Rae, perempuan cantik itu malam ini benar-benar sangat menikmati hentakan musik dan meliukkan tubuh indahnya di atas dance floor. Dentuman musik yang semakin menggila membuat perempuan itu ikut larut semakin dalam.
Ia sama sekali tidak peduli dengan para pria hidung belang yang sudah meneteskan air liurnya saat melihat betapa menggodanya perempuan itu.
Dress hitam yang dikenakannya, begitu memperlihatkan lekuk tubuh yang indah, berisi dan begitu menggoda. Pria manapun yang melihatnya pasti akan lupa diri. Beberapa pria hidung belang mulai naik dan menari bersamanya. Tangan-tangan nakal itu mulai menggoda, berusaha menyentuh apa saja yang bisa mereka dapatkan dari Rae.
Tapi sayangnya mereka bodoh, atau mungkin perempuan itu yang terlalu pintar. Dengan cepat ia menggoda mereka dan setelahnya ia langsung menghempaskan mereka begitu saja dan meninggalkan lantai dansa, membuat beberapa pria terlihat bodoh karena gagal mendekati perempuan itu.
Rae turun dari atas dance floor dan kembali pada ruangan yang sudah ia tempati sejak awal kedatangannya ke tempat itu. Siapa dia dan bagaimana ia hidup, tidak pernah ada yang tahu. Karena perempuan itu bagai misteri untuk semua orang.
“Selamat malam Nona Catalina...” sapaan dari suara vokal itu membuat perempuan itu melirik sekilas dan kembali melirik gelas yang sedang ia isi dengan minuman.
Pria itu duduk di hadapan Rae dan langsung menyodorkan amplop berwarna coklat yang nampak menggelembung. Tapi perempuan itu hanya diam, dan memilih duduk dengan bertumpang kaki. Semakin memperlihatkan kakinya yang jenjang dan mulus. Hal itu tentu saja membuat pria yang ada dihadapannya harus menelan salivanya sendiri dengan susah payah.
“I-ini bayaran untuk anda Nona, dan ini semua sesuai dengan perjanjian kita,” katanya dengan gugup, karena tentu saja mata pria itu masih mengintip belahan yang ada dibalik kain hitam itu.
“Apa anda menginginkan ku? Katakan saja...” goda Rae dengan gaya yang begitu menantang.
“Jika bisa, kenapa tidak,” serunya bahagia.
Sudut bibi Rae terangkat, ia menatap pria yang ada dihadapannya dengan begitu menggoda bahkan mampu membuat pria manapun lapar seketika.
Dengan gerakan sensual, Rae menggeser posisi tubuhnya, menyediakan tempat kosong untuk pria itu agar duduk tepat di sampingnya.
“Kemarilah...” Rae menepuk tempat kosong itu, memintanya untuk semakin mendekat.
Layaknya anak kecil yang akan mendapatkan sebuah hadiah, pria dewasa itu hampir saja melonjak dari tempat duduknya dan berpindah tepat disamping Rae. Paha yang mulus dan dada yang berisi milik Rae semakin membuat pria itu kalang kabut dan mulai kehilangan akal.
Tangan nakalnya mulai bergerak dengan berani dan menyetuh kaki mulus Rae. Perlahan dan terus sampai akhirnya tangan pria itu tertahan, karena Rae sengaja menahannya.
“Jangan terburu-buru! Setiap ada kepuasan selalu ada perjanjian,” ucapnya dengan wajah berbeda.
“Tentu! Tentu saja perjanjian itu akan selalu ada,” pria itu menjauhkan tangannya dan langsung bicara layaknya manusia sesungguhnya. “Berapa perjanjian uang yang akan kita lakukan?” lanjutnya lagi.
“Owww... Anda terlalu tergesa Tuan! Bahkan aku belum mengatakan apa perjanjian yang aku inginkan.”
Rae menatap tajam pria itu dan tangan dinginnya mulai menyentuh dada bidangnya. “Aku bisa saja menyerahkan semua milikku, bahkan virgin ku pada anda. Tapi aku tidak yakin jika anda akan menyetujui perjajiannya...”
Pria itu terdiam, namun sudah terlanjur dekat kenapa juga ia harus mundur. Setidaknya malam ini rasa laparnya akan terobati seketika.
“Aku akan menyetujui semuanya! Ayo kita pergi dari tempat ini dan buat perjanjian dengan sedikit bermain-main.”
