Setelah libur musim dingin selama kurang lebih satu bulan, semester musim semi pun dimulai.
Pada dasarnya, cuaca di New York masih dalam keadaan musim dingin. Salju masih ada dimana-mana dan temperatur masih minus di bawah nol derajat celcius.
Namun, rerumputan yang tadinya gundul dan kering, sebagian sudah berubah menghijau, bunga-bunga dengan aneka warna bermekaran, dan pepohonan sudah mulai berdaun kembali.
Sungguh pemandangan yang menghangatkan hati, tetapi perasaan senang dan gembira itu berubah menjadi kekesalan untuk seorang Vander.
Ya, laki-laki bertubuh besar dengan balutan jaket tebal disertai bingkaian kaca mata petak di wajahnya, juga rambut klimis yang disisir rapi ke belakang itu sedang mendapati kesialannya pagi ini.
Bagaimana tidak? Di hari pertamanya menginjak semester baru, ia malah kesiangan dan akhirnya harus ketinggalan metro ke Manhattan.
Menunggu jadwal metro berikutnya akan memakan waktu, dan sudah dipastikan ia ketinggalan kelas paginya hari ini.
"Oh, shit!"
Vander membungkuk dengan kedua tangan di lutut— mengatur napasnya yang terengah-engah karena habis berlari sepanjang jalan. Mukanya memerah karena darah dalam tubuhnya memanas akibat lari maraton yang dilakukan tadi dan juga karena suhu udara yang sangat dingin.
Ia mengembuskan napasnya berat, membuat uap dari mulutnya mengepul ke udara. Saat melihat jam ditangannya, hari sudah mulai siang. Vander hanya bisa memejamkan matanya menahan segala kesal.
Salahkan ibunya yang tak mengizinkannya untuk tinggal di asrama atau di tempatnya bekerja saja. Kenyataannya ia harus bolak-balik Brooklyn - Manhattan hanya untuk ke kampus. Hal itu sungguh menghabiskan waktu dan tenaga. Sungguh tiga tahun yang melelahkan.
Memang jarak antara kedua kota sangat dekat. Hanya menyeberangi sungai East melalui jembatan penghubung. Namun, akan menjadi masalah bila Vander mendapat kelas pagi. Ia sangat susah sekali terjaga karena di waktu fajar dirinya baru saja terlelap. Alhasil itu akan mengakibatkan pada kesialan demi kesialan yang beruntun. Terlebih Vander juga bekerja sebagai montir di bengkel ayahnya yang tak jauh dari universitasnya.
Ya, Vander adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta terkemuka, yaitu New York University atau biasa disebut NYU. Letak kampusnya di wilayah bagian Manhattan, dekat dengan Washington Square Park.
Ia memilih jurusan bisnis dan tahun ini adalah tahun terakhirnya di sana. Vander ingin semuaya berjalan lancar dan lulus tepat waktu, karena sudah tak betah lagi menjadi mahasiswa lantaran usianya yang akan menginjak angka dua puluh lima tahun ini.
Katakanlah Vander merasa malu karena masih menjadi mahasiswa, padahal usia segitu adalah masa-masa produktif seorang pria bekerja.
Selama tiga tahun Vander bersabar untuk tidak mengeluh soal kendaraan. Jujur saja kalau selama ini dirinya sangat kewalahan untuk berkejar-kejaran dengan bus atau metro.
Ia juga tidak suka dengan transportasi umum, karena terlalu banyak orang disekitar yang selalu melihatnya. Seolah dirinya adalah makhluk asing dari planet lain.
Lantas di sinilah Vander sekarang berada. Di tempat yang paling tidak ia sukai.
Stasiun.
Setelah mengembalikan staminanya, Vander bergegas keluar dari stasiun kereta menuju area publik. Matanya nyalang mencari taksi diantara kerumunan. Walaupun nanti harga yang harus ditebusnya dua kali lipat dari metro, itu tak masalah karena setengah jam lagi kelasnya akan di mulai.
