Share

I. Spring | Three

Vander tak bisa untuk tidak menekuk wajahnya dengan tampang masam. Merupakan hal yang tidak biasa dengan kesehariannya yang selalu tampak datar. Bahkan ia jarang sekali marah dan terkesan tak ingin tahu menahu dengan masalah. Selalu menanggapi setiap persoalan dengan mudah karena  pengendalian dirinya yang luar biasa.

Namun, kini apa yang terjadi sungguh merusak tatanan hidupnya. Wanita yang ia temui belum sampai dua belas jam itu sungguh menguras emosi dan tenaga.

Bagaimana tidak? pertikaian mereka tadi disaksikan khalayak umum dan sekarang harus berhadapan dengan  salah seorang polisi lalu lintas setempat  yang dengan sok bijak memberi siraman rohani pada mereka selama lebih kurang setengah jam hanya karena membuat keributan di tengah jalan.

Damn it!

"Tuan Zeckar, apa kau sedang mendengarku?"

Seorang petugas polisi muda dengan wajahnya yang sok arogan menantang ke arah Vander. Pria berseragam itu pasti akan memojokkannya daripada menuding si setan kecil yang sedang memasang wajah nelangsanya disana. Sungguh akting yang bagus!

Vander memutar matanya memilih melengos pergi dari bahu jalan ke arah truknya di tepian. Bosan dengan semua omong kosong polisi yang sudah ia ketahui sifatnya itu.

"Kembalilah ke jalan yang lurus. Bukankah itu motto hidupmu dari dulu, Clooney? I try!" Kemudian berbalik menghadap petugas kepolisian yang ber-nametag Billy Clooney itu. Rupanya mereka saling kenal.

Billy mengacungkan ibu jarinya lalu menghampiri Vander dan menepuk bahu pria itu kemudian berbisik, "Target yang bagus, Van. Chloe bilang kau adalah kekasihnya. Benarkah? Apa Mrs. Zeckar tahu kalau kah sudah punya—" Billy bersiul menatap Chloe yang sedang mengipasi dirinya dengan tangan, "sangat panas!" lanjut Billy sambil menggelengkan kepalanya takjub. Beruntung ia telah mengobrol banyak dengan si cantik itu saat sesi introgasi tadi. Membuatnya tanpa sengaja mengetahui identitas wanita itu.

Vander melihat ke arah pandang Billy. Ia baru sadar wanita itu ternyata hanya memakai baju dengan bahu terbuka dan jeans pendek. Kemana gaun hitam sialan itu? Kenapa yang sekarang juga terlihat sangat... membuat sesak.

Vander lalu mengalihkan pandangannya sambil berkata, "Dia bukan kekasihku. Urus saja dia untukmu. Aku pergi!"

Saat Vander memegang handle pintu mobil, wanita bernama Chloe itu kembali mengejarnya.

"Wait! Bagaimana dengan mobilku?"

"Maaf, Nona. Itu bukan urusanku."

Chloe menatap dengan wajah nelangsa. "Please, help me. Sekali ini saja. Aku baru di sini."

Vander menaikkan satu alisnya. "Panggil saja tukang derek." Kemudian masuk ke dalam truknya meninggalkan Chloe yang kembali mendesah frustrasi. Sedangkan Billy hanya angkat tangan. Tak berani melawan Vander yang sedang dalam mode kesal.

Vander tahu kalau Billy takkan mempersulitnya. Semuanya hanya formalitas. Lagipula dia tak bersalah dalam insiden tadi. Harusnya ia yang meminta ganti rugi, bukan?

Namun sayangnya supercar yang menabraknya itu terlihat lebih buruk daripada truk miliknya yang hanya tergores sedikit. Membuatnya mengurungkan niat meminta ganti rugi lebih.

🌸🌸🌸

Dan disinilah Vander dan Chloe berada; di Xonix Motorsport kebanggan milik ayahnya dengan wajah tak kala ditekuk.

Yup, si polisi teladan itu rupanya dengan bijak menyarankan Chloe  memakai jasa bengkel tempat dirinya bekerja, sekaligus untuk membalas kebaikan hati Vander yang telah menolong wanita itu.

Yang lebih bencana lagi, Chloe dengan senang hati menyetujui usulan tersebut, serta berjanji akan membayar dua kali lipat. Membuatnya terjebak lebih lama dengan si setan cantik.

"Seharusnya kau memanggil asuransimu, nona. Bahkan mobil ini belum berusia satu hari ditanganmu."

Polo— si pria berjanggut yang sibuk mengelusi rambut di dagunya itu menatap heran pada Chloe dan ferrari merah yang dibawa dengan derek tadi. Sedangkan pekerja yang lain tampak sedang mencuri pandang ke arah si wanita satu-satunya yang ada di bengkel.

Pemandangan langka.

Chloe mengendikkan bahunya dan berkata, "Billy bilang di sini juga bisa memodifikasi mobil. Jadi aku ingin sesuatu yang berbeda dengan sentuhan kalian di mobil baruku. Sekaligus memperbaiki apa yang telah rusak akibat kecelakaan tadi."

