Disebuah Manshion mewah milik Gerardo, saat ini Rae sedang berdiri di depan sebuah cermin besar berbentuk oval. Rasanya begitu aneh saat ia memasuki kediaman mewah ini. Tapi meskipun begitu, semua ini sama sekali tidak membuat Rae goyah. Misinya untuk menghabisi pria itu sudah tidak akan bisa lagi dipatahkan, kecuali ia harus meregang nyawa lebih dulu.
Tok, tok, tok
“Masuk...” jawab Rae dengan lembut.
“Permisi Nona, Tuan muda meminta saya untuk mengantar ini,” maid itu meletakan sebuah gaun berwarna merah di atas rajang. “Tuan muda juga berpesan, meminta anda segera bersiap karena Tuan saat ini sedang menunggu anda,” jelas sang maid.
‘Apa yang sebenarnya pria itu inginkan? Sebelum Ia meminta hal macam-macam, aku harus segera mengakhiri semua ini,’ batinya.
“Baik, saya akan segera bersiap.”
Kecantikannya yang alami membuat gadis itu benar-benar menawan dan sangat cocok dengan gaun merah yang telah disiapkan. Tanpa menggunakan make up tebal, Rae sudah terlihat bak putri kerajaan yang begitu bersinar ditengah banyaknya bayangan-bayanga hitam.
Upik abu itu kini berubah menjadi cinderella. Berjalan keluar dari dalam ruangan itu dengan menggunakan gaun merah yang menutupi hingga mata kaki, tapi dengan belahan yang cukup atas sampai setengah pahanya terbuka lebar.
Untuk kesekian kalinya, Rae menatap pantulan dirinya dalam cermin. Sesekali ia melempar senyum, sampai akhirnya wajah cantik dan manis itu berubah menjadi sosok mengerikan saat menunjukan seringaiannya.
“Malam ini adalah malam terakhirmu, jadi aku akan emngijinkan mu melihat betapa cantik malaikat mautmu, Gerardo Ignacio,” katanya pelan dengan mtangan yang menyiapkan beberapa senjata dibalik gaun merahnya itu.
Pintu kembali diketuk, tapi kali ini bukan maid yang akan menjemputnya, melainkan sosok pria yang ia temui diclub malam.
“Masuk...”
Seketika pintu terbuka, menunjukan Teo dengan wajah cemas saat menatap Rae menggunakan gaun indah dengan make up tipis. Tanpa menunggu lama, pria itu melihat sekeliling, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya.
“Teo? Kenapa kau ada di sini?” tanya Rae sepontan.
“Tidak ada waktu lagi, Rae! Ayo kita pergi dari Manshion terkutuk ini, sebelum semuanya terlambat.”
Teo meraih tangan gadis itu dan sedikit menariknya. Memaksa Rae untuk pergi bersamanya.
“Tidak bisa, Teo! Misiku belum selesai, dan kau tahu bukan, Rae Catalina tidak akan pernah pergi sebelum misinya selesai.”
“Aku tahu, tapi Al sudah meminta padaku untuk membantumu keluar dari masalah yang bisa saja membuat mu dalam bahaya,” jelasnya cepat.
‘Aldric, kenapa kau menyulitkanku dalam misi ini?’ batin Rae.
Gadis itu menarik napas dalam, terlihat berat saat gerakan dadanya naik turun dengan pelan. Ia kembali menatap pantulan dirinya dalam cermin, “Aku tahu jika kalian semua khawatir, apapun konsekuensinya, aku akan menerima meskipun nyawaku yang menjadi taruhannya. Aku ingin Papi bangga padaku.”
“Tapi Rae...”
Perkataan Teo terhenti saat derap langkah terdengar mendekati kamar tersebut. Tanpa perlu meminta persetujuan pria itu, Rae berjalan menuju pintu dan segera keluar untuk menyelamatkan Teo.
“Anda sudah siap?” Rae mengangguk, Mari saya antara untuk bertemu dengan Tuan muda.”
