Share

1. Jatuh Kepelukan Musuh

Shayra baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan kini pulang kerja mampir sebentar ke supermarket sebelum pulang ke rumah. Ia berbelanja keperluan yang sudah Mamanya pesankan saat pagi sebelum berangkat kerja.

Gadis itu sibuk memilah produk yang akan dibelinya. Setelahnya Shayra ambil lantas memasukkannya barang pilihannya ke dalam keranjang belanjaan. Setelah puas memilih serta memasukkan pilihannya dan sudah tidak ada barang titipan Mamanya yang perlu di beli dan tak ada yang dibutuhkan lagi, Shayra pun kekasir untuk membayar.

Namun tiba-tiba saja Shayra teringat sesuatu sehingga kembali dan berbalik kerak barang untuk mengambilnya.

Gadis itu mengela nafasnya kasar saat  melihat kotak es krim bubuk rasa mangga tinggal satu dan berada di rak atas yang sulit digapainya. Mau tak mau dengan sedikit berjinjit serta berusaha keras Shayra berusaha untuk meraihnya.

Tapi bukannya tangannya berhasil meraihnya, yang ada malah tangan orang lain yang lebih dulu mengambilnya. Shayra pikir orang itu membantunya sehingga ia tersenyum

"Terima kas--" Shayra berhenti sebelum kalimatnya selesai.

Seketika matanya membulat menatap nyalang mengeluarkan aura permusuhan melihat siapa orang yang dihadapannya. Itu Adien, pria brengsek yang suka sekali mengganggu dan mengobarkan bendera permusuhan kepadanya. Sayang sekali kotak es krim bubuk rasa mangga tersebut itu berada di tangan Adien dan Shayra sangat-sangat yakin kalau pria itu takkan berbaik hati memberikannya.

Shayra menghela nafas lesu dan cemberut. Tubuhnya terasa lemas seketika tak kala es krim incarannya tidak mungkin untuk didapatkan.

Benar sekali dan lihatlah bahkan sekarang Adien malah berlalu dari hadapan Shayra dengan acuh dan tak peduli.

"Hey!! Pria terlaknat itu milikku," tukas Shayra dengan geram, tapi hal itu tak membuat langkah pria itu berhenti sama sekali.

Perkataan Shayra seperti hanya bagaikan angin lalu yang tak dianggap sama sekali. Tidak penting sehingga tidak perlu untuk diladeni. Adien menuju kasir dan membayar belanjaanya disusul Shayra yang melakukan hal yang sama.

Keluar dari supermarket Shayra masih saja membuntuti Adien dari belakang. Tidak terima dan merasa geram membuatnya terpikirkan sebuah ide licik.

Awas saja kotak bubuk es krim mangga tersebut dengan secepatnya pasti menjadi milik Shayra. Bermodal nekat dengan cepat gadis itu merampas plastik belanjaan Adien lantas mengambil kotak es krim mangganya. Setelah mendapatkan yang diinginkannya diapun mengembalikan tas plastiknya kepada Adien.

Hal tersebut sontak membuat Adien molotot dan mengeram marah.

"Terima kasih sudah membelikannya untukku." Shayra tersenyum mengejek sebelum kabur berlari menjauhi Adien.

***

"Ma, nih pesanannya udah Shayra beliin." Shayra menyerahkan belanjaannya dan dengan segera Karina Mamanya meraih dan memeriksanya. "Sssstt ... duh pinggulku kok terasa pegal, ya, Ma?" Lanjut Shayra mengeluh.

"Mana Mama tahu, yang sakit pinggulmu bukan pinggul Mama, jadi kamu tanya saja dia, sama pinggulmu sendiri," jawab Mamanya dengan asal tanpa menoleh sambil mengeluarkan barang belanjaan Shayra satu-persatu.

"Aduh Mama, jangan ngacolah. Pinggul mana bisa ngomong," Shayra meringis kesal.

