Nada meletakkan bantal di bawah kepala Nadia secara perlahan. Setelah itu, ia pandangi wajah sang kakak yang tertidur lelap di sofa ruang tamu. Masih terlihat jelas jejak air mata di pipinya akibat terlalu lama menangis.
Nada menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar pengakuan kakaknya tentang pria yang telah menghamilinya membuatnya merasa kasihan. Namun, di sisi lain, ia juga tak habis pikir karena Nadia meminta Alfa bertanggung jawab atasnya. Relakah Nada? Tentu saja tidak. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Baginya, hubungan mereka hanyalah tinggal kenangan dan sebagai seorang istri, ia pun berhak mempertahankan rumah tangganya dengan pria yang sangat ia cintai. Ia tidak peduli bila ia harus berurusan dengan ayahnya yang sangat keras kepala itu. Toh sejak awal, ia sudah dianggap durhaka olehnya.
Suara pintu terbuka membuatnya menoleh ke arah pintu. Ia menjawab salam sembari tersenyum lalu menghampiri suaminya yang juga tersenyum pad
Astaga, Alfa! š¤£š¤£š¤£ Eh, Nadia! Lu jauh-jauh deh dari Alfa. Alfa tuh udah bucin sama adek lu! Tahu diri dikit lah! Udah, ah! Kalian baca, ya! Makasih banyak yang sudah masukin ke pustaka kalian! š„°š„°š„°
Nada terbangun saat ia merasakan hembusan napas teratur di ceruk lehernya. Tak lupa sebuah lengan kekar yang memeluknya begitu erat. Pukul 02.00 dini hari saat ini. Perlahan, ia menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Seulas senyum tipis terpatri di wajah cantiknya. Ia perhatikan kedua mata Alfa yang tertutup rapat beserta alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, pipinya yang tirus, kumis dan janggut yang mulai tumbuh lebat, dan bibirnya yang tipis. Wajahnya tiba-tiba merona lalu menunduk ketika mengingat kejadian tadi. Mereka sempat menghabiskan waktu dan tenaga dalam permainan panas. Tiba-tiba sebuah kecupan terasa di keningnya. Nada mendongak pada sang suami yang kini tersenyum jahil."Tidurlah lagi, Sayang!" Suara serak Alfa terdengar begitu seksi di telinga Nada."Aku ingin ke kamar mandi, A'."Nada berusaha melepaskan pelukan Alfa yang semakin terasa erat."Please, deh, A'! Aku gak mau pipis di sini!"Alfa membuka matanya. Ia terkekeh lal
Alfa terbaring lemah di ranjang, menunggu sang istri yang sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. Kedua matanya terpejam sembari berusaha menahan rasa sakit di kepalanya. Perlahan, setetes darah keluar dari lubang hidungnya."Ya Allah, apa yang harus kukatakan pada istriku?" gumamnya, lirih.Pintu kamar mandi terbuka. Nada tampak lebih segar dengan pakaian lengkap yang menempel di tubuhnya. Ia membawa baskom kecil berisi air hangat dan selembar handuk kecil. Ia ingin menyeka tubuh suaminya dan mengganti pakaiannya agar ia merasa nyaman."Aa', aku buka pakaiannya, ya!" ujar Nada.Alfa mengangguk lemah. Tubuhnya benar-benar terasa sangat lemah saat ini.Sementara istrinya menyeka tubuhnya, Alfa memperhatikan wajah cantik wanita yang tengah mengandung darah dagingnya. Sungguh, ia tak sampai hati bila akhirnya ia akan meninggalkan istrinya."Aa' kenapa?" tanya Nada khawatir.Alfa menarik perlahan lengan Nada agar ia bisa memeluk tubuh wanita yang ia cintai."Maaf, Sayang. Aku sudah me
"Mama mohon, Nak! Menikahlah dengan Alfa! Jangan sampai keluarga kita dan keluarga Narendra merasa malu karena kakakmu yang tiba-tiba lari!" pinta Viana."Nada gak bisa menikah dengan Kak Alfa, Ma! Nada gak cinta sama dia!" tegas Nada."Kamu harus mau, Nada! Atau Papa gak akan mengakuimu sebagai anak Papa lagi!" geram Gunawan.Nada tertawa sumbang. Tak dianggap sebagai anak katanya? Padahal yang berbuat hal memalukan itu ada Nadia. Dia hanyalah korban keegoisan keluarganya yang selalu mementingkan kebahagiaan Nadia dan Fandi dibanding dirinya. Sedangkan pada Nada? Ia dianaktirikan."Pernikahannya akan dimulai nanti jam empat sore, jadi jangan melakukan hal konyol yang bisa mempermalukan kami!" cetus Gunawan.Gadis berjilbab itu mendengus kesal."Baik. Nada penuhi permintaan kalian!" ujar Nada dingin.Ia keluar dari kamar Nadia menuju ke kamarnya sendiri dengan wajah datar, meninggalkan kedua orang tuanya. Para asisten rumah tangga yang berad
