Share

PERTEMUAN TAK TERDUGA

Hari berganti. Kedekatan Raka dengan pemilik perusahaan Adyatama pun semakin terlihat. Ayu kerap menyambangi Raka ke tempat tinggalnya, hanya sekedar untuk mengobrol atau mengajaknya makan di luar. Dia pun sangat sering mengirimi pemuda itu pesan di sela-sela aktifitas hariannya. Sementara Raka, menyambutnya dengan tangan terbuka. Dalam kamus Raka, semakin dekat dia dengan Ayu, maka tujuannya untuk membalaskan sakit hati pada sang ayah semakin mudah. 

Seperti kali ini, Ayu mengundang Raka untuk menghadiri meetingnya dengan para staf pemasaran untuk menjelaskan konsep marketing yang dia tawarkan ke perusahaan Ayu beberapa hari sebelumnya. 

Sebenarnya Raka belum ingin bertemu dengan sang ayah di kondisinya yang sekarang ini. Tapi dia tidak bisa menolak tawaran Ayu untuk datang ke kantornya hari ini. 

Saat Raka sampai di pelataran kantor Adyatama, matanya tertumbuk pada sebuah mobil yang dikenalnya terparkir di salah satu sudut. Dia pernah melihat mobil itu di halaman rumah ibunya beberapa waktu yang lalu. Raka segera tahu bahwa ayahnya sedang ada di dalam gedung kantor itu. Dan hati Raka pun mencelos mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu di rumah sang ibu. Betapa dengan beraninya lelaki itu datang membawa istri mudanya untuk merendahkan harga diri ibunya. 

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu, Pak?" 

Seorang resepsionis cantik menyambutnya di counter  penerimaan tamu saat Raka datang. 

"Saya diundang untuk meeting dengan tim pemasaran oleh Bu Ayu," kata Raka santai. Si resepsionis nampak mengangguk sangat ramah. 

"Anda Pak Raka?" tanyanya.

"Iya." Raka pun mengangguk.

"Anda dipersilahkan langsung ke ruangan rapat, Pak. Mari saya antar," kata wanita itu yang lalu meninggalkan tempatnya untuk berjalan menuju lift dikuti Raka. 

"Raka!" 

Baru beberapa langkah Raka mengikuti wanita yang akan mengantarnya ke ruang rapat itu, sebuah suara yang sangat dia kenal memanggilnya. Sontak Raka menoleh sebelum mencapai lift. 

Lelaki bersetelan jas warna hitam dengan dalaman kemeja putih sedang berjalan menghampiri tempatnya berdiri. Si resepsionis nampak menunduk hormat saat lelaki itu sampai di depan mereka. 

"Pak Romi, selamat siang," sapa si resepsionis ramah. Tapi Romi mengacuhkannya. Dia lebih fokus pada Raka yang saat ini berdiri di hadapannya.

"mau apa ke sini? Mau melamar kerja?" tanya sang ayah penasaran. Raka yang ditanya nampak tersenyum kecut.

"Bukan urusan Anda kenapa saya kemari," kata Raka ketus. 

"Jangan kurang ajar kamu, Ka. Kalau memang kamu butuh kerjaan tinggal bilang Papa. Papa akan merekomendasikanmu ke posisi yang bagus di perusahaan ini," kata lelaki itu. Lagi lagi Raka tersenyum sinis. 

"Saya nggak butuh bantuan Anda," katanya datar.

"Jangan terlalu sombong kamu!" Romi mulai emosi dengan sikap Raka yang dingin. "Kalau Papa bilang ke bagian HRD, mau sampaì kapanpun Kamu nggak akan pernah bisa diterima di perusahaan ini. Ngerti? Lebih baik kamu ke ruangan Papa sekarang. Kita bicara baik-baik." Lelaki itu tetap pada pendiriannya membujuk Raka untuk berbaikan dengannya.

