Share

Ch. 7 Tubuh Itu

Arnold bergegas keluar rumah dan melangkah ke rumah yang ada di sebelahnya, siapa lagi kalau bukan rumah si Sisca, ia benar-benar kesal dan gemas dengan gadis satu itu. Bisa nggak sih gadis itu bersikap waras sedikit saja?

"Sis ... Sisca, bukan pintunya!" teriak Arnold sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah Sisca.

"Sis! Woi jangan sembunyi deh!" ia terus mengetuk pintu rumah Sisca, gadis itu tidak nampak, rumahnya sepi, dia kemana? Kenapa tidak nampak?

Arnold menekan knop pintu rumah itu, pintu terbuka dan rumah itu tampak sepi. Arnold mengerutkan keningnya, memang kemana gadis itu? Motornya ada di rumah, tapi kenapa orangnya tidak ada?

Arnold melangkah ke salah satu kamar, kosong! Kamar satunya juga kosong! Arnold menggaruk kepalanya, kemana sih orang itu? Masa iya pergi rumah nggak dia kunci sih?? Ia hendak melangkah ke belakang ketika kemudian secara tidak sengaja ia menabrak seseorang hingga dia terjatuh di lantai.

"Aduh!" teriak suara itu yang ia tahu itu suara Sisca.

"Gimana sih, lu jalan pakai mata dong!" umpat Arnold sambil mengelus sikunya. Arnold terbelalak ketika melihat sosok itu hanya mengenakan handuk yang membungkus tubuhnya.

"Eh, lu ngapain ke sini bos?" teriak Sisca histeris ketika sadar tubuhnya hanya terbungkus handuk diatas lutut.

"Nyariin elu lah, gila ya elu!" maki Arnold yang sudah beranjak berdiri sambil mengusap siku dan lututnya. Ia berusaha menekan kuat-kuat perasaan berdesir yang sontak muncul ketika melihat personal asistennya itu hanya terbungkus handuk.

"Gila gimana lagi sih? Elu tuh yang gila, kenapa nyelonong masuk sih? Inikan wilayah gue, rumah gue!" maki Sisca kesal, ia hendak melangkah ke kamarnya ketika kemudian tangan Arnold meraih tangannya dan menarik Sisca keluar rumah.

"Eh apaan sih, gue belom pakai baju, Bos!" Sisca hendak melepaskan diri namun genggaman tangan Arnold lebih kuat.

Ia berhasil membawa Sisca kembali ke dalam rumah dan menarik personal asistennya ke dalam kamarnya.

"Eh gila lu, gue mau elu apaan sih? Nggak jelas banget!" teriak Sisca yang panik ketika tahu Arnold membawanya masuk ke dalam kamar miliknya.

"Jangan ngeres! Gue cuma mau tanya, ini maksud elu apaan?" tunjuk Arnold pada sprei gambar Kerropi itu.

"Oh itu, bagus kan? Seger di mata," komentar Sisca santai.

"Astaga, Sisca!" desis Arnold gemas. Ia mengacak rambutnya dengan gemas.

"Gue semacho ini? Kekar berotot, tinggi tegap macam model susu protein tinggi elu suruh tidur pakai selimut dan sprei gambar kayak gini? Gila lu!" maki Arnold kesal.

"Lho apa salahnya sih Bos? Warnanya bagus!" tukas Sisca tidak mau disalahkan.

"Tapi gambarnya ...," Arnold benar-benar kesal, namun rasanya ia tidak bisa marah berlebihan.

"Bagus gambarnya, lucu!" komentar Sisca santai, memang lucu kok, warnanya hijau cantik.

"Lucu?" pekik Arnold kesal. Ia memijit keningnya dengan gemas.

"Lihat, lucu kan? Bagus?" ujar Sisca santai, tangannya menutupi leher dan dada yang tidak tertutupi handuk.

"Sisca, lain kali please deh, beliin yang polos gitu bisa nggak sih?" protes Arnold masih belum terima.

"Salah lagi," desis Sisca sambil memanyunkan bibirnya.

"Ya salah dong! Masa gue elu kasih sprei sama selimut kayak gini sih?" Arnold benar-benar gemas, bagaimana sih menyadarkan gadis ini bahwa kesalahannya ini kesalahan yang cukup menyebalkan.

"Terus sekarang maunya gimana?" tanya Sisca akhirnya, ia lelah diajak debat sejak tadi.

"Gantiin spreinya sekarang! Elu beli nggak cuma satu kan tadi?" perintah Arnold tegas.

"Iya tadi beli tiga sih bos," jawab Sisca santai.

