Share

7 - Terpaksa Jual Diri

Masih ragu untuk menghubungi mamih membuat Ziva menangis. Pasalnya ia ingin sekali memberikan mahkota miliknya untuk Miko jika sudah menjadi suaminya nanti. Ziva merasa berdosa sekali bermain api di belakang Miko seperti ini.

Dengan tangan gemetar Ziva menghubungi mamih untuk menanyakan job.

Ziva : Halo, Mih, ini Ziva anak kampus X. Mau tanya ada job nggak, ya?

Tak membutuhkan waktu lama pesan Ziva dibalas dan kini tengah menunggu balasan mamih yang sedang mengetik.

Mamih : Selalu ada, mau yang tarif berapa?

Ziva : 100 juta satu hari, Mih.

Mamih : Waduh, kalau ini servis berat dong.

Ziva : Yang gimana, Mih? Nemenin aja kan?

Mamih : Tidak sayang, yang pasti melayani di atas ranjang kalau uang segini.

Ziva : Nggak ada yang cuma nemenin jalan-jalan aja gitu, Mih?

Mamih : Tidak ada dong sayang, 100juta pun kalau masih virgin dan biasanya sekali kencan tidak segitu.

Ziva : Memangnya berapa, Mih?

Mamih : Nemenin saja 2juta. Kalau 100 juta berat. Bisa kalau kamu masih virgin.

Ziva : Aku masih virgin, Mih.

Mengetikkan kalimat terakhir itu membuat Ziva merasa lemas sendiri. Caranya salah. Tapi ia ingin keluar dari belenggu yang memenjarakan hidupnya yang terasa susah ini.

Mamih : Nanti dicalling kalau ada yang nyari, ya.

Ziva : Nggak bisa sekarang, Mih?

Mamih : Sabar cantik. Mendingan kamu ke sini dulu buat cek dan dandan supaya pelanggan suka.

Ziva : Oke, Mih.

Mamih : Sent a picture.

Mendapat alamat rumah mamih membuat Ziva segera bergegas ke sana. Ia bahkan jalan naik ojek online karena merasa saldo gopay yang dimiliki masih ada.

Tak membutuhkan waktu lama, Ziva sampai di tempat mamih. Dan banyak sekali teman kampusnya di sana. Mereka melihat Ziva kaget dan tentu saja Ziva malu.

“Ziva, ya?” tebak ibu-ibu bertubuh tambun.

“Iya, Mih.”

“Mesti dimake over nih. Kurang menarik dandanan you.”

Ziva diam, ia bingung dan hanya menurut saja saat ditarik masuk ke sebuah ruangan oleh mamih. Ziva memandang dirinya sendiri dan merasa jijik. Apalagi setelah ini dirinya akan sama saja seperti perempuan itu. Perempuan yang sering digibahin oleh Idhar. Ayam kampus.

“Kebetulan tadi ada pelanggan baru telepon. Dia nyari yang muda. Virgin. Dan baru gitu. Nah kebetulan ada kamu, jadi kamu bisa langsung layani dia. Oke?”

Ziva mengangguk lemah.

“Pokoknya tadi itu pelanggan berani bayar mahal. Dia minta kamu menemui dia di hotel royal melati nomor 24.”

Ziva duduk kala akan dimake-up oleh seseorang laki-laki setengah matang itu alias jadi-jadian.

“Nanti kamu pakai taksi saja ke sana. Dia mau kamu sendirian ke sananya.”

Ziva lagi-lagi hanya menunduk bersedih.

“Ingat, pakai pengaman. Nanti Mamih kasih buat jaga-jaga ngeri pelanggan itu lupa. Tapi biasanya dia bawa sendiri. Mamih tahu kamu masih kuliah dan nggak mau hamil kan? Nggak usah sedih karena sehabis ini kamu akan menerima bayaran mahal.

Beberapa menit kemudian.

Ziva selesai dimake-up dan diberi ongkos oleh mamih untuk menuju ke hotel royal melati. Ziva segera menaikki taksi dengan pakaian yang begitu minim bahkan belahan dadanya sangat terlihat hingga membuatnya risih. Terlebih ini masih siang. Namun, Ziva diberi jaket oleh mamih agar tidak ketara.

Setelah beberapa menit di perjalanan. Kini Ziva sampai di hotel dan segera menuju ke resepsionis untuk meminta kunci. Kepalanya yang pusing benar-benar ia tahan detik ini.

Ziva menuju lift dan memencet nomor lantai yang ditujunya. Saat sampai di atas, Ziva keluar lift dan berjalan menuju kamar nomor 24. Menggunakan rok pendek di atas lutut membuat kaki jenjangnya yang bersih putih itu sangat terlihat menggoda.

