Share

Flower Guinea says

Charlie sibuk menggendong tubuh Boo setelah pelajaran terakhir usai. Di belakangnya, Christ dan Valdish membawa beberapa barang milik gadis itu. Jujur saja si kelinci manis berubah diam saat memasuki ruang kesehatan tadi. Bukan hanya Boo yang merasakan, semuanya yang berada di mobil pun ikut merasa bahwa Charlie tengah menebus kesalahannya.

Setidaknya Charlie tak lepas tanggung jawab dan merengek minta perlindungan. Ia justru begitu fokus menatap jalanan. Hari ini memang gilirannya menyetir. Ditambah beberapa kali ia menanyakan keadaan Boo seperti, 

"Apa punggungmu masih sakit? Beritahu aku" 

atau

"Jangan terlalu menekan punggungmu di kursi. Biar Christ yang menjadi sandaranmu sampai kita tiba di rumah."

Dan lebih parahnya, kalimat terakhir Charlie membuat dirinya takut

"Kau tidur denganku untuk sementara. Aku izinkan sampai kau pulih."

Ia mengucapkan kalimat terakhir dengan sorot mata yg tajam dan khawatir. 

Tentu saja Boo menolak halus dengan berkata bahwa ia bisa tidur di kamarnya sendiri.

Gadis itu mengetahui jika si kelinci semok tengah melakukan tanggung jawabnya. Taoi toh, Boo tak menyalahkannya atas apa yang terjadi. 

Keduanya saat itu memang saling dorong. Namun, tak pernah ada di benaknya bahwa Charlie sengaja mendorongnya terlalu keras karena pria itu membencinya.

Kau tahu, jika dilihat, Charlie itu manis sekali. Ia suka menggodanya. Apalagi saat telinga panjang itu terlihat bergerak ke sana-kemari saat ia senang. 

Sampai di pintu utama kediaman William, ketiganya keluar satu per satu. 

Charlie yang keluar mendahului yang lain dan bergerak cepat membukakan pintu Boo. Menuntun gadis itu perlahan. Juga, menyangga lengannya di punggung Boo.

Mereka berharap bahwa William belum pulang sampai malam nanti. 

"Selamat datang, Judish sudah menunggu kalian di ruang makan," ucap Paman Kaki Emas tanpa ekspresi. Tubuhnya yang dibalut logam itu berjalan menjauh setelahnya. Ia kembali ke ruang tempat peralatan berat berada. 

"Ia Paman Kaki Emas. Terbuat dari campuran emas dan logam. Penjaga rumah ini. Kau tahu, ia uhm sedikit menjengkelkan. Tapi sangat setia. Kau akan menyukainya nanti," jelas Christ pada Boo yang terus memandang Paman Kaki Emas hingga menghilang di ujung lorong.

"Menarik," balasnya tersenyum.

"Mau kugendong sampai ruang makan?" suara Charlie tiba-tiba berada di sampingnya. Hamoir membuatnya terjatuh.

"Aish, kau ini. Aku bisa berjalan dan tolong jangan terlalu khawatir, oke?" ucap Boo sedikit kesal. 

Namun sepertinya ucapannya itu membuat Charlie terluka. Ia tetap di belakang mereka, tertunduk sedih.

Boo dengan langkah terseok kembali mendekatinya, menepuk punggung kelinci manis itu, "Maaf, maksudku kau tak perlu cemas begitu. Punggungku baik-baik saja. Hanya tiga hari dan aku akan kembali sehat. Jangan menangis, ya, kelinci manis." Boo dengan cepat mengecup pipi gembil itu. 

Charlie mengangkat wajahnya dan mendapati Boo tengah tersenyum tulus padanya. Ditambah usakan kecil di rambutnya membuat  pipi pria kelinci itu memerah. 

"Kau, aish cepat ke ruang makan. Judish tak akan suka jika menunggu terlalu lama," kilah Charlie dengan wajah yang masih memerah.

¶¶______________________________¶¶

"Kalian berkelahi lagi?" tanya Judish setelah ketiganya berada di ruang makan. Wajahnya begitu serius. Padahal sejak tadi tak ada yang membahas kecelakaan itu.

Ketiganya saling berpandangan. Namun lebih ke arah Charlie dan Boo. 

"Boo, bisa jelaskan padaku?" tanya Judish langsung. 

Tolong ingatkan ia jika hari ini Judish terlihat mengerikan. Seperti akan menerkamnya dan mencabik tubuhnya saat itu juga.

"Je-jelaskan apa?" ucapnya terbata. Ia merasa tertekan saat ini. Ditambah rasa nyeri di punggungnya kembali datang.

"Tentang cedera di punggungmu." Judish segera bergerak ke arah di mana Boo duduk, tepat di samping Charlie.

Pria itu secara tiba-tiba menarik lengan Boo kencang dan langsung terdengar pekikan dari gadis itu. 

"Judish!" Charlie menatapnya bengis. Ia pastinya yang merasa paling bersalah. Apalagi melihat wajah Boo yang kesakitan. 

