Share

KEDATANGAN MANTAN SUAMI

Raka keluar dari kamarnya di lantai 3 rukonya dengan pakaian simple seperti biasa, celana jeans dan kaos  polos warna hitamnya yang sangat kontras dengan kulitnya yang bersih. Dia menyambar salah satu sneaker favoritnya yang masih bersih di rak sepatu tak jauh dari kamarnya dan buru-buru memakainya sebelum akhirnya meluncur ke lantai bawah. 

 

Tak banyak yang dia temui di lantai dua ruko 3 lantai yang dia beli dengan uang jerih payahnya setahun yang lalu itu. Hanya ada dua orang karyawan yang masuk hari itu dan juga Radit yang sedang sibuk dengan komputernya di ruang kerjanya. 

 

Biasanya hari minggu Radit tidak datang ke ruko Raka karena dia punya family time dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Tapi hari ini dia harus mengurus proyek produk baru mereka yang akan launching minggu depan. Jadi Radit datang untuk menyelesaikan pekerjaannya.

 

"Gue tinggal cabut bentar nggak papa kan, Bang?" kata Raka menepuk bahu sahabatnya. 

 

"Santai aja, tuh udah ada anak-anak yang dateng," tunjuk Radit ke dua karyawan mereka. 

 

"Ya udah, gue cabut, Bang." 

 

Raka bergegas meninggalkan ruangan Radit. Tapi baru beberapa langkah, Radit memanggilnya.

 

"Eh tunggu, Ka. Kunci mobil lo nih. Tadi gue pake bentar," katanya bersiap melemparkan kunci mobil, tapi Raka langsung berseru.

 

"Pake aja, Bang! Gue naek angkot."

 

"Lah, emang mo kemana sih Lo?"

 

"Nengokin nyokap. Dah Bang, cabut dulu," pamitnya lagi. Dan Raka pun bergegas meluncur ke bawah dengan setengah berlari menuruni tangga.

 

Radit hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabat yang sudah dianggapnya adik itu. Dia teringat saat Raka datang ke kontrakannya dulu minta diajarin cara nyari uang cuma buat bertahan hidup setelah minggat dari rumah orang tuanya. Semangat belajar tentang hal-hal baru Raka memang luar biasa. Bahkan sekarang Radit jadi ketinggalan jauh darinya. Raka melesat bagai anak panah yang lepas dari busurnya.

.

.

.

"Ada apa kemari, Mas?" 

 

Rani kaget saat mengetahui mantan suaminya datang bersama istri barunya ke rumahnya. Rani memang sudah lama tidak bertemu Romi, tapi dia selalu mendapatkan update berita tentang lelaki itu dari beberapa temannya yang kebetulan rumahnya tak jauh dari rumah Romi yang sekarang. 

 

Bukan maksud Rani untuk mencari tahu keadaan mantan suaminya itu setelah mereka berpisah, tapi teman-temannya memang kadang menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin Rani tahu. 

 

Tadinya dia sudah berusaha mencegah kedua tamunya itu untuk masuk, namun istri baru Romi ternyata orang yang sangat pemaksa. Dia melesak masuk ke dalam rumah tanpa dipersilahkan dan langsung duduk sambil mengibas-ibaskan kipas tangan yang dibawanya. 

 

Rani hanya menelan ludah melihat tingkah wanita yang telah menghancurkan bahtera rumah tangganya dengan Romi itu. Luka hatinya yang sudah coba dia kubur dalam-dalam kini menganga lagi dengan kehadiran mereka. 

 

"Aku ingin bertemu Rio, Ran," kata Romi setelah mendudukkan diri juga di sofa ruang tamu. 

 

"Kebetulan Rionya sedang pergi, Mas. Tadi pagi pamit keluar sama temannya."

 

"Ooh, gitu? Ya udah kalau gitu langsung aja," sahut Mayang. Lalu wanita itu mengeluarkan amplop dari dalam tasnya dan segera meletakkannya di atas meja. 

 

"Ini uang kuliah untuk anakmu, Mbak. Tapi maaf ya, lain kali jangan biasakan anak-anaknya minta-minta lagi sama bapaknya. Karena kami juga punya banyak kebutuhan untuk anak-anak kami sendiri," kata wanita itu dengan angkuhnya.

 

Rani mengerutkan dahi kebingungan mendengar kalimat Mayang. Dia tidak tahu maksud dari perkataan wanita di depannya itu.

 

"Maaf, uang untuk apa ya? Dan maksud kamu apa mengatakan kalau anak saya meminta-minta?"

