Disebuah mansion mewah milik keluarga besar Ignacio, saat ini sedang mengadakan pertemuan keluarga. Mereka tentu saja akan melakukan sebuah perdebatan sengit mengenai satu-satunya penerus keluarga besar mereka yang ada dalam ancaman kutukan masa lalu.
Gerardo Ignacio, pria berusia 30 tahun itu saat ini sedang berdiri menghadapan dinding kaca yang memperlihatkan hamparan kota. Semua nampak sama, namun dirinya yang kini telah berubah.
“Permisi Tuan muda! Tuan dan Nyonya besar saat ini sedang menunggu anda di ruang keluarga,” jelas maid berusia 50 tahun itu.
“Katakan pada mereka, aku akan segera datang.”
“Baik Tuan Muda.”
Selepas kepergian maid tersebut, Gerardo segera menghabiskan minuman dalam gelasnya dan berjalan dengan santai menuju ruang keluarga. Derap langkah pria itu terdengar menggema saat memasuki ruang keluarga, membuat semua orang mengalihkan pandangannya pada pintu utama.
Gerardo adalah satu-satunya pewaris dari keturunan Ignacio yang masih tersisa. Entah apa yang terjadi, tapi semua putra yang lahir dikeluarga tersebut mati secara perlahan dan terus menerus. Sakit, kecelakaan bahkan ada yang mati mengenaskan karena terbunuh.
“Apa kabar mu Gerard?” sapa Alexander.
“Seperti yang ayah lihat, aku masih hidup hingga detik ini.”
“Gerardo!!” Kalia memperingati.
Gerardo hanya mendelik dan segera mengambil tempat ternyaman untuknya mendengar setiap petuah dan hal-hal yang tidak berguna acap kali pertemuan ini dilakukan.
Selama ini, Gerardo menyelidiki setiap penyebab kematian keluarga dan saudaranya dan nyatanya mereka semua benar-benar mati karena penyakit ganas yang menyertai mereka. Bukan karena sebuah kutukan.
“Come on, Ma! Sampai kapan kalian akan seperti ini? Hidup dalam ketakutan dan menganggap semua yang terjadi karena kutukan sialan itu!”
“Jaga bicara mu! Sampai detik ini kamu selamat hanya karena benda-benda yang selalu kau bawa kemanapun kau pergi.”
Gerardo tertawa lepas. Selama ini mereka hanya tahu jika barang-barang aneh itu selalu dibawa putranya kemanapun ia pergi. Tapi kenyataannya Gerardo selalu membuang barang-barang aneh itu dan langsung membakarnya.
“Selama ini aku sama sekali tidak pernah memakai semua itu! Setiap kali kalian mengirimkan barang aneh itu, aku selalu membakarnya dan yang tersisa hanya butiran debu.”
Kalia dan Alexander terbelalak. Bisa-bisanya selama ini mereka tidak mengetahui hal itu, sedangkan nyawa Gerardo bisa saja melayang karena hal itu.
Melihat raksi yang berlebihan dari orang tuanya, Gerardo memberikan penjelasan dan meminta mereka semua untuk tenang. Setidaknya semua yang terjadi dapat dijelaskan.
Tidak ada kutukan. Tidak ada sihir yang mengintainya. Hanya kelompok mafia yang selalu saja mengejar keluarganya dan menakuti dengan kata kutukan yang tidak pernah nyata. Pria itu lelah diperlakukan layaknya anak kecil yang masih menggunakan popok, maka dari itu ia akan membuktikan jika semua ketakutan mereka tidak akan pernah terjadi.
“Mulai hari ini berhentilah untuk mengirimkan benda-benda itu, karena semua itu sama sekali tidak berguna,” Gerardo geram dan memutuskan untuk meninggalkan kedua orang tuanya, yang menurutnya terlalu kolot dalam berpikir.
***
Saat ini Aldric hanya bisa mengepalkan tangannya kuat. Apa yang akan dilakukan Rae sangat berbahaya, dan ia mulai merasa khawatir dengan adik perempuannya itu.
"Kenapa Papi memberikan tugas berat itu pada Rae? Bagaimana kalau sampai pria itu melukainya, apa Papi tidak khawatir dengan anak perempuan Papi?"
Sepeninggalan adik perempuannya itu, Al mulai menunjukan protes yang besar pada Eduard. Ia tidak pernah mengerti bagaimana cara berpikir ayahnya itu, sampai ia berani mengirim Rae untuk menghabisi Gerardo—pria yang sulit tersentuh karena kelicikannya.
