Masih ragu untuk menghubungi mamih membuat Ziva menangis. Pasalnya ia ingin sekali memberikan mahkota miliknya untuk Miko jika sudah menjadi suaminya nanti. Ziva merasa berdosa sekali bermain api di belakang Miko seperti ini.
Dengan tangan gemetar Ziva menghubungi mamih untuk menanyakan job.
Ziva : Halo, Mih, ini Ziva anak kampus X. Mau tanya ada job nggak, ya?
Tak membutuhkan waktu lama pesan Ziva dibalas dan kini tengah menunggu balasan mamih yang sedang mengetik.
Mamih : Selalu ada, mau yang tarif berapa?
Ziva : 100 juta satu hari, Mih.Mamih : Waduh, kalau ini servis berat dong.Ziva : Yang gimana, Mih? Nemenin aja kan?Mamih : Tidak sayang, yang pasti melayani di atas ranjang kalau uang segini.Ziva : Nggak ada yang cuma nemenin jalan-jalan aja gitu, Mih?Mamih : Tidak ada dong sayang, 100juta pun kalau masih virgin dan biasanya sekali kencan tidak segitu.Ziva : Memangnya berapa, Mih?Mamih : Nemenin saja 2juta. Kalau 100 juta berat. Bisa kalau kamu masih virgin.Ziva : Aku masih virgin, Mih.Mengetikkan kalimat terakhir itu membuat Ziva merasa lemas sendiri. Caranya salah. Tapi ia ingin keluar dari belenggu yang memenjarakan hidupnya yang terasa susah ini.
Mamih : Nanti dicalling kalau ada yang nyari, ya.
Ziva : Nggak bisa sekarang, Mih?Mamih : Sabar cantik. Mendingan kamu ke sini dulu buat cek dan dandan supaya pelanggan suka.Ziva : Oke, Mih.Mamih : Sent a picture.Mendapat alamat rumah mamih membuat Ziva segera bergegas ke sana. Ia bahkan jalan naik ojek online karena merasa saldo gopay yang dimiliki masih ada.
Tak membutuhkan waktu lama, Ziva sampai di tempat mamih. Dan banyak sekali teman kampusnya di sana. Mereka melihat Ziva kaget dan tentu saja Ziva malu.
“Ziva, ya?” tebak ibu-ibu bertubuh tambun.
“Iya, Mih.”
“Mesti dimake over nih. Kurang menarik dandanan you.”
Ziva diam, ia bingung dan hanya menurut saja saat ditarik masuk ke sebuah ruangan oleh mamih. Ziva memandang dirinya sendiri dan merasa jijik. Apalagi setelah ini dirinya akan sama saja seperti perempuan itu. Perempuan yang sering digibahin oleh Idhar. Ayam kampus.
“Kebetulan tadi ada pelanggan baru telepon. Dia nyari yang muda. Virgin. Dan baru gitu. Nah kebetulan ada kamu, jadi kamu bisa langsung layani dia. Oke?”
Ziva mengangguk lemah.
“Pokoknya tadi itu pelanggan berani bayar mahal. Dia minta kamu menemui dia di hotel royal melati nomor 24.”
Ziva duduk kala akan dimake-up oleh seseorang laki-laki setengah matang itu alias jadi-jadian.
“Nanti kamu pakai taksi saja ke sana. Dia mau kamu sendirian ke sananya.”
Ziva lagi-lagi hanya menunduk bersedih.
“Ingat, pakai pengaman. Nanti Mamih kasih buat jaga-jaga ngeri pelanggan itu lupa. Tapi biasanya dia bawa sendiri. Mamih tahu kamu masih kuliah dan nggak mau hamil kan? Nggak usah sedih karena sehabis ini kamu akan menerima bayaran mahal.
Beberapa menit kemudian.
Ziva selesai dimake-up dan diberi ongkos oleh mamih untuk menuju ke hotel royal melati. Ziva segera menaikki taksi dengan pakaian yang begitu minim bahkan belahan dadanya sangat terlihat hingga membuatnya risih. Terlebih ini masih siang. Namun, Ziva diberi jaket oleh mamih agar tidak ketara.
Setelah beberapa menit di perjalanan. Kini Ziva sampai di hotel dan segera menuju ke resepsionis untuk meminta kunci. Kepalanya yang pusing benar-benar ia tahan detik ini.
Ziva menuju lift dan memencet nomor lantai yang ditujunya. Saat sampai di atas, Ziva keluar lift dan berjalan menuju kamar nomor 24. Menggunakan rok pendek di atas lutut membuat kaki jenjangnya yang bersih putih itu sangat terlihat menggoda.
