Share

Bab 10. SOSOK MISTERIUS

    Setelah menceritakan kisahnya kepada Ustadz Yusuf, Pak Karta lalu menyampaikan niatnya untuk pergi ke hutan terlarang dan bermaksud meminta bantuan Ustadz Yusuf.

     “Jadi, Bapak ingin kesana?” tanya Ustadz Yusuf.

     “Iya Ustadz. Saya berniat menemui Haruni dan Widarta dan berbicara dengan mereka. Entah kenapa saya merasa kelahiran Diandra ada kaitannya dengan mereka. Saya juga bermaksud meminta bantuan Ustadz untuk menyadarkan mereka,” terang Pak Karta.

     “Maaf, Pak Karta, untuk menemani Bapak ke hutan itu, mungkin saya masih bisa tapi jika untuk menyadarkan mereka, saya tidak yakin saya akan mampu,” jawab Ustadz Yusuf meragu.

     “Saya percaya, Ustadz pasti bisa,” ucap Pak Karta mencoba meyakinkan Ustadz Yusuf.

     “Kita coba saja, Pak. Kapan rencananya kita akan ke sana?” tanya Ustadz Yusuf

     Sementara Pak Karta dan Ustadz Yusuf sedang berunding, di rumahnya Maya sedang berteriak-teriak histeris di kamar si kembar.

     “Maya ... Sayang ... tenanglah! Kamu kenapa?!” tanya Rudi panik sambil berusaha menenangkan istrinya. Bu Minah berusaha menenangkan si kembar yang juga ikut menangis.

     “Rud! Bapak kamu kemana?! Kenapa belum pulang juga! Sebentar lagi masuk waktu maghrib!” seru Bu Minah sedikit kesal karena suaminya belum juga pulang. Maya terus saja histeris sambil menunjuk ke satu arah.

     “Apa yang kamu lihat, Sayang?!” tanya Rudi lagi. Dia bahkan tak menggubris pertanyaan ibunya karena sibuk menenangkan istrinya.

     “Rudi!” seru Bu Minah. Membuat Rudi berjingkat karena terkejut.

     “I-iya Bu,” jawabnya tergeragap.

     “Dimana bapak kamu?!” tanya Bu Minah lagi.

     “Assalamu’alaikum!” terdengar suara Pak Karta mengucapkan salam sebelum Rudi sempat menjawab pertanyaan ibunya. Pak Karta merasa heran karena rumahnya begitu ramai di penuhi warga yang tanpa disadari oleh Rudi dan Bu Minah telah berkumpul di rumah mereka.

     “Bu, ada apa ini?! Itu Maya kenapa?! Terus itu ... di depan warga juga berkumpul begitu!” tanya Pak Karta penasaran.

     “Entahlah Pak, sejak tadi dia histeris dan terus menunjuk ke sudut ruang kamar ini. Mendengar ibunya histeris si kembar juga ikut menangis,” ujar Bu Minah cemas.

     “Lalu sekarang mana si kembar?!” tanya Pak Karta cemas saat  tak melihat keberadaan si kembar.

     “Mereka aku titipkan pada Laila. Aku ingin membantu Rudi menenangkan Maya,” sahut Bu Minah. Kemudian Pak Karta mendekati Rudi dan Maya yang masih histeris.

     “Rud! Cepat ke rumah Ustadz Yusuf biar Maya, kami yang menjaga!” titah Pak Karta. Rudi bergegas keluar dan berniat ke rumah Ustadz Yusuf. Beruntung bagi Rudi, begitu dia sampai di halaman rumahnya, dia melihat Ustadz Yusuf yang juga sedang memasuki halaman rumah. Sepertinya ada salah seorang warga yang berbaik hati memanggilkan Ustadz Yusuf.

     “Assalamu’alaikum!” Ustadz Yusuf mengucapkan salam.

     “Waalaikumsalam!” jawab Pak Karta dan Bu Minah bersamaan.