Vander yang berdiri diantaranya menatap wanita berambut hitam itu  jengah. Ia menyesali keputusannya. Salahnya sendiri yang dengan bodoh meminta uang tagihan. Dan rencana ini semua juga karena si polisi sok bijak itu. Dasar mulut besar!

"Billy? Who's Billy?" Polo mengerutkam dahinya. "Terdengar akrab." Ia tampak berpikir— mencoba mengingat muka seseorang di kepalanya.

Robert— pemuda berambut pirang di sofa dengan potongan pizza di tangannya menyahut, "Polisi konyol yang menangkapmu tiga hari yang lalu karena mabuk, dude. Remember?"

Polo menjentikkan jarinya. "Ah, si gila itu. Dia sahabat si beast," liriknya pada Vander yang sudah menggeram.

"Aku tidak bergaul dengannya!" Elak Vander. Sedangkan yang lain tertawa sambil mengejeknya lagi.

Polo senang bisa membalas Vander. "Akui sajalah. Si badut itu adalah temanmu," ledeknya, "dan nona cantik ini. Siapa gerangan? Kekasihmu? Jangan bilang kau tak mengakuinya juga."

Chloe tersenyum manis. "Ya," jawabnya pasti. "Aku kekasihnya sejak—"

Vander tak membiarkan wanita itu mengatakan omong kosong di depan teman-temannya lagi. Ia tahu wanita itu sudah gila sekarang. Dengan sigap ia membekap mulut Chloe dan menariknya paksa untu keluar.

"Pergilah sebelum aku mengusirmu. Dan enyahlah dari hidupku! Jangan mengusikku!" desis Vander sambil mendorong Chloe.

Chloe memutar matanya, lalu berbalik. "Terserah kau berkata apa. Ini hidupku! Jangan menyuruh orang seenak jidat! Biar aku putuskan apa yang akan kulakukan," tunjuknya pada dada Vander.

"Kau—" Vander menggeram lalu menepis tangan Chloe dari tubuhnya. "Apa maumu?"

"Kau!"

Vander menggeleng. "Aku tidak segampang yang kau duga. Silahkan bawa mobil dan semua omong kosongmu dari sini! Dan lupakan soal yang tadi pagi. Anggap kita tak pernah bertemu!"

Chloe berubah memasang muka sedih pada Vander, sambil memeluk lengan kekar itu erat. "Kejam sekali," ucapnya manja. "Setidaknya aku baik sudah mau 'bergaul' denganmu," lanjutnya menatap onyx Vander yang tanpa bingkai kacamata dengan intens.

Sungguh tampan. Ia sudah melihatnya tadi pagi di motel. Saat ia bangun, dengan iseng ia membuka kacamata itu dari wajah terlelap Vander yang ternyata sangat rupawan. Sebelum akhirnya pergi mendesak untuk menjemput mobil barunya yang diberitahukan sudah datang.

Namun saat ia kembali untuk berterima kasih, Vander sudah menghilang. Salahnya yang tak meninggalkan pesan dengan jelas. Adanya pesan ambigu yang ia tuliskan pada cermin. Membuatnya sibuk mencari tak tentu arah. Namun akhirnya bertemu dengan cara tak terduga.

Sungguh Tuhan sedang berbaik hati.

"Sinting! Menyentuhmu pun aku tidak!" teriak Vander sambil menghentak tangannya yang dipeluk.

"Oh, ya?"

Tak jera ia mendekati Vander lagi dan menarik kerah leher pria itu lalu berbisik, "Setidaknya hidupmu akan berubah menjadi berwarna setelah ini."

Wanita itu lalu melumat bibir Vander. Dan selanjutnya terdengar suara jepretan khas kamera.

"Oopss.."

Chloe memoto dirinya yang lagi mencium bibir Vander dengan ponsel.

"I got it."

Shit!

Mata Vander membelalak lebar. Bukan hanya karena ciuman itu, tapi juga kehadiran seseorang di depannya.

"Mom..."

🌸🌸🌸

Vander mendengar pintu kamarnya diketuk tiga kali sebelum akhirnya sang ibu masuk. Kini wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu duduk di kasur  belakangnya. Menunggunya untuk berbicara. Ia tahu itu.

"I'm waiting for you~"

Ibu Vander duduk anggun dengan kedua tangan bertumpu pada lutut kanannya. Jari-jarinya bergerak tak sabar sambil mengulum senyum— memperhatikan punggung anak satu-satunya yang terlihat kaku jika dilihat dari belakang.

Vander menghela napasnya berat. Ia kira ibunya takkan membahas apa yang terjadi tadi di bengkel. Mengingat ibunya tak menanyakan apapun padanya saat perjalanan pulang. Ternyata ibunya hanya memberinya waktu untuk berkata jujur. Namun tak tahan karena dirinya tak juga terbuka.

"Mom, tidurlah. Sudah malam. Dad akan panik jika istri cantiknya menghilang."

"Jangan mengalihkan topik, Vanderex Zeckar. Sudah mom bilang, Mom akan menunggumu. Sekarang atau Mom akan tidur di sini!"