"Maaf Pak Romi. Tapi Pak Raka ke sini bukan untuk melamar pekerjaan," tiba-tiba resepsionis cantik itu menyela. 

"Apa maksudmu?" Romi menoleh ke arah wanita berseragam batik itu dengan tatapan tidak suka. Dahinya berkerut aneh.  "Tidak usah mencampuri urusan kami. Atau kamu bisa kupecat," lanjut Romi mengingatkan.

"Tapi itu benar, Pak. Pak Raka ini diundang Bu Ayu kesini untuk menghadiri rapat dengan divisi marketing," jelas si resepsionis.

"Apa??!" Mata Romi membelalak tidak percaya. Namun lalu dia tertawa keras setelah mencerna apa yang dikatakan si wanita resepsionis itu. 

"Kamu jangan bercanda. Mana ada rapat dengan direktur bajunya seperti itu." Romi menunjuk ke arah Raka. 

Hari itu Raka memang hanya mengenakan celana jeans dan kaos polo berkerah warna putih dipadu dengan sepatu sneakernya. Penampilannya sangat santai. Hingga tak heran jika Romi mentertawakan si resepsionis yang dia pikir sedang berkelakar. 

"Kamu jangan sembarangan ngomong. Ini anak saya. Mana mungkin dia kenal sama Bu Direktur," kata Romi tersenyum remeh. Raka yang melihat senyum khas ayahnya yang selalu meremehkannya sangat tidak heran. Lelaki yang usianya semakin bertambah tua ini tetap saja sama. Sifatnya belum juga berubah sampai detik ini. Selalu menganggapnya sebagai anak pembangkang yang tidak berguna. 

"Ada apa ini, Pak Romi?" Tiba-tiba Ayu muncul di tempat itu. Entah dari mana dia, tapi di belakangnya ada seorang petugas keamanan yang mengawalnya dan membawakan tas kerjanya. "Kenapa ribut-ribut di kantor?" lanjutnya.

"Oh, bu Direktur. Selamat siang," sapa  Romi penuh hormat saat melihat bahwa ternyata Ayu yang datang. 

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Raka santai sebelum Ayu sempat berbincang lebih jauh dengan sang ayah. Ayu menyambut pertanyaan Raka dengan senyum manisnya. 

"Tentu saja, mari kita ke atas, Pak Raka," kata Ayu mempersilahkan Raka masuk ke dalam lift yang sudah dibukakan oleh satpam. 

Romi yang melihat kejadian itu hanya terbengong tidak mengerti. Anak lelakinya ternyata seakrab itu dengan sang direktur? Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Raka bisa sangat dekat dengan direkturnya itu?

Setelah Raka dan Ayu menghilang di balik pintu lift, Romi segera menyeret lengan si resepsionis untuk menyingkir dari tempat itu. 

"Orang tadi apanya Bu Ayu?" tanyanya penuh selidik. 

"Aduuh!! Tolong lepaskan tangan saya dulu, Pak. Anda menyakiti saya," kata si resepsionis karena Romi mencengkeram lengannya sangat kuat. Segera saja Romi menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar.

"Pak Raka tamu specialnya bu Direktur, Pak. Selain itu saya tidak tahu. "

"Bagaimana bisa kamu tidak tahu? Kamu kan yang bertugas menyambutnya?"

"Bu Ayu hanya menyuruh saya menyambut Pak Raka dan mengantarkannya ke ruangan meeting divisi pemasaran. Selain itu saya tidak tahu apa-apa, Pak Romi," jelas resepsionis itu lagi.

Romi mendengus kesal karena tidak bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan dari wanita itu.

"Ya sudah, kembali kerja sana kamu!" 

Dengan tergopoh, wanita cantik itu meninggalkan Romi dengan wajah jengkel. Salah satu manajer lapangannya itu memang terkenal memiliki attitude yang kurang baik, terutama terhadap para bawahan wanitanya. 

