Share

Bab 7

Mata Bianca sekilas melirik ke arah luar, melihat Veronica yang mengobrol dengan pria yang kemarin, Stephen Laurent. Bukan tipe pria yang bisa ia percaya untuk menjaga Veronica sebenarnya. Tapi kakak laki-lakinya—Theodore Pedrosa, memintanya untuk mempercayai pria itu. Kalau kakaknya percaya pada pria itu, berarti ia harus percaya. Ia tidak mengerti kenapa Theo bisa dengan mudahnya memberi izin pada pria itu tanpa mempedulikan protokol izin masuk teritori seperti yang biasanya selalu ditekankan pada semua serigala dan vampir yang berniat masuk ke dalam wilayah Pedrosa. Pria itu meminta izin lima menit sebelum memasuki wilayah keluarganya. Lima menit. Padahal seharusnya, jika pihak asing ingin memasuki wilayah Pedrosa, izin itu baru bisa diperoleh paling cepat sehari sebelumnya.

Tidak, tidak. Lebih baik ia tidak memikirkannya lagi. Kakaknya jelas-jelas tidak mempermasalahkannya, berarti juga besar kemungkinannya kalau kakaknya itu kenal dengan Stephen. Kakaknya pasti melakukannya penuh pertimbangan. Ya. Ia tidak boleh meragukan keputusan kakaknya.

Pikirannya tertuju pada cerita Veronica tadi. Ia mengambil smartphonenya, mencari nama kakaknya.

“Halo, Theo?” ujarnya setelah panggilannya terhubung dengan kakaknya. Saat Veronica masih mengobrol dengan Stephen, ia menggunakan kesempatan itu 

untuk berlari cepat meninggalkan ruang kelas, menuju ke bagian belakang gedung kampusnya dalam waktu beberapa detik. “Aku baru dapat kabar—”

“Aku tahu,” potong Theo. “Tadi Isabella baru memberitahuku. Mereka lolos dan kita masih melacaknya. Temanmu itu baik-baik saja, kan?”

“Ya. Dia bersama si Laurent sekarang.”

“Bagus. Aman berarti,” balas kakaknya. “Kenapa dengan nada bicaramu itu? Masih kesal karena aku memperbolehkan Laurent masuk begitu saja?”

“Ngapain nanya kalau sudah tahu?”

“Aku kenal baik dengan Laurent, jangan khawatir. Dia bisa dipercaya.”

“Tapi aku—”

“Daripada itu, kamu nggak niat bolos lagi dari latihanmu, kan?”

Bianca mengalihkan pandangannya ke atas, memandangi daun-daun di pepohonan yang bergerak mengikuti embusan angin yang kencang. Langit mulai gelap. Kelihatannya sebentar lagi akan turun hujan. “Errr … itu …”

“Kamu tahu kan, apa yang terjadi kalau kamu bolos lagi?” terdengar suara kakaknya yang menghela napas panjang. “Kamu itu calon penerus keluarga Pedrosa. Berhenti bermain-main dan cobalah untuk serius. Apa susahnya, sih?”

“Tapi kan ada kamu, Theo. Untuk apa aku juga harus berlatih?”

“Kamu tahu kan, jabatan itu tidak diserahkan padaku untuk selamanya? Kamu pewaris sahnya, bukan aku. Harusnya kamu yang lebih paham soal itu.”

Ia terdiam, mengepalkan tangannya. Ini sebabnya kenapa ia benci menghabiskan waktu di rumah. Selalu begitu. Kakaknya selalu tersingkir hanya karena kakaknya anak dari hasil perselingkuhan ayahnya. Sementara ibunya, istri sah ayahnya, jelas-jelas menampakkan ketidak sukaannya pada Theodore, apalagi semenjak kakaknya itu menjabat sebagai kepala keluarga Pedrosa. Walaupun jabatan itu hanya diberikan sementara oleh ayahnya karena menunggu sampai ia berusia dua puluh lima tahun, sesuai tradisi pengangkatan kepala keluarga Pedrosa. 