     “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ustadz Yusuf.

     “Kami juga tidak tahu Ustadz sejak menjelang maghrib tadi, Maya tiba-tiba menjerit-jerit histeris dan terus menunjuk ke sudut ruangan ini. Ustadz Yusuf memejamkan matanya dan mengeluarkan tasbih yang selalu dia simpan di saku baju kokonya. Meski pelan, terdengar dia sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an sambil jemarinya menggulirkan butiran tasbihnya.

     Beberapa menit kemudian, Ustadz Yusuf membuka matanya dan menatap lurus ke arah yang sejak tadi ditunjuk oleh Maya. Perlahan tapi pasti Ustadz Yusuf berjalan menuju sudut ruangan itu.

     “Siapa kalian?!” tanya Ustadz Yusuf. Tatapannya terus tertuju pada sudut ruangan itu. Alih-alih menjawab pertanyaan Ustadz Yusuf sosok yang dlihat oleh Ustadz Yusuf dan mungkin dilihat oleh Maya memilih untuk menghilang dari tempat itu sambil menampilkan seringai mengerikan.

     “Kami akan datang lagi!” ucap kedua sosok itu sebelum benar-benar menghilang. Bersamaan dengan menghilangnya sosok misterius itu, Maya jatuh pingsan. Rudi segera mengangkat tubuh isterinya dan membaringkannya di tempat tidur.

     Sementara Rudi dengan dibantu Bu Minah mengurus Maya, Pak Karta mengajak Ustadz Yusuf untuk berbincang sejenak. Namun, sebelum itu, mereka mencoba menenangkan warga dan membubarkan mereka.

     “Maaf Ustadz, sebenarnya apa yang terjadi pada menantu saya?” tanya Pak Karta.

     “Saya juga tidak terlalu yakin, Pak. Hanya saja, memang ada yang dilihat oleh menantu Bapak tadi. Sesuatu yang tak akan bisa kita lihat hanya dengan mata telanjang. Maksud saya, kita harus membuka mata batin kita untuk bisa melihatnya,” terang Ustadz Yusuf.

     “Apa sebenarnya yang dilihat oleh menantu saya, Ustadz?” Pak Karta kembali bertanya.

     “Setelah saya membuka mata batin saya, di sudut ruangan itu saya melihat ada dua sosok yang mengerikan. Mereka terlihat seperti manusia tapi juga terlihat seperti iblis. Saat saya bertanya tentang siapa mereka, mereka hanya menyeringai lalu menghilang,” terang Ustadz Yusuf.

     “Dua sosok misterius. Apa mereka sepasang, Ustadz?” tanya Pak Karta.

     “Entahlah Pak. Saya tidak yakin. Oh ya, sebelum menghilang, mereka sempat mengatakan bahwa mereka akan datang lagi,” ujar Ustadz Yusuf.

     “Apa mungkin mereka Haruni dan Widarta, Pak?!” celetuk Bu Minah yang tanpa sengaja mendengar percakapan suaminya dan Ustadz Yusuf saat dia akan mengantarkan kopi dan camilan untuk mereka.

     “Aku juga berpikir begitu, Bu,” sahut Pak Karta menjawab pertanyaan Bu Minah.

     “Ustadz, bisakah rumah kami diberi benteng do’a-do’a untuk melindungi menantu dan cucu-cucu saya?” tanya Bu Minah kemudian.

     “Bisa saja, Bu. Namun, saya juga memerlukan bantuan Bapak dan Ibu untuk tak pernah putus dalam mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Kita akan coba membentengi rumah ini dengan do’a. Meskipun saya, tidak bisa menjamin ini akan berhasil secara penuh. Mengingat kejadian tadi dan jika benar sosok yang tadi saya lihat adalah orang tua Maya, itu artinya kekuatan mereka jauh lebih kuat dari apa yang kita bayangkan,” tutur Ustadz Yusuf.

