Share

Senorita?

Sudah waktunya pulang, tidak ada cito dan lain sebagainya, jadi Anggara sudah bisa langsung kembali kerumah. Ia sudah rindu dengan gadis kecilnya itu. Entah apa nanti yang ia ceritakan perihal kegiatannya di sekolah, yang jelas obat lelah dan letih Anggara cuma itu. Dengan santai ia melangkah menuju parkiran. Suasana poli rawat jalan sudah sepi, bangsal rawat inap yang ramai banyak orang berlalu-lalang, jam besuk sudah dibuka.

Anggara tertegun ketika mendapati Honda Jazz putih itu masih terparkir di sebelah mobilnya. Sebuah senyum mengembang di wajah Anggara. Mobil itu bukan yang tadi pagi ia kendarai? Yang ia ganti ban belakangnya karena kempes? Sontak ia teringat dengan sang pemilik mobil, kenapa wajah itu terus terngiang di dalam pikiran Anggara?

Anggara menghela nafas panjang, ia menggelengkan kepalanya sambil memijit pelipisnya dengan gemas. Ada apa dengan dirinya ini? Kenapa ia jadi seperti ini? Ia bergegas masuk ke dalam mobilnya sendiri. Tangannya menyentuh setir mobil, pagi tadi Selly bukan yang membawa mobil ini? 

"Sial! Kenapa sih dia terus?" umpat Anggara kesal ketika bayangan kemesraan gadis itu bersama Adit tadi siang kembali terlintas dalam pikiran Anggara.

Anggara bergegas memakai seat belt-nya, lalu menghidupkan mesin mobil dan membawa mobilnya pergi dari halaman parkir rumah sakit. Bagaimana cara menghilangkan bayangan gadis itu dari pikirannya? Dan sejak kapan sih bayangan Selly selalu menganggu Anggara? Anggara sendiri tidak tahu dan tidak ingat, yang ia tahu sekarang wajah dan senyum itu seolah menghantui dirinya bersamaan dengan janji yang ia ucapkan pada mendiang Diana.

Sedih kah Diana di sana? Apakah dia kecewa pada Anggara yang sudah mengingkari janji yang dulu Anggara ucapkan itu? Tapi bukan mau Anggara, semua ini terjadi bukan karena kemauan Anggara! Ia sudah coba menghapus sosok itu dari pikirannya, namun tidak bisa! Semuanya gagal!

Anggara membawa mobilnya membelah kepadatan jalan raya sore itu, jujur semenjak kematian Diana, hidupnya hampa. Ia rawat sendiri Felicia sejak bayi dengan bantuan seorang baby sitter yang setia mengabdi kepadanya hingga sekarang itu, Bi Ijah. Memang sudah hampir setengah abad umurnya, namun ia begitu cekatan dan telaten. Felicia sendiri sangat lengket pada sosok itu.

Fokus Anggara selama ini hanya pada Felicia dan kariernya, ia sudah tidak memikirkan apa-apa lagi termasuk keinginan untuk menikah lagi. Meskipun dokter Yusak, ayah dari Diana sudah berkali-kali memberinya restu jika memang Anggara ingin menikah lagi, tapi Anggara tetap lebih memilih fokus pada dua hal itu.

Di saat ia sudah berhasil selama bertahun-tahun mengabaikan gejolak dan hasratnya sebagai seorang laki-laki dewasa, kenapa malah sekarang perasaan itu muncul dan memporak-porandakan pendirian Anggara? Apa yang terjadi?

Anggara membelokkan mobilnya ke halaman rumah, rumah yang dulu ia bangun berdua dengan sang mendiang isteri itu sengaja ia biarkan tetap seperti semula, sama sekali tidak Anggara lakukan perubahan pada rumah itu, hanya mungkin renovasi yang tidak merubah bentuknya. Senyum Anggara mengembang ketika kemudian sosok itu berlari dari dalam rumah, menyambutnya di depan pintu.

"Papa!" teriaknya sambil merentangkan kedua tangannya, sebuah kode minta digendong dan dipeluk.

"Et! Papa habis pulang dari rumah sakit dan belum mandi," Anggara menggelengkan kepalanya, rumah sakit bukan tempat yang higienis, dalam artian sebersih apapun rumah sakit, resiko terpapar bakteri dan virus sangat besar karena merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, jadi sudah jadi kebiasaan Anggara sejak dulu bahwa ia tidak akan menyentuh apapun termasuk Felicia kalau ia belum mandi bersih-bersih sepulang kerja.

"Yah ... kalau begitu Papa cepat mandi yang bersih!" tampak wajah itu berubah masam.

