Share

TRANSFORMASI RAKA

Raka menekuri layar laptop berharga selangit di depannya dengan wajah serius seperti biasanya. Entah sudah berapa lama pemuda bersorot mata tajam itu berkutat dengan benda favoritnya itu. Sesekali dia meraih secangkir kopi yang setia menemaninya sejak pagi. Diteguknya pelan, gelagatnya terlihat seperti memikirkan sesuatu. Lalu sejenak kemudian dia  pun kembali ke kegiatannya semula, menatap layar di depannya dengan sangat serius.

 

"Bro, adik lo tuh dibawah!"

 

 Tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka dan wajah Radit, sosok lelaki yang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri, menyembul dari baliknya.

 

"Suruh naik, Bang," ucapnya tanpa menoleh pada sang sahabat.

 

Tak berapa lama, Rio muncul masih dengan jaket dan tas di punggungnya.

 

"Kak," sapanya. Pemuda yang beberapa bulan lagi akan meraih gelar sarjananya itu mendudukkan diri di kursi depan meja kerja sang kakak dengan wajah lelahnya.

 

"Baru pulang kampus?" tanya Raka pada sang adik. Rio mengangguk sambil menyandarkan kepalanya di kursi. 

 

Melihat kelelahan di wajah adiknya, Raka bangkit, berjalan ke pojok ruangan dimana terdapat lemari pendingin. Mengambil sebotol teh dingin dan menyerahkannya pada Rio setelah membukakan tutupnya.

 

"Mama sehat?" tanyanya lagi. 

 

"Ya gitu deh, Kak. Masih suka ngeluh sakit pinggang. Tadi suruh nanyain weekend besok kakak pulang nggak?"

 

"Ya nanti kuusahakan. Aku lagi agak sibuk sekarang. By the way, pesananku udah dapet kan?" Raka kembali duduk menatap penuh tanya pada sang adik.

 

"Udah." Rio mengeluarkan sesuatu dari dalam tas punggungnya setelah menyelesaikan tegukan pada teh manis dinginnya. Sebuah amplop surat ber-kop perusahaan tempat ayahnya bekerja. Tak ingin membuang waktu, segera diserahkannya benda itu pada sang kakak.

 

"Oke, thanks."

 

"Kak.” Panggilan Rio kali ini sedikit ragu, membuat Raka yang sedang mengamati tulisan dalam amplop di tangannya menoleh. 

 

"Ya?"

 

"Apa kakak serius mau melakukan itu?"

 

"Ya serius lah. Memangnya kenapa?" Dia kembali menatap adiknya penuh selidik.

 

"Anak papa yang kecil umurnya baru 5 tahun. Nggak kasian, Kak?" 

 

Rio menatap Raka dengan pandangan lembut. Karakter Rio memang lebih lembut dibanding Raka walaupun wajah mereka banyak kemiripan. Rio cenderung mewarisi sifat ibunya, sementara Raka lebih temperamen seperti sang ayah. 

 

"Kenapa kita harus peduli?" ucap Raka, lalu kembali menatap ke layar laptopnya setelah menyimpan benda yang baru saja diberikan adiknya itu padanya. 

 

"Ya bukannya peduli sih, Kak. Tapi kayaknya papa masih bakal butuh banyak biaya untuk menghidupi anak-anaknya itu."

 

"Udahlah, Kamu fokus kuliah aja, Yo. Cepet lulus biar mama seneng," ujarnya memberi semangat.

 

"Oya, kapan hari mama tanya, apa kakak nggak pengen ngelanjutin kuliah?"

 

"Kakak udah punya penghasilan, buat apa kuliah? Kamu aja lulusin. Udah nggak usah mikirin kakak."

 

"Ya udah deh, Kak, kalau gitu aku pulang dulu. Tadi pagi mama nitip dibeliin bakso." Rio segera bangkit bermaksud hendak keluar ruangan saat tiba-tiba Raka menghentikannya.

 

"Yo, kasih ini buat mama," ucapnya sambil menyerahkan sebuah amplop berkop sebuah bank lokal yang baru diambilnya dari laci meja kerjanya. 

 

"Apa ini, Kak?" Rio refleks membuka amplop dan mengeluarkan sebentuk benda persegi tipis berwarna hitam dari dalamnya.

 

"Kartu debit buat mama. PIN-nya sudah ada di dalam amplop. Bilang ke mama pakai buat apa aja terserah. Nanti jatah bulananmu kakak' transfer seperti biasa ke rekening kamu." 

 

"Oke Kak, siapp." Rio pun segera berlalu dari ruangan. 

.

.

.

 

Raka menatap kepergian adiknya dari jendela kaca ruang kerjanya di lantai atas ruko tanpa berkedip. Hatinya lega memperhatikan betapa cerianya wajah adiknya itu saat menaiki motor sport keluaran terbaru yang baru beberapa bulan yang lalu dihadiahkannya untuk ulang tahun adik semata wayangnya itu. 

 

Pikirannya segera melayang ke peristiwa 8 tahun silam, saat dia pergi dari rumah karena sang papa mengusirnya. Dia pergi hanya dengan membawa motornya ke rumah Radit. Satu-satunya tempatnya menuju saat itu memang hanya Radit. Sahabat yang sudah seperti kakak baginya, yang dulu pernah mengajaknya bergabung dalam komunitas pecinta motor sport. 

 

Di mata Raka, Radit adalah sosok mandiri. Di usianya yang masih muda dia sudah berpenghasilan jutaan dari bisnis online. Dan dari Radit lah Raka belajar banyak hal hingga akhirnya dia bisa sukses seperti sekarang. 

 

Tujuh belas tahun umur Raka saat dia memutuskan untuk pergi dari rumah. Dan dia melanjutkan biaya Sekolah Menengah Atasnya dengan uang sendiri, penghasilannya dari membantu bisnis online milik Radit. 

 

Waktu itu, beberapa kali ibunya datang untuk memberinya uang dan mengajaknya kembali pulang, tapi dia menolaknya mentah-mentah karena dia tahu uang ituadalah pemberian dari sang ayah. 

.

.

.

Setelah menyelesaikan SMA-nya dan Raka merasa cukup memiliki penghasilan untuk menghidupi dirinya sendiri, dia memanggil Rio dan memintanya mengembalikan motor yang masih dibawanya pada sang ayah. Dia sudah tidak membutuhkan motor lagi karena dia berniat tidak akan melanjutkan ke jenjang kuliah.

 

Sejak itulah, Raka benar-benar bekerja keras, siang dan malam. Melupakan mimpinya terdahulu yang ingin mengambil jurusan kedokteran pada saat dia kuliah nanti. 

 

Satu-satunya tujuannya saat ini hanya satu, membuktikan pada sang ayah bahwa dia mampu berdiri sendiri dan dia bisa membuat lelaki itu menyesali perbuatannya telah menyakiti hati sang ibu. Bertahun-tahun remaja yang kini telah tumbuh menjadi pemuda gagah dan tampan itu mengesampingkan kesenangan masa remajanya hanya untuk mewujudkan apa yang dia inginkan. 

.

.

.

Beranjak dari jendela ruang kerjanya di lantai dua, Raka kembali ke mejanya dan meraih amplop berkop perusahaan tempat dimana papanya bekerja yang beberapa saat lalu diberikan oleh adiknya. Bibirnya nampak tersenyum getir. Dalam hati dia berkata, seperti ibunya yang pernah merasakan sakit, sudah saatnya ayah dan wanita simpanannya itu sekarang juga harus merasakan kesakitan yang sama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status