Sampai tepat di nomor kamar 24, detak jantung Ziva langsung memompa begitu sangat keras dan tangannya langsung menempelkan kartu itu untuk membuka pintu hotel.
Klik.
Tangan Ziva memegang knop pintu dan membuka perlahan. Ziva langsung disambut suasana kamar yang gelap gulita hingga membuat Ziva segera meletakkan kartu-nya agar lampu kamar hotel itu menyala.
Saat menyala, Ziva terkejut dengan sosok orang yang sudah duduk memunggungi pintu kamar hotel. Orang itu menggunakan jas berwarna hitam dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu yang begitu mengkilat.
‘Sepertinya orang itu sangat kaya raya sehingga rela membuang uang sebanyak itu hanya untuk jajan di luar seperti ini. Apa tidak kasihan dengan istrinya?’ batin Ziva.
Dengan langkah ragu Ziva mulai mendekat dan kembali berhenti karena ia takut jika sosok di depannya ini sudah tua dan kakek-kakek bagaimana? Rasanya Ziva nggak sanggup membayangkan itu semua.
Untuk mengurangi rasa gugup pun Ziva mencoba berdeham pelan. Ziva mencoba membuka suaranya untuk menyapa pelanggan pertama dan terakhir kalinya ini.
“Ha-ha-halo,” sapa Ziva terbat-bata.
Tidak ada sahutan apapun yang membuat Ziva semakin gugup. Ia bingung cara servis orang seperti ini. Apalagi ini pengalaman pertamanya.
“Ha-haiiii,” sapa Ziva kembali.
Lagi-lagi tak dibalas oleh pria yang masih duduk memunggungi tubuhnya. Ziva bingung harus berbuat apalagi setelah ini.
Dan akhirnya Ziva mencoba mengakrabkan diri dengan orang itu terlebih dulu meski Ziva tidak bisa melihat wajahnya.
“Hai, Kak. Aku Ziva. Aku ke sini dikirim mamih untuk menemani dan me-layani, Kakak.” Suara Ziva tampak merendah didua kata terakhir itu. Ziva bingung harus bilang apa.
Di saat masih merasa bingung harus berbuat apa setelah ini. Sosok pria itu mulai berdiri dan berbalik badan yang membuat Ziva sangat terkejut.
“Hai, Zivanya Alesha.”
Rasanya saat ini Ziva ingin mati saja. Bila perlu pergi dari bumi dan pindah ke pluto sekalian. Kenapa dari sekian banyak pria harus Regan yang menjadi pelanggannya? Kenapa mesti pria yang sedang ia hindari ini.
Ziva menunduk malu dan tak berani menatap Regan yang sedang menatap remeh kepadanya. Bahkan tatapan menghina yang Regan tunjukkan saat ini.
“Ternyata lebih memilih jadi ayam kampus?” celetuk Regan yang membuat Ziva merasa sakit hati. Tapi semua perkataan pria ini benar jika Ziva memang sedang menjadi ayam kampus. “Oke kalau begitu. Layani aku sebisamu,” katanya lagi.
Ziva memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangannya. Ia merasa kesal kepada dirinya sendiri. Ia ingin pergi saja dari sini daripada harus melayani pria menyebalkan ini.
Baru saja akan membuka mulutnya, suara Regan langsung membuat Ziva terbungkam dan merasa hatinya hancur berkeping-keping.
“Aku sudah membayar mahal. Bahkan 200 juta hanya untuk mendapatkan pelayanan eksklusif. Jadi jangan sampai pelanggan tidak puas jalang!”
Mata Ziva sudah berkaca-kaca, dan akhirnya tumpah. Ia mulai mendongak dan menatap Regan yang sudah terbaring di atas ranjang dengan kepala menyandar di penyangga. Ziva membuang muka sejenak karena merasa malu dengan pria itu.
“Come on jalang,” kata Regan kembali.
Hati Ziva terasa sangat teriris-iris dipanggil ‘jalang’ oleh pria menyebalkan itu. Merasa sudah dibayar membuat Ziva berjalan mendekat ke arah Regan yang sedang tersenyum miring.
Dengan tangan gemetaran Ziva memegang jas milik Regan yang membuat kepala keduanya berjarak begitu dekat. Embusan napas keduanya saling bertabrakan. Jantung Ziva rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Harus puas dan sangat puas,” bisik Regan tepat di telinga Ziva.
