Setelah makan siang bersama, Fandi mengajak Nada jalan-jalan ke mall. Fandi ingin memanjakan sang adik dengan barang-barang yang adiknya inginkan. Ia bahkan membelikan paket perawatan wajah dan tubuh untuknya. Sudah lama sekali rasanya ia tak melihat tingkah manja Nada.
"Ada lagi yang mau kamu beli?" tanya Fandi sambil mengajaknya duduk di salah satu kedai es krim. Fandi memesan es krim untuk dirinya dan adiknya pada salah satu pelayan, lalu pelayan itu pergi.
"Ini kebanyakan, Kak. Yang aku mau cuma satu gamis, satu jilbab, sama skincare. Ini malah jadi kayak habis borong satu mall!" Nada mencebik.
Fandi terkekeh melihat ekspresi adiknya.
"Sengaja. Sekali-sekali kan gak apa-apa. Sama adik sendiri ini," ujar Fandi sambil tersenyum.
"Sama istri kapan?" tanya Nada jahil.
Fandi memutar bola matanya malas.
"Karena gak jadi hari ini, ya besok!" celetuknya asal.
Nada memukul lengan Fandi.
"Astaga, Dek! Kamu kok mukul Kakak, sih
Pukul 21.00, Nada terbangun saat merasakan mual di perutnya. Dengan tergesa-gesa, wanita itu melepaskan pelukan erat di perutnya dan berlari ke kamar mandi. Hal itu membuat Alfa terkejut. Pria itu menyusul ke kamar mandi untuk melihat keadaan istrinya."Sayang, masih mual?" tanya Alfa seraya memijat tengkuk sang istri."Kenapa ke sini, A'? Kan gak enak kalau kamu lihat aku muntah-muntah," timpal Nada lirih."Aku harus membiasakan diriku, Sayang. Kamu juga begini karena mengandung anakku," ujar Alfa lembut.Nada segera berkumur dan membersihkan bekas muntahannya di wastafel."Aa', aku lapar!" rengek Nada yang memeluk lengan sang suami dengan manja. Alfa terkekeh mendengarnya."Ya sudah. Kita makan dulu. Makan malam kita yang tertunda," ujar Alfa sembari mengedipkan sebelah matanya."Memangnya siapa yang membuat kita terlambat makan malam?" sindir Nada.Lagi-lagi Alfa terkekeh dan segera menggendong tubuh istrinya menuju ruang ma
Sinar matahari semakin terasa menyengat saat Nadia bangun dari tidurnya. Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10.00. Akhir-akhir ini, ia semakin sulit tidur karena perutnya yang semakin besar membuatnya semakin tidak nyaman. Ia pun segera ke kamar mandi karena ia sangat ingin buang air kecil. Setelah menuntaskan hajatnya, ia segera turun menuju dapur. Ia melihat ibunya sedang bersantai di ruang keluarga. "Pagi, Mama!" seru Nadia. Viana hanya menatapnya sekilas lalu kembali menonton layar datar berukuran 42 inchi. Hati Nadia serasa tercubit karena sang ibu bersikap acuh tak acuh padanya. Ia memilih ke dapur untuk memakan apa saja yang tersedia di sana. Saat ia membuka tudung saji, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia mendengus kesal, lalu ia membuka kulkas dan hanya mendapatkan telur dan sosis. Ia pun membuat omelet sebagai menu sarapan pagi yang sudah sangat terlambat. "Baguslah kalau kamu tahu diri! Karena mulai saat ini, kamu harus belajar mem
Nada meletakkan bantal di bawah kepala Nadia secara perlahan. Setelah itu, ia pandangi wajah sang kakak yang tertidur lelap di sofa ruang tamu. Masih terlihat jelas jejak air mata di pipinya akibat terlalu lama menangis. Nada menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar pengakuan kakaknya tentang pria yang telah menghamilinya membuatnya merasa kasihan. Namun, di sisi lain, ia juga tak habis pikir karena Nadia meminta Alfa bertanggung jawab atasnya. Relakah Nada? Tentu saja tidak. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Baginya, hubungan mereka hanyalah tinggal kenangan dan sebagai seorang istri, ia pun berhak mempertahankan rumah tangganya dengan pria yang sangat ia cintai. Ia tidak peduli bila ia harus berurusan dengan ayahnya yang sangat keras kepala itu. Toh sejak awal, ia sudah dianggap durhaka olehnya. Suara pintu terbuka membuatnya menoleh ke arah pintu. Ia menjawab salam sembari tersenyum lalu menghampiri suaminya yang juga tersenyum pad
Nada terbangun saat ia merasakan hembusan napas teratur di ceruk lehernya. Tak lupa sebuah lengan kekar yang memeluknya begitu erat. Pukul 02.00 dini hari saat ini. Perlahan, ia menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Seulas senyum tipis terpatri di wajah cantiknya. Ia perhatikan kedua mata Alfa yang tertutup rapat beserta alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, pipinya yang tirus, kumis dan janggut yang mulai tumbuh lebat, dan bibirnya yang tipis. Wajahnya tiba-tiba merona lalu menunduk ketika mengingat kejadian tadi. Mereka sempat menghabiskan waktu dan tenaga dalam permainan panas. Tiba-tiba sebuah kecupan terasa di keningnya. Nada mendongak pada sang suami yang kini tersenyum jahil."Tidurlah lagi, Sayang!" Suara serak Alfa terdengar begitu seksi di telinga Nada."Aku ingin ke kamar mandi, A'."Nada berusaha melepaskan pelukan Alfa yang semakin terasa erat."Please, deh, A'! Aku gak mau pipis di sini!"Alfa membuka matanya. Ia terkekeh lal