Padahal kakaknya itu jauh lebih berbakat daripada dia. Tapi kenapa dia yang malah diharapkan oleh ayah dan ibunya? Kenapa bukan kakaknya?

“Bianca? Kamu dengar perkataanku nggak?”

“Aku dengar,” ujarnya, setelah tersadar dari lamunannya. “Kenapa kamu nggak membenciku? Kenapa kamu selalu mengatakan—”

“Bianca. Aku nggak mau dengar pertanyaanmu yang tadi.”

Ia menunduk, semakin mengepalkan tangannya. “Iya. Aku paham. Aku akan segera pulang.”

Panggilan teleponnya terputus. Ia menjauhkan smartphonenya dari telinganya, memandang sejenak smartphonenya sebelum menjejalkan benda itu ke dalam saku jaketnya. Agak enggan, ia memaksa kakinya yang kini terasa berat untuk melangkah, pergi dari tempat itu.

***

Suara tongkat kayu yang saling beradu bergema di ruang latihan bawah tanah kediaman keluarga Pedrosa. 

“Bagus! Pertahankan gerakanmu tadi, Bianca.” 

Erick Zhang—mentor yang ditunjuk oleh Theo untuk melatih kemampuan bertarungnya sebagai persiapan menjadi kepala keluarga Pedrosa, menepis serangan Bianca. Senyum puas terlukis di wajah pria keturunan China itu begitu melihat gerakannya.

“Aku tahu!”

Bianca semakin mempercepat serangannya, mengarahkan ujung tongkat kayunya mengincar bagian vital, namun Erick selalu berhasil mengelak dari serangannya. Ia mundur beberapa langkah, lalu berlari dengan kecepatan penuh, melompat dan memutar tubuhnya ke udara, di atas pria itu. Tongkatnya ia arahkan ke belakang, berhasil mengenai punggung Erick. Saat ia mendaratkan kakinya, ia lengah. Erick berhasil mengambil kesempatan itu untuk melancarkan tendangan ke kedua kakinya, membuatnya terjatuh seketika karena kehilangan keseimbangan.

“Ya. Cukup untuk hari ini. Masih ada beberapa celah dalam gaya bertarungmu tadi, tapi jauh lebih baik. Coba saja kamu lebih serius berlatih,” Erick meninggalkannya beberapa saat, dan kembali membawa dua botol berisi minuman isotonik, memberikannya padanya. 

“Makasih,” ujarnya, menerima botol itu dan meminumnya sampai isinya tersisa setengah, lalu duduk di atas lantai. “Kalau aku jarang latihan dan ayahku tahu, pasti posisi itu akan tetap berada di tangan Theo.”

Erick duduk di sebelahnya seraya meneguk sedikit minumannya, menaikkan sebelah alisnya. “Karena itu kamu selalu bolos latihanku? Kupikir karena kamu nggak suka begitu tahu aku yang jadi pelatihnya.”

“Mana mungkin? Kamu kan pacarnya Theo. Udah kuanggap keluarga sendiri,” Bianca menyenggol lengan Erick. “Aku nggak tahu kenapa Theo sama sekali nggak membenciku. Padahal kamu tahu sendiri kan, bagaimana keluargaku itu memperlakukan kakakku?”

“Mudah,” Erick mengelus kepala Bianca. “Karena kamu nggak pernah membencinya. Itu sudah lebih dari cukup buatnya.”

“Hanya itu?”

Erick mengangguk, menjauhkan tangannya dari kepala Bianca. “Memangnya butuh alasan apa lagi selain itu? Kalau kamu ingin kakakmu tetap berada di sampingmu, cobalah untuk serius.”

“Tapi …” Bianca memandang botol minumannya. “Bagaimana jika kakakku akan dibuang begitu aku menjabat sebagai kepala keluarga?”

