Byakta segera mengusap wajah dengan kasar, karena sudah salah bicara. Beginilah yang ia khawatirkan jika menikah dengan wanita dari kalangan yang berbeda dengannya. Meskipun dirinya saat ini adalah seorang kepala rumah tangga, tapi dari berbagai sisi, Byakta dan keluarganya sangat berutang budi pada keluarga Sagara. Terutama Pras yang sudah menjadi bos Mario sejak dahulu kala. Belum lagi, semua biaya pendidikan Byakta dari kecil hingga dewasa, seluruhnya dibiayai oleh Pras.
“Tolong jangan salah paham.” Byakta ingin meluruskan semua hal yang terucap barusan. “Aku bukannya mau membandingkan kamu dengan dengan Raya, tap—”
“Mas By masih cinta sama Raya?” putus Yasmen mulai mengerucutkan bibir. Yasmen tidak cemburu, karena tahu Raya bukanlah tandingan sepadan untuk dirinya. Ditambah, Yasmen yakin sekali jika Byakta tidak akan mungkin bermain di belakangnya.
Jika bicara cinta, tentu saja semua rasa cinta Byakta bukanlah untuk Raya. Namun, tidak mungkin jika Byakta mengungkapkan isi hatinya pada Yasmen. Semua rasa itu, harus sudah terkubur dalam-dalam karena Byakta dan sang Permaisuri hatinya saat ini sudah menjadi satu keluarga.
“Aku cuma perlu waktu, Yas.” Ternyata, semua tidak semudah yang Byakta bayangkan. Selama ini, Byakta bisa melakukan berbagai hal dengan Raya tanpa rasa canggung, ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih. Namun, entah mengapa Byakta tidak bisa melakukannya bersama Yasmen. Bahkan, hanya untuk memeluk gadis itu saja, hati Byakta seolah dipenuhi dengan rasa bersalah. Bagaimana jika suatu hari Yasmen mengetahui semua kebenarannya. Bahwa, selama ini bukan Rayalah yang jadi ratu di hati Byakta, melainkan ….
“Semua ini … terlalu mendadak,” tambah Byakta butuh meyakinkan hati Yasmen.
“Mas By masih cinta sama Raya?” Yasmen mengulang pertanyaannya, karena Byakta belum memberi jawaban pasti.
“Yas.” Byakta meraih kedua tangan Yasmen dan menggenggamnya. Mau dijelaskan bagaimanapun, ia yakin jika Yasmen tidak akan mengerti yang dirasakan Byakta saat ini. Apalagi, Yasmen tidak pernah menjalin kasih dengan pria mana pun selama ini. “Kalau aku bilang rasa itu sudah nggak ada, itu sama aja aku bohong sama kamu.”
“Jangan jadiin aku orang jahat.” Ada rasa nyeri yang merasuk ke dalam hati. Kejujuran memang menyakitkan, tapi mau bagaimana lagi jika itu semua adalah fakta. “Seperti yang Mas By bilang, kalau aku itu berbeda dengan Raya. Jadi, aku bisa nadahin tangan ke papi, dan minta supaya beliau … no, no, papi kurang kejam. Aku bisa minta ayah untuk nyingkirin Raya supaya kalian nggak pernah ketemu selama-lamanya.”
“Yasmen—”
“Dan Mas By pasti tahu, siapa yang bakal disuruh ayah untuk nyingkirin Raya.” Yasmen menyela dengan melukis seringai halus di wajahnya. “Papa … Mario.”
“Yas—”
“Aku bisa nunggu Mas By sampai kapan pun.” Yasmen kembali menyela. “Tapi, aku nggak akan ngebiarin cewek mana pun, singgah di hati Mas By. Take your time, Mas, dan ingat itu baik-baik.”
“Jangan bawa-bawa papaku dalam masalah kita.” Otak Byakta semakin memanas mendengar ancaman Yasmen. Rupa-rupanya, selama ini Byakta belum terlalu mengenal Yasmen lebih dalam. Semua sikap manja dan penurut yang selalu ditampilkan di depan Byakta, ternyata menyimpan banyak arogansi di dalamnya.
Astaga! Byakta hampir saja lupa, jika Yasmen juga merupakan keturunan keluarga Sagara.
“Hidup itu pilihan.” Yasmen berbalik. Menoleh dan menatap Byakta dari balik bahunya. “Dan aku cuma mau Mas By memilih untuk tetap setia, dalam pernikahan ini.”