Maid tersebut berjaland i depan Rae, menuju sebuah lorong yang begitu sepi, namun dipenuhi dengan lukisan berharga fantastis. Mata gadis itu bukan hanya menikmati, tapi ia melihat sekeliling untuk melihat seberapa ketat penjagaan di lorong tersebut. Ia tertawa pusa dalam hati, saat melihat tidak ada satupun CCTV dilorong tersebut.
‘Lorong ini sangat aman dan ya... aku akan bisa bermain-main dengan pria itu,’ batin Rae.
***
Maid tersebut menekan sebuah tombol intercome dan langsung memberitahukan jika saat ini Rae sudah ada di depan pintu bersamanya.
“Permisi Tuan muda, saya sudah membawa Nona Lin kemari.”
Tanpa menunggu jawaban, pintu kayu dengan ukiran antik itu terbuka lebar secara otomatis. Melihat hal tersebut, Rae merasa ia tidak akan bisa keluar dengan mudah sebelum ia tahu dimana tombol khusus untuk membuka pintu tersebut.
“Silahkan masuk Nona Lin, Tuan muda sudah menunggu anda di dalam sana.”
Rae mengangguk. Ia mulai berjalan dengan anggun dan melihat sekeliling. Di sudut ruangan ini, terdapat dua CCTV pada dua sudut yang menyoroti pintu. Tentu saja hal ini tidak akan menjadi masalah untuk gadis itu.
Ia melangkah masuk dan melewati pintu itu dengan begitu percaya diri. Sampai akhirnya pintu itu kembali tertutup. Untuk menunjukan jika Ia adalah orang biasa, gadis itu berlari menuju pintu dan memukulnya cepat, meminta agar pintu itu kembali terbuka.
“Tolong... Buka pintu ini... Tolong aku...”
Rae melakukan itu, sampai akhirnya ada sebuah tangan yang menarik tangannya kasar dan menjatuhkan gadis itu dalam pelukannya. Untuk sesaat Ia tersentak, tapi usahanya untuk memancing pria itu keluar berjalan sempurna.
Dengan begitu liciknya, Rae berusaha untuk memeluk Gerardo dengan erat, berusaha untuk memperlihatkan ketakutannya. Totalitas tanpa batas yang Rae lakukan benar-benar bisa menipu pria itu, membuat Gerardo balas memeluk gadis itu.
“Aku takut...” katanya pelan.
“Lepaskan pelukan mu! Sebelum aku bersikap kasar.”
“Maaf,” lirihnya pelan.
Rae melepaskan pelukannya dan mundur dengan kepala menunduk. Sedangkan Gerard, pria itu berjalan meninggalkan Rae. Suara hentakkan dari sepatu hitam yang dikenakan pria itu benar-benar menggema di ruangan ini, dan Rae bisa menebak jika ruangan ini keda suara. Satu lagi keuntungan yang akan ia dapatkan.
Jika selama ini anak buah Aldric tidak bisa menyentuh Gerardo, berbeda dengan Rae. Gadis ini bahkan sudah bisa memasuki ruangan yang sering digunakan untuk menyiksa penyusup dan penghianat seperti yang pernah Aldric katakan.
Nyalinya semakin tertantang saat ia berhasil memasuki ruangan tersebut. Kematian mungkin saja sudah ada di depan matanya, tapi Rae tidak gentar. Jika ia harus mati, maka ia akan mati dengan terhormat, bukan sebagai pengecut.
“Kemarilah...” suara Gerardo menggema.
Rae mulai melangkah dan mendekati pria itu. Ia berdiri tepat dihadapan Gerard dengan kepala yang masih tertunduk. Enggan untuk menunjukan wajah cantiknya pada pria itu.
“Apa yang sedang kau cari di bawah sana?” tanya Gerard.
“Tidak ada, saya hanya masih ketakutan.”
Pria itu berdecak, sudut bibirnya terangkat, mengejek betapa rendahnya gadis yang saat ini berdiri dihadapannya. Tapi gadis seperti Lin (Rae) yang Ia cari selama ini. Gadis sederhana yang tidak tahu siapa dia sebenarnya.
“Aku akan menawarkan sebuah pekerjaan untukmu.”
“Pekerjaan apa, Tuan?”