"Apa kau lupa Al siapa adikmu itu? Dia adalah calon penerus Venosa dan ini adalah ujian terakhir yang harus ia lewati, sebelum ia menduduki kekuasaan."
Aldric hanya berdecak kesal. Sudah puluhan anak buahnya yang mendekati Gerard. Tapi mereka hanya kembali nama atau jasad yang sudah tak berbentuk. Lalu bagaimana jika pria itu melakukan hal yang sama pada Rae?
Meskipun Al dan Rae tidak pernah terlihat dekat, namun Al tetaplah seorang kakak dan sangat menyayangi adik perempuannya.
"Hentikan Rae, Pi! Sebelum semuanya terlambat," Al benar-benar memohon dihadapan Eduard dan ini untuk pertama kalinya ia melakukan itu.
"Rae tidak akan berhenti!! Coba saja kau hentikan dia jika kau bisa," jawab Eduardo dengan santai. Ia tahu bagaimana Rae dan tidak mungkin putrinya itu akan mundur dalam tugasnya.
Al terdiam. Apa yang dikatakan oleh Eduard memang benar. Rae Catalina, gadis itu sama sekali tidak akan kembali sebelum tujuannya tercapai. Tapi untuk kali ini Al tidak ingin gegabah dan melepaskan Rae sendiri menjalankan tugas yang diberikan Eduard.
Tidak ingin membuang waktu. Al segera meninggalkan kediaman Eduard dan langsung menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu dimana adiknya itu berada. Cukup ia pernah merasakan kehilangan wanita yang ia cintai karena dunia gelap ini dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada adiknya kandungnya.
"Kemana dia pergi?"
".........."
"Pantau dia! Jangan sampai bahaya mendekatinya!" seru Al. "Meskipun aku tahu, dia sendiri yang akan menjemput bahaya," gumam Al setelah panggilan itu terputus.
Al hanya bisa menghela napasnya berat. Tangannya mengepal kuat saat ia hanya bisa diam dalam ketidakberdayaannya untuk menghentikan Rae dalam menjalankan tugasnya.
Setelah itu, Al memutuskan untuk pergi ke tempat dimana adiknya itu berada. Meskipun ia tahu apa jawaban Rae, setidaknya ia akan mencoba untuk membujuk adiknya untuk melepaskan tugas ini. Dengan kecepatan tinggi ia melaju, di kiri dan kanannya hanya ada pohon-pohon besar yang membuat jalanan itu nampak sepi dan mengerikan.
***
Sedangkan Rae, gadis itu saat ini sedang berdiam diri dalam ruangan gelap dengan lima gawai yang menyala dihadapannya. Tentu saja gawai ini adalah alat yang ia gunakan untuk mencari tahu siapa pria yang ada dalam foto tersebut. Hanya satu yang ia tahu, pria itu bernama Gerardo Ignacio dan selain itu semunaya nampak gelap, membuat Rae mau tidak mau harus menggunakan dunia maya untuk mencari tahu siapa pria itu.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Saat ia sedang bersusah payah mencari siapa pria itu, sebuah blog mempermudah jalannya. Identitas pria itu terpampang jelas, bahkan semua hal mengenai Gerardo tercatat lengkap. Rae mulai membaca baris demi baris, merekam semua mengenai Gerardo dalam memorinya. Tapi sayangnya saat ia membutuhkan ketenangan, suara gaduh di depan pintu ruangannya membuat ia harus bergerak dan melihat apa yang terjadi di luar sana.
“Kenapa kalian membuat keributan di sin—“ Rae terdiam saat melihat pria yang kini berdiri di hadapannya dan memberikan senyum terbaik untuknya.
“Al? Kenapa kamu datang kemari? Jangan bilang kalau kamu ingin memintaku untuk membatalkan tugas yang Papi berikan,” tebak Rae.
“Apa begini cara menyambut kedatangan kakak mu satu-satunya ini, Rae?” balas Al, sedikit mengulur waktu.
Rae hanya tersenyum kecut pada Aldric, dan dengan terpaksa ia membuka pintu ruangan tersebut mempersilahkan kakaknya itu masuk dan melihat apa yang saat ini dikerjakannya.
Untuk pertama kalinya, Al menyambangi kediaman Rae dan melihat isi ruangan khusus milik perempuan itu. Ruangan bernuansa putih itu sangat berbeda, bahkan membuat Al tersihir dengan apa yang ia lihat.
“Apa kamu hanya datang untuk melihat ruanganku ini, Al?”