"Bawel!" Katai Karina Mamanya dengan nada suara naik beberapa oktaf sebal pada putrinya yang menurutnya cerewet. "Oh ternyata ini nih, penyebab pinggulmu sakit terus. Sudah tahu berhalangan masih saja mengomsumsi es krim! Ckck, dasar anak nakal gak bisa dibilangin dan kelakuanmu ngeyel terus."

Shayra sontak mencebikkan bibirnya tak suka dengan omelan Mamanya. "Mama sendiri kan tahu, kalau aku doyan membuat dan mengomsumsi es krim mangga rutin tiap hari. Jadi cuma gara-gara lagi dapet, aku gak boleh makan, ya mana sanggup, Ma."

"Yasudah, makan saja sana. Makan yang banyak atau jika kamu mau, Mama tambahkan lagi! Ckck, tapi ingat jangan mengeluh sakit pinggul lagi ke Mama. Mama sudah memberikan nasehat, tapi kamu tidak mau mendengarkan. Jadi rasakan saja sendiri akibatnya, jangan libatkan Mama!!" Omel Mamanya geram.

"Yahh ... Mama!"

"Apalagi?!"

Shayra kembali cemberut sambil meraih kotak es krim mangga miliknya. "Sudahlah, Shayra mau ke kamar saja kalau begitu."

"Bereskan dulu belanjaanya taroh ke dapur, Shayra." Mamanya mencegat sambil memegang pergelangannya.

Shayra menghela nafas pasrah. Mamanya yang berantakkin, tapi dia yang mesti bereskan apa boleh buat, Shayra bukan anak durhaka.

***

Besoknya Shayra sudah berada ditempat kerja. Dia cuma berstatus pegawai biasa di sana yang tak ada bagian istimewanya. Pekerjaannya juga dipandang biasa, tak pernah dipuji, tapi setidaknya tak pernah dicaci karena tak pernah tidak ada yang beres.

Entahlah apa yang membuatnya terus demikian dan tidak tahu apa penyebabnya, mengapa sejak kerja Shayra belum pernah direkondasikan naik jabatan atau tetap bertahan jalan ditempat sudah hampir menjelang tiga tahun. Shayra tak tahu, tapi mungkin juga hal itu karena kinerjanya yang biasa saja dan tak menarik di mata atasannya.

"Duhhh!" Ringis Shayra merasa ngilu pada pinggangnya, padahal hari masih terbilang pagi.

Hal itu tidak lain efek dari kedatangan tamu bulanannya ditambah tadi malam dia menyantap es krim yang dibuatnya sehari sebelumnya dan sudah membeku.

Setiap hari Shayra memanglah rutin memakan es krim lalu membuatnya untuk dikomsumsi ke esokan harinya. Sebenarnya Shayra bisa saja mengomsumsi es krim yang sudah jadi, namum menurutnya rasanya kurang sreg dilidah dan itulah alasan kenapa ia memilih membuat sendiri.

"Sssttt... sakit bangat sih!!" Ringisnya tak nyaman sambil memeluk perutnya dan menarik perhatian teman sedivisi yang kubikelnya bersebelahan dengannya.

"Shayra, kamu kenapa? Kamu sakit ..."

Shayra menggeleng diiringi senyuman ketegarannya. "Tidak apa-apa kok Mas Raga. Ini cuma masalah wanita tiap bulannya."

"Oh, begitu." Angguk Raga mengerti, tapi menyimpan kekhawatiran pada kondisi teman kerjanya itu. "Beneran nggak apa? Wajak kamu sudah pucat loh." Rega berkata dengan perhatian.

"Siapa yang pucat?" Tanya Dinda datang tiba-tiba menghampiri keduanya. "Oh, astaga! Kamu kenapa Shayra??" Sambungnya ikut mencemaskan Shayra.

"Itulah maksudku Din, si Shayra kayaknya sakit. Tetapi, katanya dia tidak apa-apa cuma masalah tamu bulanannya," beritahu Raga sambil menjelaskan

"Iya benaran aku nggak apa kok, Din," sambung Shayra.