Sampai tepat di nomor kamar 24, detak jantung Ziva langsung memompa begitu sangat keras dan tangannya langsung menempelkan kartu itu untuk membuka pintu hotel.

Klik.

Tangan Ziva memegang knop pintu dan membuka perlahan. Ziva langsung disambut suasana kamar yang gelap gulita hingga membuat Ziva segera meletakkan kartu-nya agar lampu kamar hotel itu menyala.

Saat menyala, Ziva terkejut dengan sosok orang yang sudah duduk memunggungi pintu kamar hotel. Orang itu menggunakan jas berwarna hitam dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu yang begitu mengkilat.

‘Sepertinya orang itu sangat kaya raya sehingga rela membuang uang sebanyak itu hanya untuk jajan di luar seperti ini. Apa tidak kasihan dengan istrinya?’ batin Ziva.

Dengan langkah ragu Ziva mulai mendekat dan kembali berhenti karena ia takut jika sosok di depannya ini sudah tua dan kakek-kakek bagaimana? Rasanya Ziva nggak sanggup membayangkan itu semua.

Untuk mengurangi rasa gugup pun Ziva mencoba berdeham pelan. Ziva mencoba membuka suaranya untuk menyapa pelanggan pertama dan terakhir kalinya ini.

“Ha-ha-halo,” sapa Ziva terbat-bata.

Tidak ada sahutan apapun yang membuat Ziva semakin gugup. Ia bingung cara servis orang seperti ini. Apalagi ini pengalaman pertamanya.

“Ha-haiiii,” sapa Ziva kembali.

Lagi-lagi tak dibalas oleh pria yang masih duduk memunggungi tubuhnya. Ziva bingung harus berbuat apalagi setelah ini.

Dan akhirnya Ziva mencoba mengakrabkan diri dengan orang itu terlebih dulu meski Ziva tidak bisa melihat wajahnya.

“Hai, Kak. Aku Ziva. Aku ke sini dikirim mamih untuk menemani dan me-layani, Kakak.” Suara Ziva tampak merendah didua kata terakhir itu. Ziva bingung harus bilang apa.

Di saat masih merasa bingung harus berbuat apa setelah ini. Sosok pria itu mulai berdiri dan berbalik badan yang membuat Ziva sangat terkejut.

“Hai, Zivanya Alesha.”

Rasanya saat ini Ziva ingin mati saja. Bila perlu pergi dari bumi dan pindah ke pluto sekalian. Kenapa dari sekian banyak pria harus Regan yang menjadi pelanggannya? Kenapa mesti pria yang sedang ia hindari ini.

Ziva menunduk malu dan tak berani menatap Regan yang sedang menatap remeh kepadanya. Bahkan tatapan menghina yang Regan tunjukkan saat ini.

“Ternyata lebih memilih jadi ayam kampus?” celetuk Regan yang membuat Ziva merasa sakit hati. Tapi semua perkataan pria ini benar jika Ziva memang sedang menjadi ayam kampus. “Oke kalau begitu. Layani aku sebisamu,” katanya lagi.

Ziva memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangannya. Ia merasa kesal kepada dirinya sendiri. Ia ingin pergi saja dari sini daripada harus melayani pria menyebalkan ini.

Baru saja akan membuka mulutnya, suara Regan langsung membuat Ziva terbungkam dan merasa hatinya hancur berkeping-keping.

“Aku sudah membayar mahal. Bahkan 200 juta hanya untuk mendapatkan pelayanan eksklusif. Jadi jangan sampai pelanggan tidak puas jalang!”

Mata Ziva sudah berkaca-kaca, dan akhirnya tumpah. Ia mulai mendongak dan menatap Regan yang sudah terbaring di atas ranjang dengan kepala menyandar di penyangga. Ziva membuang muka sejenak karena merasa malu dengan pria itu.

“Come on jalang,” kata Regan kembali.

Hati Ziva terasa sangat teriris-iris dipanggil ‘jalang’ oleh pria menyebalkan itu. Merasa sudah dibayar membuat Ziva berjalan mendekat ke arah Regan yang sedang tersenyum miring.

Dengan tangan gemetaran Ziva memegang jas milik Regan yang membuat kepala keduanya berjarak begitu dekat. Embusan napas keduanya saling bertabrakan. Jantung Ziva rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Harus puas dan sangat puas,” bisik Regan tepat di telinga Ziva.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
dpanggil jalang g mau... sedih... ckckckck....
goodnovel comment avatar
Fheransia Cha
lah ini sih goblokny kebangetan , lebih milih ego tp gak punya harga diri
goodnovel comment avatar
Nunyelis
ziva nih mahasiswa kok bodoh ya....pnya suami tajir kok malah jd pelacur....malah malu buat minta tlng regan....akhirx diremehkn tuh sm suami x.......‍♀️
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status