Rae Catalina, malam ini gadis itu sedang berada disebuah tempat dimana ia bisa menemukan mangsa buruannya. Tugasnya kali ini memang berbahaya, namun Rae sangat menyukai tantangan dan ia berjanji akan kembali dengan membawa kepala musuhnya. Tampil sebagai seorang waiters, tentu saja membuat gadis itu nampak berbeda. Tanpa kacamata dan hanya menggunakan pakaian mini dengan logo khas yang dipasang pada pakaiannya. Matanya terus saja berpedar mencari sosok yang setiap malam selalu melakukan transaksi barang berharga diclub malam ternama ini. Info dari Aldric benar-benar akurat, bahkan beberapa orang yang turut datang malam ini sesuai dengan perkataan kakaknya itu. Sudut bibirnya sedikit terangkat saat siapa yang ia tunggu datang dengan pengawalan begitu ketat. Mungkin ini yang ditakutkan oleh Aldric, tapi sayangnya hal ini sama sekali tidak membuat niat Rae untuk menumbangkan pria itu lenyap. Justru sebaliknya, hasratnya begitu menggebu saat ia melihat penjagaan
Gadis itu tersenyum tipis saat ia berhasil mencuri tempat di samping Gerardo—pria yang sudah menjadi incarannya. Tanpa sungkan, Rae mulai duduk di samping pria itu dan berlagak manja dengan setiap sikap kasar yang diberikan padanya. “Gerard! Aku ingin wanita itu keluar, ini transaksi besar kita dan aku merasa tidak nyaman ada orang asing menyaksikan semua ini,” Teo melayangkan protesnya. “Come on, Teo! Jika gadis ini berani macam-macam, kau pasti tahu apa yang bisa aku lakukan padanya,” jawab Gerard. Teo hanya bisa menatap gadis itu dengan tajam, ingin rasanya ia mengusir Rae, tapi karena Gerard yang memiliki kuasa, Teo hanya bisa menghela napasnya perlahan. Menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia miliki. Malam ini, Rae Catalina akan bergerak cepat dan menyelesaikan misinya. Sedikit menyeringai dan memberikan kode pada Teo, gadis itu seketika membuat sosok Teo yang angkuh dan tidak terkalahkan itu merinding, panas dingin. Jika sedikit saja R
Disebuah Manshion mewah milik Gerardo, saat ini Rae sedang berdiri di depan sebuah cermin besar berbentuk oval. Rasanya begitu aneh saat ia memasuki kediaman mewah ini. Tapi meskipun begitu, semua ini sama sekali tidak membuat Rae goyah. Misinya untuk menghabisi pria itu sudah tidak akan bisa lagi dipatahkan, kecuali ia harus meregang nyawa lebih dulu. Tok, tok, tok “Masuk...” jawab Rae dengan lembut. “Permisi Nona, Tuan muda meminta saya untuk mengantar ini,” maid itu meletakan sebuah gaun berwarna merah di atas rajang. “Tuan muda juga berpesan, meminta anda segera bersiap karena Tuan saat ini sedang menunggu anda,” jelas sang maid. ‘Apa yang sebenarnya pria itu inginkan? Sebelum Ia meminta hal macam-macam, aku harus segera mengakhiri semua ini,’ batinya. “Baik, saya akan segera bersiap.” Kecantikannya yang alami membuat gadis itu benar-benar menawan dan sangat cocok dengan gaun merah yang telah disiapkan. Tanpa menggunakan m
“Dan satu lagi...” Rae berbisik. Jleb... Satu tusukan mendarat tepat pada kaki pria itu, dan dengan kejamnya Rae menarik kembali benda tersebut dengan keras, membuat Gerardo meringis. Tapi sungguh luar biasa, saat pria itu berada dalam maut, ia masih bisa menunjukan senyumannya. “Ingat namaku, Rae Catalina.” Setelah itu, Rae segera pergi meninggalkan ruangan mewah tersebut dan segera melarikan diri. Gadis itu benar-benar tersenyum puas saat melihat pria itu terkapar. Rae Catalina, dalam setiap gerakan yang ia lakukan semuanya memiliki satu tujuan. Ia dapat dengan mudah mengenali mangsanya dan melihat situasi. Tapi tanpa Rae sadari, ia telah masuk ke dalam jebakannya sendiri. Saat ia sedang berdiri untuk membuka pintu ruangan tersebut, tiba-tiba sebuah gigitan semut terasa ngilu dibagian lehernya. Ia sempat melihat ke arah belakang, dan nampak sebuah seringaian begitu kejam dari sosok Gerardo Ignacio. Setelah itu, tubuh ga