Anggara hanya terkekeh, lalu melangkah masuk tanpa sedikit pun menyentuh gadis yang sudah cantik dan wangi dengan dress gambar kelincinya itu. Ia bergegas masuk ke dalam kamarnya, melesat ke kamar mandi dan menutup rapat-rapat pintu kamar mandi.

Anggara nampak menghela nafas panjang, ia buru-buru melepas pakaiannya. Mandi bersih-bersih dan melepaskan penat dan lelahnya bersama sang puteri tercinta.

"Andai kamu masih ada di sini, Sayang ...," desis Anggara lirih, jujur ia rindu. Rindu dengan sosok yang selalu jadi sandaran Anggara ketika ia lelah dengan segala macam pendidikan spesialis bedahnya dulu.

"Benar kata orang, patah hati terbesar manusia adalah ketika ia ditinggal untuk selama-lamanya menghadap Sang Pencipta, bukan ditinggal menikah atau ditinggal pergi begitu saja."

***

Selly melangkah dengan riang menuju parkiran, akhirnya setelah melewati hari-hari panjang pendidikan klinis di rumah sakit, tiba juga waktunya dia pulang dan beristirahat. Ia sudah sangat rindu dengan apartemenya. Setelah mandi bersih, rasanya bersantai marathon nonton drama Korea dengan secangkir cokelat hangat dan biskuit adalah mood booster ter-the best!

Wajah riang Selly sontak meredup ketika menyadari mobil putih besar yang tadi ada di hadapannya itu sudah tidak ada. Bukankah tadi mobil itu ada di sana? Selly sendiri yang memarkirkan benda itu bukan?

Selly menghela nafas panjang, kenapa sih rata-rata dokter senior itu semua sama saja? Dalam artian mereka selalu bersikap dingin dan seolah memberi jarak pada mahasiswa dan bawahannya. Hanya beberapa dokter senior yang ramah, wellcome dengan 'keset rumah sakit' macam dia ini, lainnya memberi kesan yang sama, dingin, kaku, jutek dan ya begitulah!

"Ah ... bodo amat!" Selly bergegas masuk ke dalam mobilnya, rasanya mampir sebentar ke mall beli camilan tidak ada salahnya bukan?

Selly tersenyum, ia membawa mobilnya meninggalkan parkiran. Masih banyak judul drama Korea yang sudah masuk ke dalam list-nya, jadi ia perlu banyak camilan dan jangan lupa P*p Mie untuk ganjal perut kalau tiba-tiba lapar itu menyergapnya.

"Beli jajanan, es krim, cokelat, mie instan ...," senyum Selly mengembang sempurna, sebodoh amat dengan jurnal, penelitian dan presntasi kasusnya, ia sedang ingin me time dengan melupakan sejenak tugas-tugas dan tanggung jawabnya selama menjalani kepaniteraan klinik itu.

Tangan Selly terulur memutar radio, jalanan begitu padat dan ia butuh teman untuk sekedar menemaninya memecah kepadatan jalanan sore ini.

I love it when you call me senorita ....

I wish I could pretend I didn`t need ya ....

But every touch is ooh-la-la-la ....

It`s true, la-la-la ....

Ooh, I sould be runnin` ....

Ooh, you keep me coming for ya ....

(Senorita - Shawn Mendes, Camila Cabello)

Selly tersenyum, ia sangat suka lagu dari Shawn Mendes dan Camila Cabello ini. Bibirnya tidak henti ikut bernyanyi. Suara Selly begitu merdu mengikuti lirik dan irama lagu, memang sejak kecil ia suka bernyanyi dan sempat ingin menjadi seorang penyanyi terkenal. Namun karena kedua orangtuanya adalah seorang dokter, maka akhirnya ia pun memutuskan untuk mengikuti jejak mereka.

Meskipun jalanan untuk menjadi dokter begitu terjal dan curam, namun akhirnya ia sampai juga bukan pada kepaniteraan klinik-nya? Tinggal lulus koas, lulus UMKPPD dan diambil sumpah jabatannya maka ia sudah resmi akan menyandang gelar dokter itu di depan namanya.

Selly kembali tersenyum, ia rasanya sudah tidak sabar untuk bisa segera menyandang gelar itu, Dokter Selly Veronica Hariardi. Kemudian setelah selesai internship dan mengabdikan diri beberapa tahun ia ingin segera bisa ambil spesialisasi dan menambahkan satu gelar lagi di belakang namanya jadi Dokter Selly Veronika Hariardi, Sp.PD alias spesialis penyakit dalam, itu cita-citanya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status