“Justru saat itulah kamu yang akan bergerak melindunginya. Saat nanti kamu resmi menjadi kepala keluarga Pedrosa, ubahlah aturan kaku itu. Kakakmu tidak bisa melakukannya karena posisinya, tapi kamu bisa.”

“Begitukah?”

“Iya. Lagipula, masih ada aku.” Erick Zhang mengepalkan kedua tangannya di depan dada, bersiap hendak meninju. “Dan aku nggak akan biarkan seorang pun melukai kakakmu, sama sepertimu. Makanya, coba untuk ubah sikap main-mainmu itu.”

“Bawel. Suka-suka aku, dong? Lagian aku nyaman dengan keadaanku sekarang.”

“Susah emang, ngomong sama kamu,” Erick menggeleng, lalu beranjak dari tempatnya. “Lebih baik pertimbangkan kata-kataku tadi. Kudengar ada gerakan yang ingin menyatukan semua makhluk supernatural untuk melawan klan naga. Kamu sudah dengar kabar itu?”

Dahi Bianca mengerut. “Sama sekali nggak. Siapa pemimpinnya?”

“William Schneider.”

“Nggak pernah denger namanya,” Bianca ikut beranjak dari tempatnya, mengikuti Erick yang berjalan keluar ruangan menuju kamar ganti. “Kapan mereka mulai muncul?”

“Sudah dari sepuluh tahun lalu, di Jerman. Kabarnya mereka sudah tiba di tempat ini. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi perang.”

“Perang?” 

“Makanya jangan main-main terus. Berita begini aja kamu nggak tahu,” Erick melepas pakaiannya, lalu menjitak kening Bianca. “Dan lagi, ruang gantimu nggak di sini, Non. Sana, di kamar mandi cewek!”

“Ih! Sakit, tahu!” Bianca mengelus keningnya yang berdenyut karena jitakan Erick. “Kan lebih praktis di sini.”

“Mulai lagi,” Erick menyampirkan handuknya di bahunya, berkacak pinggang. Mata pria itu lalu membesar begitu melihatnya mulai melepas pakaiannya. “Keluar, Dodol! Kok malah dilanjut?!”

“Dih, bawel!” gerutu Bianca. “Baru lepas pakaianku aja kamu udah jerit. Lagian aku masih pakai kaos dalam! Masih aman, tahu!”

“Aku bisa dihajar kakakmu kalau biarin kamu ganti pakaian di sini. Sana, keluar!”

“Arrgh! Iya, iya! Astaga, punya kakak ipar kok bawel banget, sih!” Bianca memberengut, mengambil pakaiannya yang ia letakkan di rak tadi, lalu keluar dari kamar ganti pria. “Aku pindah nih, sekarang! Puas!?”

“Dikasitahu malah marah!”

Bianca memeletkan lidah, membanting pintu ruangan itu. Dengan berat hati, ia terpaksa memasuki kamar ganti wanita. Melepaskan satu demi satu pakaiannya, lalu memasuki ruang pancuran. Membasahi seluruh tubuhnya dengan air panas yang mengalir, memberikan sensasi rileks pada otot tubuhnya yang tegang.

“Sudah dari sepuluh tahun lalu, di Jerman. Kabarnya mereka sudah tiba di tempat ini. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi perang.”

Kepalanya menengadah, mengarahkan pancuran itu ke wajahnya sambil memejamkan kedua matanya. Sepuluh tahun yang lalu? Untuk yang ini ia harus mengakui perkataan Erick. Ia terlalu sering bermain-main, sampai ia tidak mengetahui mengenai gerakan Schneider yang sudah muncul sejak sepuluh tahun lalu. Berarti gerakan itu muncul beberapa waktu setelah insiden penyerangan yang dialami Veronica waktu kecil—menurut penuturan Febrina, kakak perempuan wanita itu waktu pertama kali ia mendatangi rumah Veronica saat ia SMA.