"Jangan bilang gambar Kerropi semua!" potong Arnold kesal.

"Nggak kok, satunya gambar Bare Bears dan satunya gambar Tsum-tsum, Bos!"

"Astaga ya Tuhan!" pekik Arnold sambil mengacak rambutnya dengan gemas.

"Salah lagi nih?" tanya Sisca polos.

Arnold menarik tangan Sisca, mendorongnya hingga mepet ke tembok. Sisca memekik ketika dua tangan Arnold itu mencengkram kedua tangannya, mata sosok itu dengan tajam menatap matanya.

"Bos ngapain?" tanya Sisca polos, matanya takut-takut menatap sorot tajam laki-laki itu.

"Bisa nggak sih yang warasan dikit?" tanya Arnold sambil menatap lekat-lekat mata Sisca, "Lu beliin sprei buat laki-laki umur tiga puluh dua tahun, Sis. Bukan anak SD!"

Sisca tergagap, wajah mereka begitu dekat, hingga Sisca kembali bisa merasakan hembusan nafas itu menyapa kulit wajah Sisca. Ia hendak melepaskan cengkraman tangan Arnold ketika kemudian handuk yang ia kenakan melorot ke bawah, hingga tubuh polos Sisca terekspos sempurna.

"Lepas ih, lu mau perkosa gue?" Sisca menghempaskan tangan Arnold, meraih kembali handuknya lalu menutupi tubuhnya dengan handuk.

"Siapa yang mau perkosa elu? Lu tuh kenapa nggak pakai baju?" guman Arnold sambil menelan salivanya, tubuh itu ....

"Gue baru selesai mandi dan elu tarik ke rumah elu, siapa yang salah kalau kayak gini, heh?" rasanya Sisca ingin menghantam kepala bosnya itu dengan pot bunga, sebodoh amat dia gagar otak, Sisca tidak peduli.

"Gue tarik elu kesini karena gue mau protes pasal ini sprei!" Arnold frustasi, kenapa sih sosok itu menyebalkan setengah mati?

"Yaudah sana ganti aja itu sprei!" Sisca beranjak pergi meninggalkan Arnold sendirian.

"Heh, di sini gue bosnya!" teriak Arnold gemas.

"Bodo amat! Gue mau pakai baju, daripada ntar elu garap!" guman Sisca balas sambil pergi meninggalkan rumah bosnya itu.

"Ya tapikan ...," Arnold menghela nafas panjang, ia hanya memijit kepalanya sambil geleng-geleng.

"Punya asisten pribadi aja begini amat sih Tuhan!" desisnya gemas. Arnold menatap nanar kasurnya itu, sprei berwarna hijau dengan gambar katak itu sungguh memang sangat lucu, dan akan benar-benar tambah lucu jika Arnold yang memakainya.

Arnold menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, ia memejamkan matanya. Kepalanya pusing sekali, hatinya masih dongkol. Namun tiba-tiba dongkol itu lenyap ketika bayangan tubuh tadi melintas dalam pikirannya.

Arnold bukan lagi laki-laki polos, ia sudah berkali-kali merasakan nikmat wanita, menikmati tubuh wanita terlebih saat dia berada di London untuk kuliah. Namun tubuh Sisca tadi benar-benar berbeda! Rupanya dibalik tubuh yang selalu tertutup rapat itu ternyata tersimpan rahasia indah yang luar biasa.

Darah Arnold tiba-tiba mendidih, gairahnya memuncak. Kenapa tadi ia biarkan Sisca pergi? Kenapa tidak ia dorong dan ia tindih tubuh polos di hadapannya itu? Bukankah semuanya mendukung? Tinggal sumpal mulutnya dan ambil paksa, semudah itu bukan?

Ahh ... kenapa sih malah dia jadi ngeres macam ini? Gila apa dia mau melakukan tidak pemerkosaan pada personal asistennya itu? Dia bisa kok booking gadis booking out untuk melayaninya. Tapi ... kenapa tubuh polos Sisca tadi begitu menarik perhatiannya? Kulitnya putih bersih dengan badan proposional, dan itu benar-benar menantang gairah kelelakian Arnold.

"D*mn!" umpat Arnold sambil memijat kepalanya, ia jadi sakit kepala macam ini kan?

Ada setitik perasaan aneh yang menjalar di dalam hati Arnold, tiba-tiba dia ingin gadis itu! Sangat ingin!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tita Basar
bgus ceritanya bikin ngakak sekolah tinggi tinggi akhirnya jdi pembokat hahaha sukses thor
goodnovel comment avatar
Joko Herman Hidayat
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status