"Char, sudah kukatakan jangan menyakitinya. Kau akan terkena masalah besar jika William—"

"Will tak akan tahu jika kau tutup mulutmu itu!" Christ ikut menimpali. 

"Kau—" 

"Sudahlah. Charlie telah bertanggung jawab dan kau Judish, kuharap kau bisa menahan emosimu." Valdish yang sejak tadi memperhatikan. Akhirnya ikut dalam percakapan itu.

Charlie sudah menangis saat itu juga. Ia menunduk dan tubuhnya bergetar ketakutan. Boo bahkan seakan lupa rasa sakitnya. Ia langsung mendekap pria itu. Menenangkannya.

"Ayo ke kamarmu," ajak Boo sambil memapah tubuh Charlie yang lebih besar darinya. Berjalan tertatih hingga masuk ke salah satu kamar di dekat ruang utama. 

Sepertinya menenangkan Charlie memang begitu sulit. Gadis itu telah beberapa kali mengatakan bahwa itu bukan kesalahannya. Namun, si kelinci tetap saja merengek dan menyalahkan dirinya sendiri. 

Jika seperti ini, ia ingin menangis juga rasanya. 

¶¶____________________¶¶

Tok!

Tok!

Tok!

Suara ketukan itu berasal dari luar. Boo segera membukanya dan terlihat Jackson terengah-engah seakan berlari menuju ke kamar Charlie 

"Aku, akh membawa Flower Guinea pesanan  Charlie," jelasnya sambil menstabilkan napasnya.

"Apa itu?" tanya Boo saat Charlie langsung menarik lengan Jackson hingga masuk ke kamarnya. 

"Berikan itu, cepat," pintanya dengan mata yang berbinar. 

"Tenang dulu. Ah, aku lelah. Flower blast sampai mengejarku dan berteriak saat aku mengambil Flower Guinea tanpa izin. Kau harus membalas itu." 

Jackson mengeluarkan sebuah kotak persegi tembus pandang. Di dalamnya terdapat sebuah bunga berwarna ungu- merah muda. Cantik sekali.

"Nah, Boo, makanlah," ucap Charlie dengan mata yang membesar dan gigi kelincinya menyembul. 

"Untuk apa?" Boo tentu tak ingin memakan sesuatu yang mencurigakan.

"Aih, itu bunga penyembuh segala penyakit. Kunyah dan telan. Memang rasanya pahit sekali, sih. Tapi dalam semalam, kau akan sembuh," tutur Jackson dengan semangat.

"Benarkah?" tanya Boo kembali.

Keduanya mengangguk, membenarkan.

"Sampai kalian berbohong padaku. Awas saja," ancam Boo main-main.

Ia mengambil kelopak bunga itu. Memandangnya sejenak. Dilihatnya kelopak itu sendu dan begitu merana. 

Sialnya, ia baru ingat jika semua hal di sini hidup dengan caranya masing-masing. Termasuk Flower Guinea. Ia seperti bayi kecil.

"Cepat kunyah sebelum khasiatnya menghilang dalam 10 menit jika kau tak memakannya." Jackson memaksa Boo mengunyah cepat.

Boo segera mengunyah kelopak itu dan menelannya. 

Hampir memuntahkannya kembali. Namun, Charlie dan Jackson segera menahannya dan memberikan segelas air untuk memudahknnya menelan.

Kemudian, tubuhnya mulai memberikan reaksi aneh. Matanya mulai memejam, punggungnya terasa dihantam kembali dan nyeri mulai menyerang. Ia memekik kesakitan. 

Baik Charlie maupun Jackson saling memandang. Mengamati reaksi yang membuat keduanya ikut meringis. Seakan ikut merasakan sakitnya. 

Charlie merasa bersalah karena melakukan itu. Ia bahkan bersumpah jika terjadi sesuatu pada Boo, ia sendiri akan meminta hukuman paling buruk pada William nanti. 

Tubuh Boo perlahan menyentuh tempat tidur dengan lemah. Ia kehilangan kesadaran dan akhirnya terlelap.

"Kau yakin ini berhasil?" tanya Jackson takut.

"Kupikir kau tahu tentang Flower Guinea. Jangan bilang kau—"

"Ah, itu aku hanya diberitahu Flower Blast. Tapi, aku tak tahu efek sampingnya nanti."

"Kau benar-benar akan membunuhku, Jack!" 

Charlie dilanda khawatir. Setelah memastikan Boo terlelap, ia mendorong tubuh Jackson untuk keluar dari kamarnya. 

"Pergilah. Aku akan menjaganya sampai William datang. Tapi, tolong tanyakan Mrs. Nursea tentang ini. Aku takut jika obatnya tak manjur," titah Charlie serius. Jackson mengangukkan kepalanya.

Si kelinci kembali ke kamarnya dan duduk di sisi ranjangnya. Mengamati Boo yang terlelap.

Sesuatu yang bersinar terlihat dari punggung Boo yang terbaring membelakanginya. 

Sinar itu berwarna biru muda cantik, menari-nari di sekitarnya dan kemudian menghilang. 

Ia harap itu pertanda baik. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status