Memang, sejak zaman dahulu, klan vampir dan serigala selalu mempermasalahkan sikap klan naga yang selalu mencari gara-gara. Bulan ini saja sudah ada beberapa anggota dari klan Pedrosa yang terluka parah setelah berusaha sekuat tenaga menahan orang-orang dari klan naga yang seenaknya masuk ke wilayah Pedrosa, beranggapan bahwa posisi mereka yang agung tidak memerlukan izin. Benar-benar sombong. Padahal setahunya, pemimpin baru klan naga itu tipe yang sangat rendah hati, walaupun tidak pernah menampakkan diri. Ia sendiri hanya mengetahui kabar itu dari Theo saat menghadiri pertemuan yang diadakan oleh pemimpin baru klan naga. 

Siapa namanya, ya? Ia lupa. Yang ia ingat hanya huruf depannya saja, K. Waktu kakaknya menjelaskan hasil dari rapat yang diadakan tahun lalu itu, ia sibuk membalas pesan salah satu pacarnya, sehingga ia tidak begitu menyimak perkataannya kakaknya. 

Yah, ia memang membenci klan naga, tapi enggan rasanya kalau sampai harus berperang melawan mereka. Memang, gagasan menyatukan semua klan untuk berperang melawan klan naga itu tampak sedikit menggiurkan, mengingat bagaimana sikap arogan mereka selama ini. Hanya saja, ia tidak yakin bahwa itu hal yang bagus. Dari segi kekuatan, jelas mereka yang melawan klan naga akan kalah. Lalu bagaimana cara kelompok Schneider itu akan bergerak mengalahkan naga yang dikenal kuat itu?  Menggabungkan seluruh kekuatan itu tidak akan cukup melawan klan naga. Satu naga itu bisa mengalahkan ribuan manusia di masa lalu, apalagi jika semua kelompok makhluk supernatural bersatu? Mustahil.

Tangannya bergerak memutar tombol pancuran, mematikan air. Ia meraih handuk yang ada di dekatnya, lalu beranjak keluar. Memakai pakaian cadangan yang dibawanya, lalu duduk di bangku depan loker. Kedua tangannya menyandar di atas pahanya, membentuk piramida. Pikirannya tertuju pada perkataan Veronica tadi, saat masih ada di kelas. 

“Tadi ada beberapa vampir yang datang ke apartemenku.”

Sahabatnya sejak SMA yang mengetahui identitasnya sejak kemarin—berkat pria menyebalkan bernama Stephen Laurent—mengatakan padanya tentang vampir-vampir yang datang ke apartemen sahabatnya itu. Mendengar perkataan temannya, ia yakin sekali kalau mereka bukan berasal dari keluarga Pedrosa. Apalagi dari perkataan kakaknya, kelihatannya para vampir itu memiliki maksud jahat. 

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, membuyarkan lamunannya dalam sekejap.

“Bianca? Udah selesai?” Erick berteriak dari luar. Nada suaranya terdengar gusar saat memanggilnya. Perasaannya mendadak tidak enak. Buru-buru ia berlari keluar membuka pintu ruang ganti, menghampiri Erick.

“Ada apa?”

Matanya menyadari tangan Erick yang bergetar, memegang smartphonenya. “Theo. Dia meneleponku tadi …”

“Theo?” ia bergeming, menunggu kata-kata Erick. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu—”

“Theo di rumah sakit sekarang,” Erick berhasil menenangkan dirinya. “Tapi bukan itu masalahnya. Yang kukatakan sekarang ini bukan kabar baik untukmu.”

“Apa?”

“Ibumu meninggal. Dibunuh oleh kelompok vampir yang membelot ke kelompok Schneider.”

Tubuhnya terasa lemas. Ia mundur beberapa langkah dari Erick. Pandangannya buram seketika. Setelah itu, ia tidak ingat apa-apa lagi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status