Sinar membuang napas lelah. Benar-benar lelah karena karena energinya hampir habis terpusat pada May dan Sila sekaligus, sejak kemarin. Beruntung, rumah sakit yang ditempati anak dan menantunya itu berada di tempat yang sama, hingga ia tidak perlu bolak-balik pergi ke sana kemari. Untuk yang satu ini, Sinar memang harus berterima kasih pada sang suami arogannya, yang selalu bisa memaksakan kehendak pada siapa saja.Kemudian pagi ini, Sinar kembali harus dihadapkan dengan Byakta dan Yasmen yang tidak jadi berangkat bulan madu ke Singapura. Namun, di mana ada Sinar di situ pastilah ada Pras yang akan sebisa mungkin berada di sisi istrinya jika sedang tidak mengurus masalah pekerjaan.Pras bersedekap sambil mengusap dagu. Melihat Byakta dan Yasmen, yang duduk berdampingan di hadapannya. Sementara Bira dan sang istri, juga duduk berdampingan di sisi lainnya. Sebenarnya, Pras kurang setuju ketika Bira ingin menikahkan putrinya dengan Byakta. Karena Pras tahu benar, jika Mai dan Byakta pern
Byakta memandang Yasmen yang sibuk mengumpat, ketika tahu aplikasi mobile banking di ponselnya sudah tidak bisa diakses sama sekali. Gadis itu menggeram kesal, lalu membuang ponselnya dengan kasar di atas ranjang. “Yas, kalau hapemu jatuh terus rusak, aku nggak akan beliin kamu hape baru seharga itu,” tunjuk Byakta pada benda persegi yang untungnya tidak jatuh, dan terbentur lantai kamar hotel. Ponsel Yasmen memang tidak akan langsung rusak bila jatuh ke lantai, tapi, sekali ini Yasmen memang perlu diberi peringatan agar tidak bersikap semaunya.Seperti kata Pras, Yasmen saat ini adalah tanggung jawab Byakta. Oleh karena itu, Byakta akan sungguh-sungguh mendidik Yasmen agar bisa menjadi wanita dewasa yang mandiri.Yasmen melirik tajam dan kesal pasa sang suami. Kenapa Byakta bisa berubah 180 derajat seperti itu, ketika mereka sudah menikah? Yang Yasmen tahu, pria itu selalu bersikap baik dan loyal kepadanya.“Kenapa Mas By jadi berubah pelit gini?” protes Yasmen separuh berteriak lal
Byakta menahan napas, ketika melihat Yasmen begitu mudah mencondongkan wajah padanya. Gadis cantik itu pun sudah menutup mata, dan tinggal menunggu Byakta untuk melakukan permintaan Yasmen.Entah mengapa Byakta merasa canggung untuk melakukannya bersama Yasmen. Padahal, ia sudah seringkali melakukan hal tersebut bersama Raya dahulu kala. Apa mungkin, karena Yasmen merupakan adik sepupu dari wanita yang dicintainya, karena itu Byakta memiliki sebuah rasa yang mengganjal di dalam dada.Byakta baru saja hendak mengangkat tangan untuk menyangga wajah Yasmen, dan hendak melakukan permintaan gadis itu. Namun, dering ponselnya membuat Byakta akhirnya berdiri, dan tidak dipungkiri jika hatinya merasa sedikit lega karena tidak jadi mencium Yasmen.Mendengar suara ponsel yang berdering di kamarnya, Yasmen seketika membuka mata. Melihat Byakta yang sudah berjalan menjauh menuju sofa. Ada rasa kesal, marah, dan ingin rasanya Yasmen berteriak karena panggilan yang masuk di ponsel Byakta sungguh t
“Kenapa nggak jadi ke Singapur?”Raj berdiri bersedekap, di samping ranjang pasien yang digunakan sang istri. Menahan secuil rasa kesal, karena kedatangan Byakta dan Yasmen untuk menjenguk bayi yang baru saja dilahirkan oleh Mai. Dari sikapnya saja, Raj dapat melihat jika kedua orang yang baru saja datang itu, tidak tampak seperti sepasang suami istri.Raj pun dapat melihat segurat kepalsuan, dalam senyum yang disematkan Byakta ketika mengunjunginya. Pria itu, pasti masih menyimpan rasa untuk Mai, tapi dengan terpaksa harus memendamnya dalam-dalam.Akan tetapi, satu hal yang masih belum bisa dicerna oleh otak Raj. Kenapa Byakta mau menikahi Yasmen? Kenapa, pria itu justru tidak maju untuk memperjuangkan Mai dahulu kala?Di sinilah letak kecurigaan Raj, yang membuatnya tidak bisa berpikir positif dengan Byakta.“Ya, nggak jadi aja,” jawab Yasmen tidak ingin kekisruhan rumah tangganya di dengar oleh orang lain. Mengingat, Pras sudah mewanti-wanti agar semua hal terkait rumah tangga mere