Vander membalikkan tubuhnya, "Mom, jangan bercanda!" Tatapnya horor. Sialnya dibalas dengan anggukan pasti oleh sang ibu.

Neraka!

"Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya orang asing yang tersesat dan sedikit gila."

"Liar!"

Vander terkejut dengan ucapan ibunya. "Mom, sungguh aku tak berbohong," ucapnya mencoba meyakinkan.

Namun, Zallyndia tak bisa dibohongi. Ia tahu betul karakter anaknya seperti apa. Selama ini Vander tak mudah disentuh wanita. Jangankan disentuh, berdekatan saja dia alergi. Membuatnya kadang khawatir akan orientasi anaknya itu.

"Dia pasti berbeda," goda ibu Vander.

Vander menyugar rambut tebalnya yang kini tak berminyak. "Ya, dia berbeda. Dia tak waras. Dan dia tak tahu malu. Berhenti membicarakannya, Mom. Please," mohon Vander mencoba menghentikan pembicaraan.

"Dasar payah!" Sungut ibunya. "Padahal gadis itu sangat cantik."

Lagi. Vander mendengar pujian itu lagi untuk si biang onar. Ia akui memang cantik, tapi sifat gilanya itu selalu membuat dirinya sport jantung. Bahkan selalu berhasil membuat darahnya mendidih.

"Cantik kalau payah tak ada bagusnya, Mom," timpal Vander sambil mencoret-coret jurnal di atas meja kerjanya.

Ibu Vander berdiri dan berjalan ke tempatnya seraya berkata, "Salahkan juga wajah tampanmu itu, nak. Nona muda itu kelihatan sangat gencar sekali. Mommy mendukungnya."

Vander mendelik, "Oh, come on, Mom. Aku bisa gila jika harus berdekatan dengannya terus menerus."

Zallyn, ibu Vander hanya mengendikkan bahu. "Lebih tepatnya kau yang akan tergila-gila dengannya nanti. Lihat saja," godanya lagi pada anaknya.

Vander hanya bisa memutar matanya. "Kembalilah ke kamar, Mom. Aku ingin tidur untuk bangun besok pagi lebih awal."

Zallyn mengangguk dan menepuk bahu anaknya. "Jangan lupa pasang alarm."

"Sudah, Mom."

"Dan jangan lupa kata dokter William."

Wajah Vander seketika berubah menjadi kelam. Sangat susah baginya untuk mengikuti arahan psikiater itu. Bahkan ia lebih memilih tetap terjaga daripada harus berperang melawan mimpi buruknya.

Lucid dream adalah usulan yang diberikan dokter William untuk membantunya mengendalikan alam bawa sadarnya. Adalah sebuah metode dimana kita dapat memvisualisasikan daya imajiner ke dalam bentuk mimpi. Atau biasa disebut dengan mimpi sadar, karena dilakukan atas kehendak sendiri.

Hal itu memang terdengar tak masuk akal bagi orang awam. Namun, untuk Vander itu adalah secercah harapan untuk dirinya agar terhindar dari mimpi buruk. Walaupun tak selamanya berhasil, setidaknya cara itu yang terbaik tanpa harus mengkonsumsi obat penenang.

Vander tak mau terjerat lagi dalam kasus obat-obatan, karena salah satu traumanya juga ada pada benda kimia tersebut.

"Sudah, Mom. Terkadang berhasil, tetapi sering kali berubah menjadi mencekam. Tak semuanya bisa kukendalikan dengan baik."

Terkadang Vander tak bisa mengendalikan mimpinya, yang bisa saja berakhir dengan mimpi buruk lainnya.

Zallyn memandang anaknya iba. "Tetap percaya pada harapanmu, Nak. Jangan kalah dengan masa lalumu. Ingat! Ketika malam terlalu kelam untuk sekedar bermimpi, tetaplah percaya akan pagi."

Vander mengangguk sambil tersenyum pada ibunya. "Thank's, Mom. Terima kasih karena selalu ada untukku."

Sang ibu memeluk anaknya dengan lembut. Mencoba menyalurkan kekuatan serta kasih sayangnya yang besar. Zallyn tahu selama ini anaknya sudah berusaha kuat untuk bangkit dari keterpurukannya. Dan ia berharap akan ada mukjizat yang turun pada anaknya.

"Ibu menyayangimu. Tetaplah bermimpi dalam hidup, asal jangan hidup dalam mimpi."

Ya, ini semua tentang mimpi Vander. Jelas tertuang pada jurnal miliknya yang selalu ia buka setiap malam. Tentang tiga harapannya yang selalu ia tuangkan dalam bentuk bunga tidur dan berharap akan menjadi nyata.

Yang pertama adalah mendapatkan kepercayaan dari sang ayah lagi, kedua adalah keinginan besarnya dalam meraih kejuaraan di ajang modifikasi, dan ketiga ia ingin bebas dari belenggu masa lalunya karena hal itu yang membuatnya tersiksa.

Hanya tiga itu.

Namun, tanpa sadar tadi ia telah menuliskan sebuah nama dibawah ketiga harapannya tadi, yaitu nama seorang gadis yang merusak harinya ...

Chloe Johnson.

To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status