Alfa terbaring lemah di ranjang, menunggu sang istri yang sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. Kedua matanya terpejam sembari berusaha menahan rasa sakit di kepalanya. Perlahan, setetes darah keluar dari lubang hidungnya."Ya Allah, apa yang harus kukatakan pada istriku?" gumamnya, lirih.Pintu kamar mandi terbuka. Nada tampak lebih segar dengan pakaian lengkap yang menempel di tubuhnya. Ia membawa baskom kecil berisi air hangat dan selembar handuk kecil. Ia ingin menyeka tubuh suaminya dan mengganti pakaiannya agar ia merasa nyaman."Aa', aku buka pakaiannya, ya!" ujar Nada.Alfa mengangguk lemah. Tubuhnya benar-benar terasa sangat lemah saat ini.Sementara istrinya menyeka tubuhnya, Alfa memperhatikan wajah cantik wanita yang tengah mengandung darah dagingnya. Sungguh, ia tak sampai hati bila akhirnya ia akan meninggalkan istrinya."Aa' kenapa?" tanya Nada khawatir.Alfa menarik perlahan lengan Nada agar ia bisa memeluk tubuh wanita yang ia cintai."Maaf, Sayang. Aku sudah me
"Mama mohon, Nak! Menikahlah dengan Alfa! Jangan sampai keluarga kita dan keluarga Narendra merasa malu karena kakakmu yang tiba-tiba lari!" pinta Viana."Nada gak bisa menikah dengan Kak Alfa, Ma! Nada gak cinta sama dia!" tegas Nada."Kamu harus mau, Nada! Atau Papa gak akan mengakuimu sebagai anak Papa lagi!" geram Gunawan.Nada tertawa sumbang. Tak dianggap sebagai anak katanya? Padahal yang berbuat hal memalukan itu ada Nadia. Dia hanyalah korban keegoisan keluarganya yang selalu mementingkan kebahagiaan Nadia dan Fandi dibanding dirinya. Sedangkan pada Nada? Ia dianaktirikan."Pernikahannya akan dimulai nanti jam empat sore, jadi jangan melakukan hal konyol yang bisa mempermalukan kami!" cetus Gunawan.Gadis berjilbab itu mendengus kesal."Baik. Nada penuhi permintaan kalian!" ujar Nada dingin.Ia keluar dari kamar Nadia menuju ke kamarnya sendiri dengan wajah datar, meninggalkan kedua orang tuanya. Para asisten rumah tangga yang berad
Azan subuh berkumandang saat Nada menggeliat di ranjang sambil berusaha meregangkan otot-ototnya. Ia juga berusaha membuka kedua matanya lebar-lebar di tengah keremangan cahaya lampu tidur di kamar itu. Tapi tunggu! Ia merasakan sebuah tangan kekar memeluk erat dirinya. Ia menoleh ke arah samping kirinya. Alfa masih tertidur lelap. Tiba-tiba kesadaran menghampiri Nada dan ia berteriak."Kak Alfaaa!!!"Alfa tersentak kaget karena teriakan Nada."Ada apa, sih?" tanya Alfa seraya mengucek kedua matanya."Ke-kenapa Kak Alfa tidur di sini?"Alfa mendengus kesal."Tentu saja aku tidur di sini. Di sini tuh empuk, hangat, apalagi bisa sambil meluk kamu," jawab Alfa sambil mengeratkan pelukannya pada Nada.Nada berusaha keras untuk melepaskan diri, tapi Alfa tak bergeming."Ih, Kak! Kan Kakak bisa tidur di sofa!" cetus Nada."What? Aku? Tidur di sofa? No, Honey! Sofa itu tidak muat untukku. Aku lebih nyaman di sini.""Ka-kau ti-tida
Menikah dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita adalah impian semua orang. Itulah yang Nada juga harapkan. Namun, ia tak bisa mengelak dari takdir Allah yang telah ditetapkan untuknya meskipun kelihatannya ia seperti telah dijadikan "tumbal" oleh orang tuanya sendiri akibat kekonyolan salah satu putri mereka yang katanya selalu membanggakan itu.Ia duduk bersila di lantai kamarnya yang dilapisi karpet bulu dan hamparan sajadah. Ia baru saja melaksanakan shalat isya setelah ia dan suaminya makan malam bersama. Helaan napas kasar keluar begitu saja dari mulutnya. Sudah sebulan menjalani status seorang istri dari Alfarezel Narendra, tetapi mereka masih merasa asing. Mereka hanya bertemu saat sarapan dan makan malam. Shalat wajib pun dilakukan sendiri-sendiri. Situasi yang sama ia rasakan saat berada di rumah orang tuanya. Namun, Alfa adalah orang yang tak melewatkan waktu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang Muslim.Seumur hidup Nada, ia tak pernah melihat