Rae mengangguk. Dengan cepat ia mengikuti langkah pria itu dan ternyata ia membawa Rae pada sebuah kamar hotel yang memang berada dilantai bawah club malam tersebut.
Dan ini benar-benar diluar dugaan perempuan itu, tapi semua ini sama sekali tidak masalah karena pada dasarnya mereka akan bermain-main. Bukan mereka, tapi Rae yang akan bermain-main.
Ya, dan permainanya akan segera di mulai. Rae mulai duduk ditepian ranjang dan tidak lama ia membaringkan tubuhnya untuk menggoda pria itu. Dan benar saja, dengan mudah pria itu tergoda dan menindih tubuh Rae sempurna, bahkan hampir saja pria itu membenamkan wajahnya di dada Rae.
“Apa anda sangat menginginkan ku, Tuan?” tanya Rae dengan pasrah.
“Ya, aku sangat menginginkan mu. Ayo kita mulai...”
Rae mengangguk dan langsung mengalungkan tangannya di leher pria itu. Ia menengadah, menunjukan betapa indahnya leher jenjang dan mulus yang ia miliki. Dengan kasar, pria itu mulai menghujami leher Rae dengan kecupan basah dan tidak berselang lama pria itu memekik kesakitan dan langsung menjauh dari tubuh Rae.
Ia memegang lehernya dan menarik benda yang saat ini ada di leher bagian belakangnya. “Apa maksudnya ini, Nona Catalina!!” bentak pria itu.
“K-E-M-A-T-I-A-N” Rae mengeja setiak hurup dengan santai, membuat pria itu terbelalak dan tidak berselang lama tubuh kekarnya itu jatuh membentur lantai yang dingin. Kejang dengan bibir yang terus saja mengeluarkan busa dan cairan merah pekat dengan bau anyir yang menjijikan.
“Kau pikir aku ini jalang pemuas nafsu mu! Selamat pergi ke neraka.”
Saat melihat tubuh itu sudah tidak bergerak lagi. Rae mengambil semua barang miliknya dan langsung pergi meninggalkan kamar tersebut.
***
Di sebuah universitas ternama, saat ini semua mahasiswa sedang gemparkan dengan berita mengenai kematian seorang pengusaha ternama yang baru saja beberapa hari ditinggal pergi oleh ayah mertuanya.
“Menurut informasi yang beredar, pengusaha ini mati karena over dosis obat keras. Tapi masih belum jelas mengenai jenis obatnya,” jelas salah satu mahasiswa.
“Ada apa? Sepertinya kalian semua serius sekali?” tiba-tiba perempuan cantik itu datang dan duduk ditengan-tengan mereka semua.
“Lo itu kenapa sih Ca, selalu saja ketinggalan berita yang lagi viral?”
“Apa memangnya?”
Salah satu dari mahasiswa itu memperlihatkan ponselnya dan langsung menunjukan berita kematian itu. Perempuan yang dipanggil Ca itu hanya tersenyum dan melirik sahabatnya sekilas.
“Jadi ini berita viralnya?” Mereka mengangguk. “ Hello... Gue udah liat berita ini tadi pagi. Well, siapa dari kita yang nyatanya ketinggalan berita yang lagi viral itu?”
Mereka semua terdiam. Untuk pertama kalinya melihat Rae mengetahui hal viral sebelum mereka mengatakannya pada gadis bertompel dan berkaca mata besar itu.
“Tapi tunggu! Sepertinya ada yang aneh dengan Nona Catalina kita. Apa mungkin tadi malam dia baru saja menikmati itu bersama kekasihnya?” sindir Bella nakal.
“Apaan sih Bell, jangan suka asal deh kalau bicara!” serunya ketus.
Semua teman-temannya saat ini memperhatiakn Rae dengan seksama. Bahkan dengan terang-terangan mereka mengintimidasi perempuan itu.
Tidak ingin menjadi bahan tertawaan teman-temannya, gadis itu memutuskan untuk pergi dan masuk ke perpustakaan. Ituhal hal baik yang selalu ia lakukan setiap pagi. Ke tempat dimana deretan buku-buku itu berada dan membaca semua hal pengenai struktur manusia.
Saat sedang sibuk dengan buku-buku itu, dari meja yang ada di sebelahnya, seorang pria terus saja memanggil gadis itu dengan berbisik.
“Ssttt... sssttt... Rae! Rae Ca—“
“Pembunuh!”