Tak mudah mencari taksi kosong di jam sibuk. Matanya harus cukup jeli dan gerakkannya harus sigap sebelum orang lain merebut transportasinya.
Tak lama akhirnya mata Vander menemukan apa yang dicarinya. Tak jauh, hanya berjarak sepuluh meter darinya. Sebuah taksi berwarna kuning di ujung jalan, baru saja menurunkan penumpang seorang wanita tua yang keluar dengan menggunakan tongkat.
Terang saja insting berburu Vander keluar. Jiwa pemangsanya meronta untuk segera menerkam mangsa. Tanpa berpikir panjang lagi, segera ia berlari dengan langkah besar untuk mencapai taksi buruannya. Tanpa memedulikan orang lain yang terkena tubrukannya yang keras.
Sebelum sang wanita tua menutup pintu, tangan Vander lebih dulu menangkap daun pintu itu tersebut. Sehingga membuat si tua baya terkejut, apalagi dengan kehadiran tubuh besar Vander yang menjulang.
"Oh, Tuhan! Kau membuatku terkejut, Anak muda!" pekik sang wanita tua dengan suara gemetarnya, sambil memindai retinanya ke tubuh hulk Vander.
"Maaf, Nyonya. Saya sangat terburu-buru." Seraya menuntun sang wanita tua ke atas trotoar dengan gerakan cepat.
"Oh, kau anak yang manis. Terima kasih, Anak muda. Tidak disangka masih ada orang yang berbaik hati dengan manusia renta sepertiku."
Sang wanita tua itu tersenyum sambil mengusap lengan Vander yang sejajar dengan wajahnya. Vander hanya balas dengan dehaman sebagai jawaban dan kemudian berbalik untuk masuk.
Namun, lagi-lagi gangguan itu datang. Bukan dari sang wanita tua tadi pastinya, melainkan seorang wanita muda yang seenak jidatnya langsung menunduk dan ingin masuk ke dalam taksi bidikannya. Lantas dengan kasar Vander menarik lengan wanita muda itu. Mengakibatkan tubuh mereka bertubrukan keras.
"Hey! Apa yang kau lakukan?" protes suara feminim itu dengan wajah mendongak ke atas melihat muka Vander. Sedangkan yang ditatap bersikap abai tanpa melihat sama sekali. Hanya melihat sekilas sampai batas kepala sang wanita yang di atasnya terdapat tanduk yang bercahaya merah layaknya setan.
Apakah ini hari perayaan hallowen?
Vander melepas cekalannya, kemudian mendorong jidat wanita itu dengan telunjuknya. "Jangan seenaknya merebut hak milik orang lain!" Kemudian berlalu dan memasuki taksi. Sekali lagi, tanpa melihat wajah wanita bersuara seksi itu.
"Ke seberang (Manhatan), Sir!" perintah Vander ke sang supir. Setelahnya ia melepas ransel miliknya dan duduk dengan nyaman. Akhirnya ia bisa tenang.
Sang supir pun mengangguk mengerti, lalu mulai memasukkan gigi mobilnya dan siap menginjak pedal gas. Tak menyangka, tiba-tiba pintu yang dimasuki Vander kembali terbuka, dan menampilkan sosok wanita muda itu tadi. Membuat sang supir tak jadi melajukan taksinya.
Vander juga terkejut. Matanya membulat sempurna dikala melihat wajah pesaingnya yang sepertinya tak asing, tetapi rupanya sangat cantik ketika diperhatikan lebih. Vander tak memyadari itu sebelumnya.
Ia tak menyangka wanita bertanduk itu memilik wajah malaikat; sangat cantik dengan rahang indah membingkai wajahnya, bibir tipis yang menggoda, juga lekukan alis yang dramatis. Jangan lupakan bulu mata lentiknya disertai kedua onyx yang kelam. Sama seperti miliknya dan serasi.
"K- kau ...." Vander tak bisa melanjutkan lagi kata-katanya.
"Geser!" perintah si setan cantik itu cepat.