“Menjadi pelayanku!”
DEG
Rae terdiam. Ia sama sekali tidak mengerti bagaimana jalan pikiran pria itu. Pelayan di Manshion ini sangat banyak dan ia masih membutuhkan pelayan? Rae yakin jika kata ‘pelayan’ hanya sebuah kode untuk hal tidak baik.
“Saya gadis bodoh, Tuan! Bahkan saya tidak mengerti harus bersikap dan melakukan apa ditempat mewah ini.”
Gerardo tertawa lepas. Pria itu berdiri dan mulai mendekati Rae. Tangan kekarnya mulai dengan berani menyentuh pundaknya yang terbuka, bahkan sedikit menurunkan kain yang menempel di sana.
Gadis itu tidak memberikan reaksi apapun. Hanya kepalan tangannya yang semakin kuat, yang ia sembunyikan dibalik gaun merah itu.
Semakin lama, pria itu semakin berani. Tanganya kini berpindah pada celah lengan Rae dan mulai menjelajahi perut gadis itu, memeluknya dari belakang dengan erat.
‘Aku memberikan ini sebelum kau pergi ke neraka,’ batin Rae.
“Siapa kau sebenarnya?” bisik Gerardo dengan sedikit menggigit daun telinga gadis itu.
“Aku Lin Catalina, jika anda lupa.”
“Kau tahu siapa aku? Aku bahkan bisa mengenalimu hanya dengan menatap matamu saat kita berada di club.”
Gerardo kembali memainkan tangannya. Kini ia mulai bergerak menyentuh paha gadis itu, bukan dibagian terbuka, pria itu justru memilih bagian tertutup, dimana gadis itu menyembunyikan banyak rahasia di balik gaunnya.
“Jangan Tuan, saya masih suci, tolong jangan lakukan ini,” kilah Rae dengan menahan tangan pria itu.
Dengan perlahan, Rae berusaha melepaskan diri dari pelukan Gerard yang begitu memaksa. Tapi bukannya menjauh, gadis itu berbalik dan meraih pinggang Gerardo dan menariknya erat.
Kini, Rae memeluk pria itu dan menatapnya dengan tatapan yang begitu mengintimidasi, menimbulkan pertanyaan baru dalam benak Gerardo. Seakan tersihir, pria itu hanya menatap Rae dengan begitu dalam.
Sampai akhirnya...
“Selamat jalan ke neraka,” bisik Rae.
Sesaat Gerardo terdiam, punggungnya merasakan sebuah hentakan keras dengan begitu cepat. Dingin mulai merambat dan menit berikutnya rasa sakit mulai menyergap dibarengi dengan mengalirnya cairan merah pekat dari punggung pria itu.
“Siapa kau?”
“Malaikat mautmu.”
Rae tersenyum dengan sangat mengerikan. Meniup pistol seri MAC-10 yang ia gunakan untuk menembuskan timah panas pada punggung pria itu.
“Dan satu lagi...”