Menurut cerita teman-teman kerjanya yang sudah senior, lelaki bernama Romi dulu ada affair dengan sekretarisnya hingga akhirnya menceraikan istrinya demi menikahi sekretarisnya yang cantik. Resepsionis cantik itu bergidik ngeri membayangkan seandainya saja orang itu mengincarnya untuk dijadikan selingkuhan. Tua bangka menyebalkan, kutuknya dalam hati. 

.

.

Dua jam berlalu dan meeting pun usai. Saat bangkit dari kursi direkturnya untuk meninggalkan ruangan, Ayu segera menoleh ke arah arah Raka. 

"Pak Raka, bisa ikut saya ke ruangan saya sebentar saja?" tanyanya dengan nada formal. Dia memang harus melakukan itu karena saat ini beberapa karyawannya masih berada di ruangan rapat. Raka mengangguk, bangkit dan berjalan mengikuti langkah Ayu yang anggun menuju ke ruangannya. 

"Aku senang akhirmya bisa menjalankan kerjasama ini dengan kamu, Raka," kata Ayu saat mereka sudah sampai di dalam ruang direktur. 

"Aku juga senang," kata Raka santai. 

"Oya, apa kamu kenal dengan Pak Romi? Dia salah satu manajer lapangan di sini. Tadi sepertinya kamu sedang berbincang dengannya saat aku baru datang?" Ayu terlihat penasaran.

"Dia ayahku ...." Kalimat Raka menggantung.

"Oya?" Ayu segera membulatkan matanya, seperti tidak percaya. 

"Iya. Tapi hubungan kami sedang tidak baik," tegas Raka. 

"Kalau boleh tahu ada masalah apa?"

"Kamu benar-benar ingin tahu?" Raka memandang Ayu dengan tatapan khasnya. Pandangan yang biasanya akan membuat Ayu susah tidur semalaman. Ayu menganggukkan kepalanya ingin mendengar lebih lanjut tentang ayah Raka itu. 

"Dia meninggalkan ibuku untuk menikahi seorang wanita yang lebih muda. Dan ibuku baru mengetahuinya setelah hampir 6 tahun dia menikah," jelas Raka getir. Nampak sekali nada tidak nyaman saat dia menceritakan semua itu pada Ayu. Dalam hati, sebenarnya dia belum ingin membongkar semua itu. Tapi karena Ayu sudah melihatnya bersama sang ayah, Raka memutuskan untuk menceritakannya lebih cepat. 

Ayu yang mendengarkan cerita Raka nampak menatap lelaki yang sedang penuh kebencian itu dengan tatapan sendu. Dia bisa merasakan perasaan Raka saat ini. Bahkan dia bisa merasakan perasaan ibunya Raka karena dia juga adalah wanita korban perselingkuhan sang mantan suami.

Ayu segera teringat beberapa tahun yang lalu saat dia memergoki sang suami tengah memadu kasih dengan wanita lain di sebuah kamar hotel. Dia ditinggalkan untuk seorang wanita yang lebih muda dan lebih cantik. Itu sangat menyakitkan. 

Rasa sakit itulah yang akhirnya membuat Ayu menceraikan sang suami dan memendam rasa dingin pada makhluk bernama laki-laki bertahun-tahun berikutnya. Walaupun saat ini Ayu sudah sangat puas karena akhirnya dia bisa membalaskan sakit hatinya pada mantan suaminya itu dengan cara menghilangkan jabatannya dan membuatnya jadi gelandangan tak berharga. 

Beberapa saat lamanya, keduanya hanya saling berpandangan dalam kebisuan. Seolah larut dalam pikiran masing-masing. Raka dengan rasa bencinya pada sang ayah, sementara Ayu dengan rasa empatinya terhadap perasaan pemuda yang selama beberapa waktu terakhir ini sering menganggu tidurnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Langit
kalo ayu jadi batu loncatan aja kan kasihan juga dia punya masa lalu kelam trus udah ngarep lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status