     “Lalu, kita harus bagaimana Ustadz?!” tanya Rudi yang tiba-tiba muncul dan ikut bergabung dalam perbincangan itu.

     “Mas Rudi, kenapa kesini? Tolong temani Mbak Maya. Jangan biarkan dia sendirian!” Ustadz Yusuf memperingatkan Rudi.

     “Bu, jemput si kembar. Bawa mereka pulang!” titah Pak Karta. Bu Minah mematuhi titah suaminya dan bergegas menjemput cucunya.

     “Jangan! Jangan bawa anak-anakku!” tiba terdengar suara teriakan Maya. Mereka segera menuju ke kamar Rudi. Bu Minah juga mengurungkan niatnya untuk menjemput kedua cucunya.

     “Sepertinya kejadian tadi masih membekas dalam alam bawah sadar Mbak Maya hingga terbawa dalam mimpi,” ucap Ustadz Yusuf.

     “Mas Rudi, tolong bawa segelas air putih saya akan coba menenangkannya!” titah ustadz Yusuf.

     “Daraa! Diandraa! Anakku ... kembalikan anak-anakku! Jangan bawa mereka! Tidaaak! Jangan sakiti mereka! Dara ... Diandra!” teriak Maya gelisah dalam tidurnya.

     “Ustadz Yusuf membacakan do’a pada segelas air yang dibawakan oleh Rudi lalu membasuhkan air itu ke wajah Maya. Akhirnya Maya kembali tenang dan lelap dalam tidurnya.

     “Maaf Mas Rudi, apakah Mbak Maya sedang sakit?” tanya Ustadz yusuf.

     “Akhir-akhir ini dia memang sering terlihat pucat tapi setiap saya tanya apakah dia sedang sakit, dia selalu menjawab tidak. Memang ada apa ya Ustadz?” tanya Rudi penasaran.

     “Begini, buhu badan Mbak Maya tinggi sekali. Saran saya, sebaiknya Mbak Maya juga dibawa ke dokter. Kalo untuk wajahnya yang pucat, selain karena sedang menurun kondisi tubuhnya, saya melihat ada sebab lain ...”

     “ ... Bibi ... Paman ... Kak Rudi!” terdengar teriakan seorang gadis dari arah luar sebelum Ustadz Yusuf menyelesaikan kalimatnya. Menyisakan tanya di benak Rudi, Pak Karta dan Bu Minah.

     “Laila, ada apa?!” tanya Pak Karta pada gadis yang baru saja datang dan terlihat cemas. Wajah gadis itu pun terlihat pucat pasi.

     “P-Paman ... s-si ... si kembar  Paman ...”

     “ ... Si kembar kenapa, La?!” tanya Rudi tak kalah panik.

     “Hi-hilang,” lirih gadis itu sambil terisak.

     “Hilang?! Apa maksud kamu, Laila?” seru Bu Minah terkejut.

     “Maaf Bi ... saya lalai menjaga mereka,” lirih gadis itu. Bu Minah merasakan tubuhnya lemas dan jatuh terduduk di kursi.

     “Bilang sekali lagi, Laila! Katakan jika yang kamu katakan tadi tidak benar!” geram Rudi sambil mengguncang tubuh gadis itu.

     “Maaf Kak ... t-tapi me-mereka beneran hilang,” lirih gadis itu dengan nada ketakutan. Tubuh Rudi luruh jatuh ke lantai.

     “Duduklah Laila dan ceritakan pelan-pelan!” ujar Ustadz Yusuf. Kemudian gadis itu menceritakan kronologis hilangnya si kembar.

     “Maya!” seru Rudi lalu bangkit dan bergegas menuju ke kamarnya.

     “Mayaaa!” terdengar suara teriakan Rudi. Ustadz Yusuf, Pak Karta, Bu Minah dan Laila bergegas menghampiri Rudi.

    

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status