“Dan satu lagi...” Rae berbisik. Jleb... Satu tusukan mendarat tepat pada kaki pria itu, dan dengan kejamnya Rae menarik kembali benda tersebut dengan keras, membuat Gerardo meringis. Tapi sungguh luar biasa, saat pria itu berada dalam maut, ia masih bisa menunjukan senyumannya. “Ingat namaku, Rae Catalina.” Setelah itu, Rae segera pergi meninggalkan ruangan mewah tersebut dan segera melarikan diri. Gadis itu benar-benar tersenyum puas saat melihat pria itu terkapar. Rae Catalina, dalam setiap gerakan yang ia lakukan semuanya memiliki satu tujuan. Ia dapat dengan mudah mengenali mangsanya dan melihat situasi. Tapi tanpa Rae sadari, ia telah masuk ke dalam jebakannya sendiri. Saat ia sedang berdiri untuk membuka pintu ruangan tersebut, tiba-tiba sebuah gigitan semut terasa ngilu dibagian lehernya. Ia sempat melihat ke arah belakang, dan nampak sebuah seringaian begitu kejam dari sosok Gerardo Ignacio. Setelah itu, tubuh ga
“Kau lihat dia? Aku rasa dia juga jatuh cinta padamu, Gerard,” cibir Dante saat melihat Teo pergi begitu saja meninggalkan ruangan tersebut. Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, hal itu cukup untuk mewakili betapa kata-kata Dante menghiburnya. “Jaga bicara mu! Teo adalah seorang pemain handal dalam urusan wanita. Tapi begitulah dia, posesif.” Gerardo tidak terlalu memikirkan masalah Teo. Pria itu akan kembali tanpa harus ia minta dan akan ada bersamanya dalam waktu-waktu tertentu. Tentu saja, Teo sudah menjadi salah satu orang kepercayaan Gerardo, tapi sayangnya Gerardo tidak pernah menyadari jika Teo adalah duri dalam daging. “Apa yang akan kau lakukan pada gadis ini?” tanya Dante. Pria itu mulai menelisik dengan baik wajah Rae. Wajah cantik Rae Catalina begitu tenang dengan mata yang tertutup, napasnya teratur dan ada sebuah garis berbeda pada sudut matanya. Kening Dante berkerut, saat ia sebuah tanda dipergelangan tangan Rae. Nampak luka,
Dengan bersusah payah, akhirnya Rae bisa duduk dan bersandar. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya, karena setelah ia merasakan ada sebuah gigitan semut pada pundaknya, pandangannya kabur dan sekilas ia melihat bayangan seorang pria. ‘Kepalaku sangat berat, tapi aku harus segera menemui Papi dan Al,’ batin Rae saat matanya kembali tertutup. Tapi keinginannya untuk pulang menemui Papi dan kakaknya sirna saat ia mendengar suara barithon menyapanya dengan begitu khas. Ramah, namun terdengar mengancam. “Hallo... Nona Catalina...?” ‘Apa?! Bukankah itu suara Gerardo, bagaimana bisa pria itu selamat?’ batin Rae dalam keterkejutannya. Perlahan, Rae mulai membuka mata yang terasa berat itu hanya untuk memastikan dugaannya. Entah apa yang diberikan padanya, namun yang pasti Rae merasakan tubuhnya lemas tidak berdaya. “Hai... Aku kira kau sudah pergi ke neraka,” jawab Rae dengan seulas senyum di bibirnya yang tipis. Tidak ad
Bertahun-tahun yang lalu, saat itu kediaman Eduardo sedang merayakan ulang tahun perusahaan. Bersama para kolega dan rekan bisnis dari berbagai negara. Begitu meriah dan menyimpan makna tersendiri dengan segala kemewahan yang ada. Claretta dan Eduardo malam itu tampil dengan balutan gaun dan jas dari percancang ternama. Sama seperti namanya, Claretta yang artinya berkilau, benar-benar berkilau ditengah begitu banyaknya para tamu undangan. Perusahan yang semakin menggurita membuat keluarga Eduardo begitu tersohor. Tidak sedikit dari mereka yang sengaja menjadi penjilat hanya untuk bisa ikut bergabung dan memenangkan tender dari perusahaan Eduardo. “Selamat Tuan Eduardo, waktu berjalan dengan begitu cepat sampai saya tidak menyadari jika ini adalah ulang tahun yang 7, hahaha...” “Terima kasih banyak, begitulah waktu, tanpa kita sadari semakin membuat kita lupa diri dan larut dalam kesibukan.” “Dimana Aldric dan Rae? Apa mereka sedang berada di a