Rae masih saja sibuk dengan beberapa buku yang ada di meja tersebut. Ia sama sekali tidak mendengar siapapun, namun telinganya sensitif pada satu kata ‘pembunuh’. “Pembunuh!!” teriak seseorang pria dengan keras di ruang perpustakaan itu. “Kamu!! Jangan berteriak, ini perpustakaan bukan lapangan bola,” tegas penjaga tempat keramat itu. “Rae, lo baca buku ini! Ada hewan kecil, tapi ternyata hewan itu pembunuh berdarah dingin. Gue yakin lo suka sama buku ini...” bisik Antony dan memberikan buku tebal yang ada ditangannya itu. “Thanks... Kalau gitu gue baca dulu.” Rae adalah gadis sederhana dan begitu suka membaca. Namun sayangnya tidak ada yang tahu apa yang ada dibalik kesedehanaan, tompel dan kaca mata besarnya itu. Hanya segelintir orang yang dekat dengannya, namun hanya sebatas teman dan mereka sama sekali tidak pernah tahu dimana dan bersama siapa gadis itu ting
Disebuah mansion mewah milik keluarga besar Ignacio, saat ini sedang mengadakan pertemuan keluarga. Mereka tentu saja akan melakukan sebuah perdebatan sengit mengenai satu-satunya penerus keluarga besar mereka yang ada dalam ancaman kutukan masa lalu. Gerardo Ignacio, pria berusia 30 tahun itu saat ini sedang berdiri menghadapan dinding kaca yang memperlihatkan hamparan kota. Semua nampak sama, namun dirinya yang kini telah berubah. “Permisi Tuan muda! Tuan dan Nyonya besar saat ini sedang menunggu anda di ruang keluarga,” jelas maid berusia 50 tahun itu. “Katakan pada mereka, aku akan segera datang.” “Baik Tuan Muda.” Selepas kepergian maid tersebut, Gerardo segera menghabiskan minuman dalam gelasnya dan berjalan dengan santai menuju ruang keluarga. Derap langkah pria itu terdengar menggema saat memasuki ruang keluarga, membuat semua orang mengalihkan pandangannya pada
Rae Catalina, malam ini gadis itu sedang berada disebuah tempat dimana ia bisa menemukan mangsa buruannya. Tugasnya kali ini memang berbahaya, namun Rae sangat menyukai tantangan dan ia berjanji akan kembali dengan membawa kepala musuhnya. Tampil sebagai seorang waiters, tentu saja membuat gadis itu nampak berbeda. Tanpa kacamata dan hanya menggunakan pakaian mini dengan logo khas yang dipasang pada pakaiannya. Matanya terus saja berpedar mencari sosok yang setiap malam selalu melakukan transaksi barang berharga diclub malam ternama ini. Info dari Aldric benar-benar akurat, bahkan beberapa orang yang turut datang malam ini sesuai dengan perkataan kakaknya itu. Sudut bibirnya sedikit terangkat saat siapa yang ia tunggu datang dengan pengawalan begitu ketat. Mungkin ini yang ditakutkan oleh Aldric, tapi sayangnya hal ini sama sekali tidak membuat niat Rae untuk menumbangkan pria itu lenyap. Justru sebaliknya, hasratnya begitu menggebu saat ia melihat penjagaan
Gadis itu tersenyum tipis saat ia berhasil mencuri tempat di samping Gerardo—pria yang sudah menjadi incarannya. Tanpa sungkan, Rae mulai duduk di samping pria itu dan berlagak manja dengan setiap sikap kasar yang diberikan padanya. “Gerard! Aku ingin wanita itu keluar, ini transaksi besar kita dan aku merasa tidak nyaman ada orang asing menyaksikan semua ini,” Teo melayangkan protesnya. “Come on, Teo! Jika gadis ini berani macam-macam, kau pasti tahu apa yang bisa aku lakukan padanya,” jawab Gerard. Teo hanya bisa menatap gadis itu dengan tajam, ingin rasanya ia mengusir Rae, tapi karena Gerard yang memiliki kuasa, Teo hanya bisa menghela napasnya perlahan. Menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia miliki. Malam ini, Rae Catalina akan bergerak cepat dan menyelesaikan misinya. Sedikit menyeringai dan memberikan kode pada Teo, gadis itu seketika membuat sosok Teo yang angkuh dan tidak terkalahkan itu merinding, panas dingin. Jika sedikit saja R