Azan subuh berkumandang saat Nada menggeliat di ranjang sambil berusaha meregangkan otot-ototnya. Ia juga berusaha membuka kedua matanya lebar-lebar di tengah keremangan cahaya lampu tidur di kamar itu. Tapi tunggu! Ia merasakan sebuah tangan kekar memeluk erat dirinya. Ia menoleh ke arah samping kirinya. Alfa masih tertidur lelap. Tiba-tiba kesadaran menghampiri Nada dan ia berteriak."Kak Alfaaa!!!"Alfa tersentak kaget karena teriakan Nada."Ada apa, sih?" tanya Alfa seraya mengucek kedua matanya."Ke-kenapa Kak Alfa tidur di sini?"Alfa mendengus kesal."Tentu saja aku tidur di sini. Di sini tuh empuk, hangat, apalagi bisa sambil meluk kamu," jawab Alfa sambil mengeratkan pelukannya pada Nada.Nada berusaha keras untuk melepaskan diri, tapi Alfa tak bergeming."Ih, Kak! Kan Kakak bisa tidur di sofa!" cetus Nada."What? Aku? Tidur di sofa? No, Honey! Sofa itu tidak muat untukku. Aku lebih nyaman di sini.""Ka-kau ti-tida
Menikah dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita adalah impian semua orang. Itulah yang Nada juga harapkan. Namun, ia tak bisa mengelak dari takdir Allah yang telah ditetapkan untuknya meskipun kelihatannya ia seperti telah dijadikan "tumbal" oleh orang tuanya sendiri akibat kekonyolan salah satu putri mereka yang katanya selalu membanggakan itu.Ia duduk bersila di lantai kamarnya yang dilapisi karpet bulu dan hamparan sajadah. Ia baru saja melaksanakan shalat isya setelah ia dan suaminya makan malam bersama. Helaan napas kasar keluar begitu saja dari mulutnya. Sudah sebulan menjalani status seorang istri dari Alfarezel Narendra, tetapi mereka masih merasa asing. Mereka hanya bertemu saat sarapan dan makan malam. Shalat wajib pun dilakukan sendiri-sendiri. Situasi yang sama ia rasakan saat berada di rumah orang tuanya. Namun, Alfa adalah orang yang tak melewatkan waktu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang Muslim.Seumur hidup Nada, ia tak pernah melihat
Sisa-sisa hujan semalam menyisakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh sepasang manusia yang masih terlelap sambil berpelukan erat. Mereka menikmati keheningan dini hari jelang subuh ini dengan saling memberi kehangatan.Semalam, saat mereka pulang dari restoran, hujan turun begitu deras. Karena lupa membawa mantel, mereka jadi basah kuyup saat tiba di apartemen. Mereka masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.Saat Nada sedang membuat susu jahe hangat, tiba-tiba sepasang lengan kekar muncul dari belakang dan melingkar di perutnya. Ia seketika menegang. Alfa tersenyum sembari meletakkan dagunya di bahu sang istri."Sedang apa?" tanya Alfa dengan berbisik.Nada menghela napas untuk meredakan detak jantungnya yang terasa lebih cepat dari biasanya. Ia belum pernah seintim ini dengan lelaki mana pun."Aku sedang buat susu jahe. Mau?" Nada menawarkan susu jahe di tangannya."Ma
Gunawan menatap datar sang putri yang sudah sebulan ini menghilang. Nadia menatap sendu sang ayah sambil terisak di pelukan Viana."Masih ingat pulang kamu!" sinis Gunawan."Papa, maafin Nadia," lirih Nadia."Kamu sudah mempermalukan Papa di hadapan semua orang dan kamu tiba-tiba muncul hanya dengan membawa kata maaf?" geram Gunawan."Papa, aku nyesal. Aku bakal jadi kok nikah sama Alfa.""Sudah terlambat," ujar Gunawan dingin."Terlambat? Apa maksud Papa?" tanya Nadia heran."Alfa sudah menikah dengan adikmu.""Gak! Gak mungkin! Alfa cuma cintanya sama aku!" jerit Nadia histeris."Kamu harus terima kenyataan ini, Sayang. Nada sudah menjadi istri Alfa. Semua ini kami lakukan demi nama baik keluarga kita dan keluarga Narendra, Nak!" ujar Viana."Aku nyesel, Ma. Aku nyesel ninggalin Alfa. Aku gak bisa biarin Nada bahagia sama Alfa, Ma. Alfa dan aku saling cinta, Ma!" Tangis Nadia tak terbendung lagi. Ia sungguh menyesali keko
Alfa melangkah pelan memasuki ruang kerjanya sambil berbicara dengan sekretarisnya membahas tentang hasil rapat mereka tadi pagi. Ia melirik arloji di lengan kirinya. Ia pun memerintahkan sekretarisnya untuk istirahat sebelum bekerja lagi. Ia juga sudah tak sabar memakan masakan istrinya yang ia bawa dari rumah.Senyuman Alfa luntur seketika saat ia melihat seseorang yang telah meninggalkannya begitu saja. Ia menutup pintu ruangannya agar tak ada orang lain yang melihat mereka."Hai! Apa kabar?" sapa Nadia."Cih! Tiba-tiba hilang, tiba-tiba juga muncul. Sekarang, apa maumu?" tanya Alfa geram."Mauku? Kamu! Aku mau kita melanjutkan rencana kita...""Tak ada lagi rencana kita! Sejak kau pergi, sejak itu pula hubungan kita berakhir!" sergah Alfa."Apa cewek sok suci itu sudah meracuni pikiranmu?""Wanita yang kau sebut sok suci itu adalah istriku dan juga adik kandungmu! Bagaimana mungkin ada orang yang benci pada adiknya sendiri!""Aku!