Regan tahu jika perempuan kecil itu akan menjual diri kepada salah satu mamih. Mendapat informasi itu membuat Regan segera mengcalling pihak mamih agar tak berbuat aneh-aneh kepada Ziva dan menyuruh Ziva untuk melayaninya sebagai pelanggan.Memiliki banyak uang membuat Regan bisa melakukan apapun saat ini. Ia pun sudah membayar mamih sebanyak-banyaknya agar Ziva tak diberikan kepada pria lain nantinya.Dan Regan pun mengatur tempat pertemuan di hotel paling mahal dan mewah. Regan ingin menjadikan momen pertamanya dengan Ziva di tempat terbaik meski dengan keadaan tidak baik.Tepat saat pintu hotel dibuka, Regan mencium aroma tubuh Ziva yang memang begitu khas itu. Regan merasa sakit kala mendengar Ziva menyapa dengan suara terbata, dan tak kuat membuat Regan berbalik badan untuk melihat wajah Ziva.Hal pertama melihat Ziva berdandan seperti itu membuatnya sangat takjub karena sangat begitu cantik. Bahkan kedua gundukan besar itu begitu menonjol sempurna.
Regan sebisa mungkin bersikap biasa saja saat ini. Dan tampak terlihat enggan dengan Ziva meski hasratnya benar-benar tersiksa luar biasa.“Tadi sudah aku katakan sama kamu. Utang Papamu dan kamu atas klinik ini, dan denda penalty atas pelayanan yang buruk.”Ziva memegang kepalanya yang membuat Regan khawatir tapi ia enggan menunjukkannya. Kepala Ziva rasanya ingin pecah banyak utang seperti ini. Padahal ia tak pakai uangnya sedikitpun tapi kenapa banyak utang, sih.“Nih kalau tidak percaya.” Regan melempar kertas pembayaran administrasi klinik yang sudah dipalsukan olehnya. Regan menyuruh pihak klinik untuk membuat catatat totalan saja di ms.word dan diprint.Membuka itu membuat Ziva malas membacanya. Apalagi angka 0 yang banyak itu semakin membuatnya pusing.“Ayo pulang dan segera pulihkan tubuhmu supaya bisa melayaniku dengan baik.”Ziva hanya memutarkan bola matanya jengah mendengar Regan yang selalu m
Mereka berdua pun turun tangga dengan tangan saling bergandengan hingga membuat Maya tersenyum lebar.“Bunda iri melihat keromantisan kalian berdua.”Regan tersenyum dan menarik kursi untuk Ziva. Regan sendiri duduk di samping Ziva dan mengambilkan makan untuk Ziva.“Ziva lagi sakit, Yah. Biasalah.” Regan sengaja membuka suara terlebih dulu karena melihat tatapan penasaran yang diperlihatkan oleh Narendra.Mendengar penjelasan anaknya membuat Narendra Abimana mengangguk paham. “Jangan keseringan dikerjain lah. Kasihan nanti gampang sakit. Ziva kan masih kuliah juga.”“Ziva yang mau.”“Ayah nggak yakin.”Ziva masih nggak tahu kedua orang itu sedang membahas apa. Apalagi namanya dibawa-bawa segala.“Makan yang banyak sayang,” kata Maya saat ingin mengambilkan lauk pauk untuk Ziva.“Ini udah cukup kok Bunda.”Dan kini keluarga Abimana
Ziva langsung menelepon Miko dan panggilannya langsung diangkat.“Honey … aku punya salah, ya, sama kamu? Aku minta maaf honey, aku benar-benar nggak punya uang sebanyak itu. Uang di ATM aku cuma 50juta aja.”“Mikoo ….”Terdengar suara tangisan Ziva karena bisa mendengar suara sang kekasih. Rasanya sangat senang juga merasa bersalah karena dirinya menjual diri kepada seseorang.“Honey, kamu kenapa? Kamu kenapa nangis, hmm?”“Aku kangen. Kangen banget.”“Kamu katanya cuti dua minggu, ya? Kenapa? Kamu sakit?”“Miko, aku pengin ketemu tapi nggak tahu cara keluar rumahnya bagaimana.”“Lho, sekarang kamu di mana, hmm?”“Lagi di rumah orang tua Regan. Setiap aku ingin keluar Bundanya mau ikut.”“Shit!” umpat Miko dari seberang telepon. “Kamu izin saja ke rumah orang tuamu. Nanti aku kesana dan