“Jangan bilang, malam ini Mas By mau tidur di sofa lagi.”Sungguh, bukan seperti ini bayang pernikahan yang ada di kepala Yasmen. Bukan ingin membandingkan, tapi Yasmen melihat kehidupan pernikahan seluruh keluarga besarnya sangatlah bahagia. Dari Viona, Pras, maupun Bira yang merupakan ayah Yasmen sendiri. Belum lagi, kehidupan kedua sepupunya yang sudah lebih dulu menikah, yaitu Qai dan Mai. Mereka sungguh terlihat amat bahagia dan mesra, di mana pun berada.Byakta yang baru saja keluar dari kamar mandi, berdiam diri sejenak setelah menutup pintu. Ia memandang Yasmen yang duduk di tepi ranjang, dengan menggunakan hotpants dan tanktop. Gadis itu menatap cemberut, dengan tangan bersedekap rapat di bawah dada.“Yas—”“Tidur di ranjang,” potong Yasmen tidak ingin mendengar alasan apapun dari mulut Byakta. Setidaknya, hubungan mereka akan maju satu langkah jika keduanya sudah tidur di ranjang yang sama. Walaupun, tidak ada yang keduanya lakukan selain tidur. Paling tidak, Yasmen bisa mem
Yasmen membuka mata dan mendapati Byakta tidak berada di sampingnya, memeluknya. Melihat jendela kamar yang masih tampak gelap, Yasmen pun membalik tubuh untuk melihat jam digital yang berada di nakas. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah lima pagi. Itu artinya, pagi ini Yasmen dan Byakta akan memulai rutinitas baru di Casteel High sebagai sepasang suami istri.Kira-kira, apa yang akan dipikirkan karyawan kantor jika melihat mereka berdua langsung masuk bekerja, padahal baru saja melangsungkan pernikahan yang sangat mewah. Para karyawan di perusahaan, pasti akan bergosip tentang mereka berdua.Kalau sudah begini, Yasmen merasa bodoh sendiri karena keputusan yang diambilnya ketika tengah marah dan ngambek dengan Byakta.Namun, di sisi lain Yasmen kembali teringat dengan kejadian tadi malam. Akhirnya, hubungan mereka mengalami sedikit kemajuan. Karena inisiatifnya, akhirnya ciuman pertama itu sukses mendarat dengan sempurna di bibir Yasmen malam tadi.Ternyata, rasanya begitu …
“Pagi Papi.”Bira hanya melirik datar, pada sapaan Yasmen yang terlihat semringah dengan sorot mata yang berbinar-binar. Detik selanjutnya, tatapan Bira beralih pada Byakta yang tidak menampilkan ekpresi berbeda dari biasanya. Semuanya terlihat sama, dengan senyum dan anggukan formal.“Pagi Pak Bira,” sapa Byakta menyusul ucapan Yasmen.Bira balas mengangguk hanya pada Byakta. “Pagi.”“Sapaan aku, kok, nggak dibalas, Pi?” protes Yasmen lalu berdiri ditengah-tengah Bira dan Byakta yang tengah menunggu lift. Sementara karyawan lain yang sudah, dan tengah menuju lift tersebut segera beralih ke lift yang berbeda.“Saya bukan papi kamu kalau di sini!” Mata Bira membola lebar sambil menghardik pelan putri kesayangannya. Bagaimanapun juga, Bira harus bisa menjaga wibawanya selama berada di perusahaan.Meskipun gosip nepotisme di keluarga Sagara santer terdengar di telinga, tapi bukan berarti mereka pilih kasih dalam mempekerjakan seseorang. Baik Pras maupun Bira, tetap memperlakukan dan men
Karena sikap supel dan ramahnya, Yasmen tidak perlu menunggu lama untuk bisa akrab dengan rekan satu divisinya. Meskipun, masih ada yang bersikap sungkan karena Yasmen merupakan anak dari presiden direktur yang menjabat di Casteel High saat ini. Mereka harus lebih menjaga lisannya, jika hendak bergosip seperti biasa.“Ini berkas lamaran yang masuk sampai kemarin. Itu berarti, dari jumat, sabtu, sama minggu,” ujar Ratna, senior wanita yang baru saja meletakkan setumpuk amplop cokelat di meja Yasmen. Kemudian, ia mengambil sebuah pulpen di meja Yasmen dan menulis sesuatu pada tumpukan amplop yang paling atas. “Dan ini, e-mail divisi HRD dan passwordnya,” lanjutnya menunjuk sesuatu yang baru saja ia tulis.Yasmen yang masih bingung dengan tugasnya, hanya mengangguk pelan. Pandangannya tertuju pada tumpukan amplop yang tingginya melebihi mesin printer yang ada di mejanya. Entah apa yang harus Yasmen lakukan pada tumpukan berkas lamaran itu nantinya. Ia hanya menunggu instruksi terlebih da