 

"Eee, bukan begitu yang benar, Mayang," ucap Romi mencoba menengahi. "Gini Ran, maksud Mayang. Ini aku ada sedikit uang untuk membantu kuliah Rio. Beberapa hari yang lalu aku ketemu Rio, dia bilang sebentar lagi wisuda. Mudah-mudahan ini bisa untuk tambah-tambah uang kuliahnya," lanjut lelaki itu sok bijak.

 

"Ooh gitu. Tapi apa Rio sendiri yang meminta uang padamu, Mas?" Rani masih belum percaya jika anaknya itu sampai meminta uang pada sang ayah.

 

"Tentu saja dia minta. Kalau tidak minta, suamiku nggak bakal ngasih lah, Mbak. Gimana sih?" ucap Mayang sewot.

 

"Maaf, tapi aku tidak pernah sekalipun mengajarkan pada anak-anakku untuk meminta apapun pada ayahnya. Kamu salah jika berkata seperti itu."

 

"Hahaha ... sudah miskin aja belagu. Udah, terima saja uangnya. Toh kalian juga butuh itu kan?" Lagi-lagi Mayang berkata dengan nada mengejek.

 

"Mah, jangan gitu!" hardik Romi.

 

"Halah apa sih, Pah! Biarin aja, biar nggak tuman minta-minta terus sama kamu nanti."

 

"Kami memang miskin, tapi bukan pengemis seperti yang kalian bilang! Jadi ambil uang kalian itu! Mamaku nggak butuh uang itu. Dan segera pergi kalian dari sini!" 

 

Tiba-tiba Raka sudah berdiri di ambang pintu rumah ibunya.

 

Romi dan Mayang nampak kaget dengan kehadiran Raka yang tanpa suara sebelumnya. 

 

"Cepat pergi dari sini!!" bentak Raka pada kedua orang tamu ibunya itu.

 

"Raka, ini uang buat Rio untuk kuliahnya. Papa kesini cuma mau ngasih itu aja kok," kata Romi bersikap lunak. Sudah bertahun-tahun dia tidak bertemu anak sulungnya itu dan dia bahkan tidak menyangka bahwa Raka tumbuh dengan sangat baik seperti sekarang. Tubuhnya yang gagah bahkan mengalahkannya saat jaman mudanya dulu. 

 

"Kita nggak butuh uang itu! Bawa pergi saja!" ketus Raka lagi.

 

"Raka, sabar, mama nggak apa-apa, Sayang." Rani mencoba melerai perdebatan ayah beranak itu.

 

"Papa nggak nyangka, Ka, setelah bertahun-tahun ternyata kamu nggak bisa berubah juga. Nggak bisa hormat sedikitpun sama papa," kata Romi dengan nada kecewa.

 

"Gue nggak kenal siapa lo. Sekarang pergi dan jangan pernah menginjakkan kaki lagi di rumah ini!" ucap Raka berapi-api. 

 

"Hah! Orang miskin aja sombong sekali sih. Ayo Pah, pulang! Kebetulan kalau nggak mau uangnya. Mama bisa pake buat shopping."

 

"Mah, tapi itu buat Rio …," Romi tak bisa melanjutkan kalimatnya setelah melihat istrinya melotot ke arahnya.

 

"Bodo amat! Mereka aja nggak butuh kok. Ayo pulang, Pah! Lagian mama juga jijik berada di rumah ini," katanya dengan sangat menyebalkan.

 

Wanita itu segera melenggang keluar dari ruang tamu sambil membawa kembali amplop yang tadi sempat diletakkannya di atas meja. Tak berapa lama kemudian, Romi pun mengikuti sang istri keluar. Sementara Rani mengelus dadanya yang tiba-tiba terasa sesak, dan mendudukkan diri kembali di sofa. 

 

Raka yang sebenarnya ingin sekali menghajar dua manusia sombong yang ada di depannya tadi berusaha mengembalikan detak jantungnya yang sempat memburu karena emosi. 

 

"Mama nggak apa-apa 'kan?" tanyanya setelah merasa sedikit tenang. 

 

"Kamu masih belum bisa memaafkan papamu juga, Ka?" Mamanya justru balik bertanya. Raka menghela nafas panjang. 

 

"Tidak akan! Dan mama tidak usah membahas itu lagi. Ke dalam yuk, mama istirahat dulu aja," kata Raka merangkul bahu sang mama dan mengajaknya ke dalam. Dia baru menyadari bahwa ternyata dia sudah tumbuh sebesar itu. Mamanya sekarang jadi terlihat begitu kecil dan ringkih dalam dekapannya. 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status