“Kau lihat dia? Aku rasa dia juga jatuh cinta padamu, Gerard,” cibir Dante saat melihat Teo pergi begitu saja meninggalkan ruangan tersebut. Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, hal itu cukup untuk mewakili betapa kata-kata Dante menghiburnya. “Jaga bicara mu! Teo adalah seorang pemain handal dalam urusan wanita. Tapi begitulah dia, posesif.” Gerardo tidak terlalu memikirkan masalah Teo. Pria itu akan kembali tanpa harus ia minta dan akan ada bersamanya dalam waktu-waktu tertentu. Tentu saja, Teo sudah menjadi salah satu orang kepercayaan Gerardo, tapi sayangnya Gerardo tidak pernah menyadari jika Teo adalah duri dalam daging. “Apa yang akan kau lakukan pada gadis ini?” tanya Dante. Pria itu mulai menelisik dengan baik wajah Rae. Wajah cantik Rae Catalina begitu tenang dengan mata yang tertutup, napasnya teratur dan ada sebuah garis berbeda pada sudut matanya. Kening Dante berkerut, saat ia sebuah tanda dipergelangan tangan Rae. Nampak luka,
Dengan bersusah payah, akhirnya Rae bisa duduk dan bersandar. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya, karena setelah ia merasakan ada sebuah gigitan semut pada pundaknya, pandangannya kabur dan sekilas ia melihat bayangan seorang pria. ‘Kepalaku sangat berat, tapi aku harus segera menemui Papi dan Al,’ batin Rae saat matanya kembali tertutup. Tapi keinginannya untuk pulang menemui Papi dan kakaknya sirna saat ia mendengar suara barithon menyapanya dengan begitu khas. Ramah, namun terdengar mengancam. “Hallo... Nona Catalina...?” ‘Apa?! Bukankah itu suara Gerardo, bagaimana bisa pria itu selamat?’ batin Rae dalam keterkejutannya. Perlahan, Rae mulai membuka mata yang terasa berat itu hanya untuk memastikan dugaannya. Entah apa yang diberikan padanya, namun yang pasti Rae merasakan tubuhnya lemas tidak berdaya. “Hai... Aku kira kau sudah pergi ke neraka,” jawab Rae dengan seulas senyum di bibirnya yang tipis. Tidak ad
Bertahun-tahun yang lalu, saat itu kediaman Eduardo sedang merayakan ulang tahun perusahaan. Bersama para kolega dan rekan bisnis dari berbagai negara. Begitu meriah dan menyimpan makna tersendiri dengan segala kemewahan yang ada. Claretta dan Eduardo malam itu tampil dengan balutan gaun dan jas dari percancang ternama. Sama seperti namanya, Claretta yang artinya berkilau, benar-benar berkilau ditengah begitu banyaknya para tamu undangan. Perusahan yang semakin menggurita membuat keluarga Eduardo begitu tersohor. Tidak sedikit dari mereka yang sengaja menjadi penjilat hanya untuk bisa ikut bergabung dan memenangkan tender dari perusahaan Eduardo. “Selamat Tuan Eduardo, waktu berjalan dengan begitu cepat sampai saya tidak menyadari jika ini adalah ulang tahun yang 7, hahaha...” “Terima kasih banyak, begitulah waktu, tanpa kita sadari semakin membuat kita lupa diri dan larut dalam kesibukan.” “Dimana Aldric dan Rae? Apa mereka sedang berada di a
“Tuan! Kami sudah berhasil menangkap wanita itu dan kami masukan ke dalam ruang yang anda minta,” jelas sang bodyguard. “Siksa dia! Tapi ingat, aku ingin dia tetap hidup.” “Baik Tuan!” Rae Catalina, gadis itu berusaha untuk mearikan diri dari kediaman Gerardo. Sepuluh orang bodyguard terbaik Gerardo tewas, membuat pria itu geram dan langsung memberikan Rae pelajaran yang akan Ia ingat selama hidupnya. Dalam ruangan yang didominasi dengan warna hitam itu, saat ini kedua tangan Rae dirantai, namun tidak diangkat tinggi dan masih bisa bergerak. “Katakan!! Siapa yang memintamu untuk menghabisi Tuan ku?” teriak pria bertubuh tinggi besar itu. Dengan membawa cambuk di hadapan Rae, pria itu berlagak ingin menakut-nakuti seorang Rae Catalina. Alih-alih ketakutan, Rae justru memberukan senyum ejekan pada pria itu. “Sampai aku mati, tidak akan pernah aku katakan siapa yang mengantarkan aku kemari.” “Wanita kurang ajar!! Akan aku