"A- apa?!"
"Kubilang .... Ge-Ser!" ucap wanita itu lagi dengan penuh penekanan.
Vander hanya diam sambil mengerjapakan matanya berkali-kali lantaran bingung, sedangkan sang wanita sudah tak sabar dan akhirnya memaksa masuk dengan mendorong serta menggeser tubuh Vander hingga pria itu terjungkal ke sudut jok.
Setelah masuk, wanita itu berbisik kepada sang supir yang sayangnya juga terdengar oleh Vander. Claytone Building sepertinya adalah tempat tujuanya. Sambil terkikik dan kemudian menghempaskan tubuhnya ke jok di samping Vander, si wanita hallowen berubah menjadi seperti orang tak lagi waras. Sedangkan sang supir terkejut bukan main atas aksi penumpang perempuannya itu, dan cukup membuat darahnya berdesir lantaran suara seksi di telinganya barusan.
Pandangan sayu wanita itu beralih ke arah Vander. Dengan mengejutkan ia menarik lengan menganggur Vander dan segera menyenderkan kepalanya untuk ia tiduri dengan nyaman.
Vander hanya bisa terdiam melihat kelakuan ajaib tersebut. Ia bahkan tak sempat protes bagaimana wanita itu menyentuhnya, padahal sebelumnya ia sangat anti sekali berhubungan dengan wanita. Hebatnya kini ada sosok asing yang tiba-tiba memperlakukan seenaknya seperti itu. Namun, apakah ia hanya tinggal diam saja?
Begitu sadar dengan kebodohannya. Vander lantas mendorong kepala wanita itu menjauh hingga tak sengaja membentur dengan kaca jendela samping.
"Hey, Kid, jangan memperlakukan wanita dengan kasar! Apalagi ia sedang mabuk."
Alis Vander naik sebelah. Hidungnya sedikit mengendus merasakan udara sekitarnya. Benar. Ada bau alkohol yang menyengat. Pasti wanita itu menghabiskan banyak botol dalam satu malam.
Bau minuman keras itu sangat kuat. Ia yakin kalau wanita di sampingnya itu mabuk berat. Buktinya wanita itu tidak mengeluh sakit sama sekali saat kepalanya terbentur tadi. Malahan ia melanjutkan tidurnya kembali. Dasar sinting!
Vander hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir, lalu mengatur posisinya kembali di samping wanita mabuk itu sambil mendekap ranselnya erat. Sedangkan taksi sudah bergerak laju.
Sial! Ia harus satu taksi dengan orang mabuk. Tak mungkin ia mencari taksi lain. Itu akan sangat merepotkan. Lagipula taksi ini ia yang mendapatkannya lebih dulu. Vander memaksa si supir untuk mengantarnya pertama setelahnya terserah. Ia tak mau tahu akan wanita mabuk itu. Pasti menyusahkan!
Setelah sepuluh menit dalam perjalanan, kini taksi yang dinaiki Vander tengah melintasi jembatan penghubung. Ia melihat pemandangan indah sungai melalui jendela, akan tetapi fokusnya terbagi.
Ia bukannya lagi melihat ke perairan melainkan bayangan wanita mabuk tadi yang sedang tertidur pulas dengan posisi meringkuk bersandar pada pintu taksi.
Ada debaran yang hebat dalam dadanya, dan juga .... Amarah.
Vander baru sadar, wanita itu juga tidak mengenakan jaket atau coat sama sekali. Hanya memakai gaun pendek yang ketat juga high heels dikakinya, serta tas kecil yang tersampir. Membuat dirinya kembali menggeleng-gelengkan kepala lalu mengalihkan perhatiannya lagi. Ia mengantisipasi dirinya agar tidak peduli.
Namun, saat pandangannya beralih ke arah depan, ia melihat sang supir terus memerhatikan penumpang wanitanya melalui spion. Membuat Vander jengah atas perbuatan mesum si supir.