"Dasar keras kepala!" Omel Raga. "Sudah kamu lebih baik pulang saja sana istirahat."

"Iya tuh Shayra, dengarkan perkataan Mas Raga."

"Aduh kalian ini, bulan lalu aku juga begini dan kalian suruh pulang juga. Masa sih, cuti mulu tiap kedatangan tamu bulanan? Bisa-bisa sekali lagi cuti gue didepak dari perusahaan ini."

"Yah, mau bagaimana lagi. Lagian kalau didepak, kamu kan masih bisa bekerja diperusahaan nyokaploh!" Seru Dinda serius.

"Nggak segampang yang kamu pikirkan, nyokap maunya aku mandiri. Dia bahkan sudah mem-blacklist namaku dari perusahaan supaya aku gak diterima jadi pegawai baru di sana." Shayra meringis sambil menjelaskan.

"Kasian benar nasibmu, beruntung kamu dan bukan aku," ringis Dinda. "Eh, aduh hampir saja kelupaan. Begini Shayra dan Mas Bayu. Nyonya penyihir alias atasan kita tadi memberitahu untuk menyambut bos baru pengganti almarhum Pak Raffa."

"Yasudah, sekarang saja kita ke sana," sela Raga lansung beranjak.

"Kamu kuat kan Shayra?" Tanya Raga dan Dinda kompak tak sengaja dan Shayra mengangguk berusaha menahanya nyeri pada pinggangnya dan kini bertambah diperutnya juga.

"Iya, ssstt ... gak apa kok. Dioles minyak kayu putih kayaknya bisa baikan."

"Yasudah, kalo gitu yuk!"

***

Ketika acara rapat perkenalan CEO baru, Shayra menyadari hal baru. Bahwa pemimpin penerus perusahaan dan merupakan bos baru mereka adalah anak dari mendiang bos besar mereka sendiri yaitu, Raffasyah.

Kagetnya Shayra ternyata orang itu adalah musuh besarnya, siapa lagi yang tidak lain adalah Adien si pria brengsek yang katanya sangat membencinya itu.

Melihat Adien membuat Syara kaget sekali. Kenapa sampai melupakan bahwa nama bos besarnya yang sebelumnya adalah nama belakang Adien, Raffasyah Aldebaran. Jadi tidak mengherankan penerus perusahaanya dan pengganti Pak Raffa yang dimaksud Dinda adalah Adien putranya.

"Saya tidak suka kelakuan bodohmu, Shayra!" Bayangan perkataan dingin Adien melintas dikepalanya dengan tiba-tiba.

Shayra mengelengkan pikirannya dan mencoba menghilangkan bayangan Adien dari pikirannya, namun yang ada perkataan Adien lainnya kepadanya malah melintas.

"Kamu akan mendapatkan balasan dari kelancangan tanganmu ini!!"

Astaga apakah itu artinya sebentar lagi umur Shayra bekerja diperuhasan akan habis dan berakhir.

Shayra terus berpikir membanyangkan kejadian mendatang. Tanpa terasa rapatpun selesai dan Shayra berjalan keluar ruangan sebelum Adien menemukannya diantara para karyawan yang ikut serta menghadiri rapat penyambutan pemimpin perusahaan yang baru.

Rasa sakit makin mengrogotinya pinggul sehingga disetiap langkahnya pinggangnya terasa kian ngilu dan perutnya makin terasa nyeri. Lamat-lamat tubuh Shayra perlahan melemah dan pandangannya mulai kabur.

Debukk!

Shayra linglung terjatuh di atas matras kokoh serta keras yang ditimpanya, namun ada yang aneh, kenapa lantainya tidak dingin dan mengeluarkan aroma maskulin khas parfum pria. Sontak hal itu mengakibatkan Syaira mendongak melihat ke atas sebelum ia pingsan.

"Kembalikan es krimku!" Ucapnya membuat Shayra melotot kaget sehingga hilang kesadaran.

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status