“Tuan! Kami sudah berhasil menangkap wanita itu dan kami masukan ke dalam ruang yang anda minta,” jelas sang bodyguard. “Siksa dia! Tapi ingat, aku ingin dia tetap hidup.” “Baik Tuan!” Rae Catalina, gadis itu berusaha untuk mearikan diri dari kediaman Gerardo. Sepuluh orang bodyguard terbaik Gerardo tewas, membuat pria itu geram dan langsung memberikan Rae pelajaran yang akan Ia ingat selama hidupnya. Dalam ruangan yang didominasi dengan warna hitam itu, saat ini kedua tangan Rae dirantai, namun tidak diangkat tinggi dan masih bisa bergerak. “Katakan!! Siapa yang memintamu untuk menghabisi Tuan ku?” teriak pria bertubuh tinggi besar itu. Dengan membawa cambuk di hadapan Rae, pria itu berlagak ingin menakut-nakuti seorang Rae Catalina. Alih-alih ketakutan, Rae justru memberukan senyum ejekan pada pria itu. “Sampai aku mati, tidak akan pernah aku katakan siapa yang mengantarkan aku kemari.” “Wanita kurang ajar!! Akan aku
Teo masih saja terdiam, menunggu Gerardo menjawab pertanyaan yang sangat ingin Ia ketahui. Teo sama sekali tidak meragukan keahlian bela diri dan kekuatan Rae, namun yang Ia takutkan hanyalah Gerado. Pria itu licik, dan tidak terduga dalam membuat sebuah rencana. “Apa yang akan kau lakukan jika ia ditemukan?” tanya Teo sekali lagi. Bukanya memberikan sebuah jawaban, Gerardo hanya tersenyum tipis dan menatap sekilas Teo, kemudian mengembalikan pandangannya pada sebuah lukisan abstrac yang bernilai jutaan dollar. Selama ini, belum ada yang pernah berani mendekati Gerardo dan sampai berani masuk ke dalam kediamannya hanya berniat untuk menghabisi nyawanya. Tapi sekarang, seorang gadis muda yang cantik jelita, tanpa sungkan hampir saja menghabisi membuat nyawa pria itu melayang jika tidak ada keberuntungan yang menyertainya. “Aku akan menikahinya!” katanya kemudian. “Menikahinya?” ulang Teo. Gerardo mengangguk penuh keyakinan. Tanpa mengal
“Aku tidak akan bisa menyakiti wanita secantik dirimu. Tapi sayangnya aku akan menyiksa mu diatas ranjang hingga kau tahu bagaimana cara untuk bertekuk lutut dan menyembah ku.” Rae menatap tajam Gerardo. Ia masih melihat pria itu duduk dikursi roda, ini tentu saja menjadikan Rae menang satu langkah dari pria itu. “Kau! Pria yang masih duduk diatas kursi roda mengatakan akan menyiksa ku di atas ranjang? Ahahaha... Silahkan kau berpimpi Tuan Gerardo, tapi malam ini aku akan menghabisi semua kesombongan mu!” Gerardo tertawa dengan keras saat melihat seorang gadis kecil sudah berani melawannya. Mungkin Ia belum tahu siapa Gerardo sebenarnya, bagaimana kejamnya pria itu dalam menyiksa musuhnya. Tawa pria itu terhenti seketika, membuat ruangan tersebut hening dan mencekam. Tidak kalah tajam pria itu menatap Rae. Bukan hanya menatap, namun Gerardo memprediksikan bagaimana caranya untuk bisa mengambil alih situasi. “Yang akan menyiksa mu bukan kaki ku
Mendengar suara pria itu Rae seketika menjadi siaga. Tiba-tiba saja ia mendengar jika rantai di kakinya terlepas dengan sendirinya. ‘Ini adalah sebuah jebakan! Aku harus berhati-hati,” batin Rae dengan mata yang terus melihat ke setiap sudut. “Jangan mencariku, Nona! Karena sampai kapan pun kau tidak akan menemukan dimana aku berada, tapi kemana pun kau pergi, aku pasti akan menemukan mu,” lagi suara Gerardo terdengar. “Pengecut!! Jika kau memang berani, tunjukkan dirimu dan jangan bersembunyi seperti anak kecil,” teriak Zee. Di ruangan yang berbeda, saat ini Gerardo menatap tajam Rae yang sudah mengatai dirinya sebagai seorang pengecut. Selama ini, semua orang di dunia hitam tahu siapa Gerado dan bagaimana kekejaman pria itu, tidak ada satu orang pun yang berani menghinanya. Ia berdiri dan kali ini akan langsung bicara bersama perempuan itu. Ia tahu, saat ini Rae sama sekali tidak memiliki senjata apapun yang mungkin bisa melukainya, kecuali