Lantas Vander akhirnya menyerah dengan sikap defensifnya. Ia menutupi pandangan si supir dengan ransel yang ia letakkan kasar di paha wanita itu. Vander tahu kalau fokus si supir adalah pada bagian tersebut.
Sang supir yang ketahuan hanya bisa menelan ludahnya pahit. Takut dengan pandangan Vander yang mematikan melalui kaca spion tengah yang dilihatnya.
"Tolong antarkan kami ke motel!"
Si supir terkejut atas permintaan Vander.
"What?!"
Vander mencondongkan badannya lalu menepuk bahu sang supir dan mengulang kembali perintahnya, "Segera antarkan kami ke motel. Se-ka-rang!" Sambil melototkan matanya yang terlihat mengancam. Membuat sang supir takut kemudian patuh.
Setelahnya entah apa yang dipikirkannya, ia meraih tubuh wanita di sampingnya itu, lalu mendekap tubuh sedingin es tersebut dalam pelukannya
"Apa yang terjadi denganku?"
To Be Continued
"Open the gate!" Vander berteriak di depan sebuah gerbang bangunan lama yang merupakan pabrik sepatu yang tidak terpakai lagi. Di depannya terdapat simbol besar Alchemy yang melambangkan emas— lingkaran dengan titik hitam sebagai pusatnya disertai mahkotanya. Bangunan itu sebenarnya merupakan properti milik keluarga Paul Turner yang merupakan pemimpin kelompoknya. Dan sekarang beralih fungsi menjadi markas besar kelompok mereka— The Midas. The Midas yang artinya sendiri adalah The God of Golden touch— merupakan kelompok yang paling ditakuti di daratan detroit, Michigan. Karena pengaruhnya, tak ada satupun yang berani menentang mereka, bahkan mereka kebal akan hukum di sana. Termasuk Vanderex Zeckar. Ia adalah salah satu anggota geng itu, dan merupakan yang termuda diantaranya.
Vander tak bisa untuk tidak menekuk wajahnya dengan tampang masam. Merupakan hal yang tidak biasa dengan kesehariannya yang selalu tampak datar. Bahkan ia jarang sekali marah dan terkesan tak ingin tahu menahu dengan masalah. Selalu menanggapi setiap persoalan dengan mudah karena pengendalian dirinya yang luar biasa. Namun, kini apa yang terjadi sungguh merusak tatanan hidupnya. Wanita yang ia temui belum sampai dua belas jam itu sungguh menguras emosi dan tenaga. Bagaimana tidak? pertikaian mereka tadi disaksikan khalayak umum dan sekarang harus berhadapan dengan salah seorang polisi lalu lintas setempat yang dengan sok bijak memberi siraman rohani pada mereka selama lebih kurang setengah jam hanya karena membuat keributan di tengah jalan. Damn it! "Tuan Zeckar, apa kau sedang
Tidak seperti biasanya— pagi ini Vander bangun tepat waktu. Ia sendiri cukup terkejut mendapati dirinya yang tidak kesiangan. Bahkan ia terbangun sebelum bunyi alarm. Suatu pencapaian yang membuatnya ingin tertawa. Padahal biasanya ia terlambat bangun karena baru bisa terlelap saat fajar. Kini ia bisa tersenyum cerah, karena akhirnya bisa melakukan ritual sarapan pagi bersama ayah dan ibunya dengan benar. Ayah dan Ibu Vander saja merasa seperti mendapatkan kejutan saat melihat sang anak duduk manis sambil memakan sarapannya dengan tekun. Padahal selama ini Vander terkenal susah ditemui pada pagi hari. Entah itu karena masih tidur atau terburu-buru bak orang dikejar setan. Ini seperti apa yang diharapkan Vander untuk mengawali harinya; bangun pagi, sarapan bersama, mengikuti kelas paginya tepat waktu dan bekerja hingga sore hari lalu pulang untuk
"Dad?" Suara bruk terdengar ketika tubuh gadis itu terjatuh dan mendarat diundakan tangga dengan posisi terduduk, Vander tak sadar melepas pegangannya. "Aww..." "VANDER!" Mulut Vander menganga mendapati gadis yang berada dalam bopongannya tadi terjatuh. Dan saat ia beralih ke suara ayahnya, pria paruh baya itu sedang membelalakkan mata padanya. "Kenapa diam? Segera angkat gadis itu! Kau mencelakainya." Vander tersadar. Segera Vander mengikuti instruksi ayahnya untuk menolong Chloe. Dengan gerakan kakunya yang terkesan terburu-buru, ia mengangkat gadis itu. "Aww.. you hurt me." Chloe meringis lagi.
