status. Gue gak peduli sama air mata sialan Nada," ucap Nadia sambil tertawa.

Tiba-tiba Nadia merasakan mual dan bergegas berlari ke kamar mandi.

***

Nada asyik bersenandung riang sambil memasak di dapur. Rambut panjangnya ia cepol asal menampakkan leher putihnya. Tak lama kemudian Alfa masuk dengan langkah pelan ingin mengagetkan istrinya. Namun, ketika ia melihat penampilan Nada sore ini, ia tertegun. Dengan langkah lebar ia berjalan mendekat pada istrinya dan memeluknya dari belakang. Nada memekik sampai menjatuhkan spatula di tangannya.

"Astagfirullah! Aa'! Ngagetin aja, deh!" gerutu Nada.

Alfa hanya tersenyum lebar seolah tak melakukan apa-apa.

"Masuk itu ucap salam, A'! Bukan malah ngagetin! Untung aja ini wajan gak jatuh!"

"Ugh! Sayangnya Aa' kok marah-marah? Sini kucium dulu!" Alfa menyodorkan bibirnya.

"No! Aa' mandi dulu sana! Kali aja ada bau parfum cewek nyempil di baju kamu," ujar Nada asal.

"Sayang, aku gak dekat-dekat cewek mana pun, lho! Aku kan punya kamu yang paling bisa segalanya. Sukses di luar, sukses juga di rumah," kata Alfa. Lalu ia berbisik, "Apalagi kalo di ranjang. Kamulah juaranya, Sayang." Hembusan napas Alfa di lekukan lehernya membuat tubuh Nada meremang.

"Buruan mandi!" Nada mendorong tubuh kekar Alfa agar menjauh.

"Oke, Sayang!" ujar Alfa genit.

Nada mendengus dan melanjutkan kembali kegiatannya yang sempat tertunda karena godaan Alfa.

Sepuluh menit kemudian, makanan sudah siap. Nada menata makanan di atas meja makan. Setelah itu, ia berjalan ke kamar untuk memanggil suaminya. Karena mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, ia pun memilih menyiapkan pakaian untuk suaminya dan duduk di ranjang. Lima menit kemudian, Alfa keluar dari kamar mandi sambil tersenyum.

Pria itu memeluk istrinya dengan erat, tak peduli tubuhnya yang masih basah.

"Nada, aku kangen," lirih Alfa.

"Gak ketemu beberapa jam aja bilang kangen."

Alfa mengecup dalam kening sang istri.

"Aku merindukan kekasih halalku. Aku merindukan orang yang kuabaikan selama satu bulan ini. Aku merindukan masakan enak buatanmu. Aku merindukan perhatianmu. Aku," Alfa mengurai pelukannya dan menatap Nada dengan tatapan memuja dan penuh cinta, "Aku mencintaimu, istriku. Andai saja aku terlambat menyadari hatiku, mungkin aku sudah kehilangan kamu. Mungkin ini terlalu cepat bagimu untuk mengetahui bahwa perasaanku telah berubah. Tapi, asal kamu tahu. Di sini, di hatiku, kamu berhasil menggeser posisi Nadia. Aku hanya ingin menua bersamamu, Nada. Aku cinta kamu," ujar Alfa dengan mata berkaca-kaca.

"Aa', aku juga cinta kamu, bahkan sebelum kamu menyentuhku. Tapi, aku takut jika Kak Nadia datang kembali," lirih Nada dengan air mata berlinang.

Alfa menangkup wajah istrinya dan segera mengusap air matanya.

"Aku gak akan menyakitimu, Sayang! Meskipun Nadia datang kembali, rasa cintaku ke kamu gak akan berubah," jawab Alfa mantap.

Mereka saling melempar senyum hingga kedua wajah mereka mendekat dan entah siapa yang memulai, bibir mereka saling menyatu. Cahaya matahari terbenam yang masuk dari jendela menambah kesan romantis di kamar mereka. Tak ada yang ingin berhenti. Hingga suara azan magrib terdengar dan meminta mereka untuk berhenti sejenak dari buaian kenikmatan duniawi.

"Hampir saja, Sayang!" ujar Alfa sambil mengusap bibir bawah istrinya yang sedikit bengkak.

Nada tersenyum.

"Aku mandi sebentar, baru kita shalat."

"Jangan terlalu lama, Sayang!"

***

Setelah makan malam dan shalat isya berjamaah, mereka belum beranjak dari lantai kamar yang masih terhampar sajadah keduanya. Kini, Alfa berbaring di pangkuan Nada sambil menikmati suara merdu istrinya yang melafalkan ayat-ayat suci. Alfa mengusap pelan pipi Nada, tetapi Nada seolah tak terganggu sama sekali. Tangannya justru menggenggam erat tangan sang suami dengan mulut masih membaca ayat demi ayat dari surah Al-Kahfi. Nada berhenti ketika ia tiba di ayat ke-110.

"Kok udah berhenti, Sayang?"

Nada tersenyum hangat lalu menunduk sejenak untuk mengecup kening Alfa.

"Surah Al-Kahfi hanya sampai 110 ayat, Sayang."

"Aku beruntung jadi suamimu. Tahu, gak? Dulu, aku sempat berniat ingin membuatmu takluk olehku. Tapi, yang terjadi kini malah sebaliknya."

Kening Nada mengernyit. Alfa kembali tersenyum.

"Sekarang malah kamu yang menaklukkan hatiku. Sikapmu yang apa adanya membuatku menyadari kalo kamu adalah jodoh terbaik yang Allah berikan untukku. Seandainya aku tetap menikah dengan Nadia, mungkin aku gak akan merasakan kenyamanan ini. Kenyamanan yang bisa terasa hingga ke hati."

Nada tersenyum sembari berusaha menahan air matanya.

"Aku bahagia bila Aa' juga merasakannya. Di awal pernikahan kita, aku sempat pesimis kalo rumah tangga kita tidak akan bertahan lama, mengingat kita merasa sangat terpaksa menjalaninya. Sejak awal pun aku berusaha menahan perasaanku untuk tak terlalu berharap banyak pada hatimu. Aku hanya mencoba menjadi istri yang baik untukmu meskipun kita masih merasa tak saling mengenal. Aku selalu diam-diam mendoakanmu agar Allah melapangkan hatimu dari segala rasa sakit akibat ditinggalkan kakakku. Tolong, maafkan dia! Meskipun dia tak pernah menyukaiku, dia tetap kakakku," ujar Nada sendu.

Alfa bangkit dari pangkuan Nada dan memeluk erat istrinya. Ia biarkan Nada menumpahkan segala kesedihan yang selama ini ia pendam. Alfa tahu sedikit demi sedikit masalah yang Nada hadapi sejak Nada kembali dari pesantren.

"Kamu hebat, Sayang. Kamu hebat karena kekuatanmu sendiri tanpa embel-embel nama besar keluarga Gunawan. Kamu membuatku bangga meskipun aku pernah acuh tak acuh padamu."

Alfa menggenggam erat kedua tangan istrinya.

"Sekarang, ada aku di sampingmu. Bila kamu butuh bercerita, kamu panggil aku. Bila kamu perlu menangis, panggi aku! Aku akan selalu ada untuk mendengar cerita dan menjadi tempatmu bersandar untuk meluapkan segala kesedihanmu."

"Aa', I love you," ucap Nada tulus.

"I love you too, Honey! Selalu dan selamanya," balas Alfa sembari memajukan wajahnya untuk mencium bibir istrinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status