Disebuah Manshion mewah milik Gerardo, saat ini Rae sedang berdiri di depan sebuah cermin besar berbentuk oval. Rasanya begitu aneh saat ia memasuki kediaman mewah ini. Tapi meskipun begitu, semua ini sama sekali tidak membuat Rae goyah. Misinya untuk menghabisi pria itu sudah tidak akan bisa lagi dipatahkan, kecuali ia harus meregang nyawa lebih dulu. Tok, tok, tok “Masuk...” jawab Rae dengan lembut. “Permisi Nona, Tuan muda meminta saya untuk mengantar ini,” maid itu meletakan sebuah gaun berwarna merah di atas rajang. “Tuan muda juga berpesan, meminta anda segera bersiap karena Tuan saat ini sedang menunggu anda,” jelas sang maid. ‘Apa yang sebenarnya pria itu inginkan? Sebelum Ia meminta hal macam-macam, aku harus segera mengakhiri semua ini,’ batinya. “Baik, saya akan segera bersiap.” Kecantikannya yang alami membuat gadis itu benar-benar menawan dan sangat cocok dengan gaun merah yang telah disiapkan. Tanpa menggunakan m
“Dan satu lagi...” Rae berbisik. Jleb... Satu tusukan mendarat tepat pada kaki pria itu, dan dengan kejamnya Rae menarik kembali benda tersebut dengan keras, membuat Gerardo meringis. Tapi sungguh luar biasa, saat pria itu berada dalam maut, ia masih bisa menunjukan senyumannya. “Ingat namaku, Rae Catalina.” Setelah itu, Rae segera pergi meninggalkan ruangan mewah tersebut dan segera melarikan diri. Gadis itu benar-benar tersenyum puas saat melihat pria itu terkapar. Rae Catalina, dalam setiap gerakan yang ia lakukan semuanya memiliki satu tujuan. Ia dapat dengan mudah mengenali mangsanya dan melihat situasi. Tapi tanpa Rae sadari, ia telah masuk ke dalam jebakannya sendiri. Saat ia sedang berdiri untuk membuka pintu ruangan tersebut, tiba-tiba sebuah gigitan semut terasa ngilu dibagian lehernya. Ia sempat melihat ke arah belakang, dan nampak sebuah seringaian begitu kejam dari sosok Gerardo Ignacio. Setelah itu, tubuh ga
“Kau lihat dia? Aku rasa dia juga jatuh cinta padamu, Gerard,” cibir Dante saat melihat Teo pergi begitu saja meninggalkan ruangan tersebut. Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, hal itu cukup untuk mewakili betapa kata-kata Dante menghiburnya. “Jaga bicara mu! Teo adalah seorang pemain handal dalam urusan wanita. Tapi begitulah dia, posesif.” Gerardo tidak terlalu memikirkan masalah Teo. Pria itu akan kembali tanpa harus ia minta dan akan ada bersamanya dalam waktu-waktu tertentu. Tentu saja, Teo sudah menjadi salah satu orang kepercayaan Gerardo, tapi sayangnya Gerardo tidak pernah menyadari jika Teo adalah duri dalam daging. “Apa yang akan kau lakukan pada gadis ini?” tanya Dante. Pria itu mulai menelisik dengan baik wajah Rae. Wajah cantik Rae Catalina begitu tenang dengan mata yang tertutup, napasnya teratur dan ada sebuah garis berbeda pada sudut matanya. Kening Dante berkerut, saat ia sebuah tanda dipergelangan tangan Rae. Nampak luka,
Dengan bersusah payah, akhirnya Rae bisa duduk dan bersandar. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya, karena setelah ia merasakan ada sebuah gigitan semut pada pundaknya, pandangannya kabur dan sekilas ia melihat bayangan seorang pria. ‘Kepalaku sangat berat, tapi aku harus segera menemui Papi dan Al,’ batin Rae saat matanya kembali tertutup. Tapi keinginannya untuk pulang menemui Papi dan kakaknya sirna saat ia mendengar suara barithon menyapanya dengan begitu khas. Ramah, namun terdengar mengancam. “Hallo... Nona Catalina...?” ‘Apa?! Bukankah itu suara Gerardo, bagaimana bisa pria itu selamat?’ batin Rae dalam keterkejutannya. Perlahan, Rae mulai membuka mata yang terasa berat itu hanya untuk memastikan dugaannya. Entah apa yang diberikan padanya, namun yang pasti Rae merasakan tubuhnya lemas tidak berdaya. “Hai... Aku kira kau sudah pergi ke neraka,” jawab Rae dengan seulas senyum di bibirnya yang tipis. Tidak ad