Mendapat informasi semuanya membuat Regan langsung meluncur ke kosan Rio. Ya, selama ini Rio bekerja dengannya sebagai mata-mata untuk mengawasi hubungan Miko dan Ziva. Pintar bukan seorang Regantara Abimana ini. Dia berhasil menyusupkan orang terdekat Miko untuk selalu mengorek dan mengirim info tanpa dicurigai oleh kedua targetnya itu.Jangan remehkan Klan Abimana yang memiliki otak cerdas ini, dan sangat dominan dalam hidup seseorang. Bahkan Klan Abimana tidak sudi jika miliknya disentuh orang lain, dan semua itu tentu akan membuat murka luar biasa.Setelah sampai di depan gerbang kos-kosan Rio. Regan tak turun dan memilih di dalam mobil saja saat ini. Ia bahkan ingin sekali segera menyeret Ziva keluar saat ini. Tapi demi kebaikan Rio juga informasi ke depannya. Regan tidak ingin gegabah dalam bertindak yang akan merugikan dirinya ini.Melihat kelakuan Ziva yang sulit menurut kepadanya membuat otak licik Regan bekerja dengan sangat cepat. Ia segera menelepon
Ziva yang masih lemas hanya menggeleng saja. Ia masih merasa syok dan takut. Tubuhnya juga terasa dingin.Merasa tubuh Ziva menggigil membuat Regan segera membopong istrinya untuk masuk ke rumah. Saat dibopong pun Ziva langsung mengalungkan tangannya otomatis. Matanya menatap wajah tegas Regan yang kalau dipikir-pikir tampan, tapi menyebalkan.“Lho kalian habis ngapain kenapa basah semua? Bukannya Ziva nggak bisa renang?” Maya heboh melihat Ziva basah kuyup digendongan Regan.Regan tak menjawab justru terus berjalan menuju ke lantai atas. Dia masuk kamar dan menuju ke kamar mandi. Regan meletakkan Ziva ke bathtub dengan gerakan pelan. Ia menyalakan air hangat dan mencoba membuka pakaian Ziva namun dicegah oleh Ziva cepat.“Jangan.”“Bisa buka sendiri?”Ziva mengangguk. Matanya masih menatap Regan yang masih saja berjongkok di samping bathtub.“Kamu enggak keluar?”Regan berdecak s
Jangan tanya perasaan Regan saat ini bagaimana. Yang pasti sangat tersiksa luar biasa melihat perempuan itu perlahan melucuti pakaiannya sendiri seperti itu.Mati-matian Regan berusaha bersikap tenang juga masa bodoh. Sebisa mungkin ia menunjukkan tidak membutuhkan cicilan ini agar Ziva semakin berusaha keras.Dan di saat Ziva menaiki ranjang serta duduk di pangkuannya membuat tubuh Regan merasakan gelenyar aneh dan sesuatu dirinya mulai panas terbakar.Matanya menatap ke manik mata Ziva yang tampak sayu itu. Gairahnya meningkat tanpa diminta, dan embusan napas Ziva bisa Regan rasakan di hidungnya.Tampak perempuan itu kebingungan, dan ekor mata Regan melihat dua gundukan besar yang menyembul di balik bra yang Ziva kenakan itu. Regan berusaha keras menahan birahinya yang benar-benar tak tahan ini.Terlebih Ziva masih duduk diam dan bingung. Regan yang gengsi hanya bisa menahan hasrat birahi dengan wajahnya yang datar.“Regan, aku mau c
Senyum Ziva langsung terbit mendengar suara lembut kekasihnya. Rasanya penyiksaan ini ingin cepat berakhir. Tapi ia masih memiliki cicilan sebanyak 31 kali.“Mikooo.”“Besok bisa ketemu?”“Emm ….” Ziva bingung karena besok ia akan menjenguk sang papa ke penjara. Apalagi jika ia pergi takut membuat Regan murka kepadanya yang berimbas ke mama papanya. “Nanti aku kabarin lagi besok.”“Aku tahu pasti hatimu sangat tersiksa kan? Aku akan berusaha kumpulin uang biar bisa sewa pengacara untuk kamu gugat cerai pria tua itu.”“Makasih Miko.”“Hmm, kamu tidur gih. Jaga diri kamu jangan sampai mau disentuh sama pria tua itu. Dia hanya penghancur hubungan kita saja.”Ziva diam. Pasalnya ia baru saja akan memberikan kesuciannya kepada Regan jika bunda tidak membuka pintu barusan.“Iya,” jawab Ziva pelan.“Bye honey.”