"Louis Miller?" Vander memandang ke arah pria bersurai perak dengan bathrobenya dan Chloe bergantian. Ia tak tahu kalau masa lalunya kini bisa berubah menjadi mimpi buruk. Dan seperti dejavu. Lagi. Ia menemukan pria yang ia kira sahabatnya itu menjadi benalu di hidupnya. Pria bernama Louis itu terkejut, "Vander? Is that you? Kau bersama... Chloe?" Memerhatikan penampilan baru Vander yang dengan kacamata. Tak lagi berlari seperti masa lalu. Vander maju selangkah dan memberi pukulan telak pada rahang Louis. "Terima kasih untuk kembali karena aku belum memberi salam perpisahanku dengan benar dulu. Goodbye, Jerk!" Setelah merubuhkan Louis yang tak bisa berkutik, Vander beralih ke ar
Suara langkah kaki dari lantai atas terdengar sedikit gaduh, disusul dengam suara kursi bergeser, membuat Zallyn mengalihkan pandangannya ketika ia baru saja mengangkat waffle dari cetakannya.Wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kehadiran putranya di pagi hari.Lantas ia bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Vander, kau bangun pagi lagi? Apa ada kelas pagi hari ini?"Vander duduk di meja makan saat ibunya membalikkan badan dari arah pantry menghadapnya. Sepertinya paruh baya itu belum terbiasa dengan kebiasaan baru anaknya- bangun pagi."Ada janji dengan dad, Mom. Lagipula tidak ada kelas hari ini."Sang ibu berjalan ke arah meja makan seraya mem
Setelah menurunkan Chloe di salah satu gedung tua berbatu bata merah yang hanya beberapa blok dari rumahnya. Vander dan ayahnya kembali dalam keheningan tak berujung.Bahkan sampai mereka di garasi rumah, Vander tetap menunjukkan aksi tutup mulutnya. Dan menghindar cepat dari sang ayah yang kini memasang tanda tanya besar di wajahnya saat anaknya berlalu masuk ke dalam rumah."Vander, Daddy ingin bicara padamu. Kita bicara di halaman belakang," ucap Ayahnya saat Vander sudah separuh jalan di tangga menuju kamarnya.Vander memejamkan matanya kesal. Tak bisakah ia diberikan waktu barang sebentar untuk menenangkan dirinya? Ia takut dirinya hilang kendali di depan ayahnya saat gejolak emosinya sedang tak menentu.Namun itu yang mereka butuhkan kini. Vander tak bisa harus terus menerus
"No way!" pekik Andres tiba-tiba sambil berdiri, "Bukannya ini wanita yang berada di laptop Vander?" tanyanya dengan logat latinnya yang kental.Vander yang tadinya mengalihkan wajah ke samping lainnya, seketika berbalik menghadap sang tamu yang sedang berdiri sambil tersenyum kepada semua orang.Tidak! Sang mantan tidak seharusnya berada disini. Ini bukan tempat pembuangan! Sosok itu harus segera disingkirkan, kalau tidak akan mengundang penyakit.Lantas Vander berdiri dan seketika suara kursi berderit terdengar di lantai kayu. Membuat samua mata tertuju pada pria berbaju kuning itu yang hendak melangkah ke arah sang tamu asing."Ikut aku!" desis Vander mengamit tangan wanita yang dibencinya tersebut. Membawanya menjauh dari yang lainnya menuju pintu keluar.