Share

4. Maaf Untuk Apa?

Shayra tampak serius mengerjakan file dokumen pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Hanya terlihat sedikit kerutan diwajahnya, kala pekerjaanya bertambah menjadi banyak padahal yang sedang dalam tahap pengerjaan saja belum selesai dikerjakannya.

Tiba-tiba saja Dinda menghampiri dan datang kubikelnya lantas bertingkah dengan bossy, dokumen dalam genggamannya Dinda dihempaskan ke atas meja tepat dihadapan Shayra.

"Kamu memang yang terbaik Shayra!" Pujinya menyimpan sesuatu dibalik ucapannya. "Pekerjaanmu terlihat menumpuk, tapi lihatlah wajahmu masih terlihat biasa saja. Tetapi, bagian terbaiknya lagi meski sudah begitu sampai sekarang kamu tak kunjung naik jabatan, haha!!" Ejek Dinda dikalimat terakhirnya.

Hal itu menyebabkan Shayra mencebikkan bibirnya kesal lalu menghembuskan nafasnya kasar dan memberi tatapan tajam kepada Dinda.

"Bukannya itu lebih baik dari pada dirimu yang terus mengeluh sampai-sampai pekerjaanmu tak ada yang beres, hahh!" Balas Shayra balik meledek mengejek meremehkan Dinda. "Dan ini apakah pekerjaan untukku lagi?" Sambung Shayra bertanya dan diangguki oleh Dinda.

"Tentu saja, itu untukmu. Sudahlah berhenti menatapku seperti itu, kamukan pegawai teladan jadi terimalah dengan berlapang dada," cetus Dinda dengan apa adanya. "Dan selamat menyelesaikannya Shayra sayang. Cepatlah, selesaikan dengan kilat sampai beres sebelum nenek sihir itu mengamukimu," lanjutnya mengatai atasan mereka ibu menajer dengan nenek sihir.

"Kamu benar aku akan segera mengerjakannya, maka dari itu tolong pergilah dari sini ibu Dinda yang terhormat dan berhenti mengajakku mengobrol  atau penyihir tua akan mengamuki aku," beritahu Shayra sehingga Dinda pun pergi tanpa menjawab lagi.

Sehingga Shayra kembali sibuk menatap layar monitor komputer miliknya, seraya larut berkutat dalam pekerjaannya.

Dari beberapa langkah Dinda masih kelihatan dan ternyata wanita itu tak benaran pergi. Setelah mengganggu Shayra dia beralih kepada Raga. Wanita itu seaakan tak tenang jika tak merecoki semua orang dalam divisinya. Bahkan keadaan perut hamilnya yang sedikit membuncit miliknya tak bisa mencegat atau menghentikan aksinya.

***

Shayra menatap pintu dihadapannya tanpa berani mengetuknya. Dia merutuk dalam batinnya, jika saja penyihir tua atau ibu menajer yang terhormat ada ditempat atau setidaknya dokumennya tidak begitu penting. Maka, dapat dipastikan Shayra takkan mau merepotkan diri naik kelantai atas dan berada tepat  didepan ruang kerja pemilik perusahaan. Adien Raffasyah Aldebaran tuan tukang intimidasi yang menyebalkan.

Sekarang apalagi, saat ini yang Shayra lakukan benar-benar terlihat bodoh dan aneh. Dia bahkan tak berani masuk ke ruang kerja bos untuk saat ini, lalu bagaimana dengan nasib dokumennya, bagaimana selanjutnya ia akan menyerahkan dokumen tersebut pada Adien?

"Mbak, langsung masuk saja dan menunggu pak Bos di dalam ruangannya, sebentar lagi bapak pasti akan datang," beritahu sekretaris Adien yang mejanya berada didepan ruangan bos.

Sekretaris itu bingung menyaksikan kelakuan Shayra yang mulai membuatnya jenuh sendiri. Ada-ada saja.

"Ah, kenapa aku tak menitipkannya padamu saja. Kamu bisakan memberikan dokumen ini kepada pak Adien?" Shayra tanpa persetujuan memberikan dokumennya kepada sekretaris dengan paksa.

"Tapi Mbak," tolak sekretaris enggan menerima dokumennya.

"Ini dokumen penting Mbak--" Shayra menatap nama tag sekretaris lantas mengejanya, "Ki-ra-na, Kirana mohon memberikannya kepada pak Adien, ya ...," sambungnya tak memberikan kesempatan Kirana untuk bicara apalagi menolaknya.

"Tap--"

"Apalagi sih, Mbak? Dokumen ini penting, jadi tolonglah berikan langsung kepada pak Adien ketika dia suda ada!" Shayra kukuh menyerahkan dokumennya memaksa Kirana mau tak mau menerimanya.

"Pokoknya harus langsung diberikan kepada pak Adien!" Shayra berbalik sambil masih berbicara dan tak sadar kalau sesuatu didepannya akan menghentikan langkahnya.

BRAKK!

Tubuhnya menabrak sesuatu yang keras seketika. Astaga apakah dia baru saja menabrak tembok?

Tunggu dulu. Kening Shayra mengerut heran, bukankah seingat Shayra tak ada tembok didepan meja sekretasisnya Adien. Mmm, tapi mungkin saja Shayra tadi yang tak menyadarinya. Lagipula kalau bukan tembok yang Shayra tabrak memangnya apa lagi?

'Tak mungkin pria tampankan?' Shayra membatin sambil bertanya. 'Tapi mengapa temboknya bisa mengeluarkan aroma parfum maskulin yang terasa menenangkan saat menghirupnya?'

"Kenapa bukan kamu saja yang langsung menyerahkannya kepada saya?"

Seketika perkataan tersebut menyadarkan Shayra bahwa yang dia tabrak memang bukanlah tembok seperti dugaannya, tapi manusia merupakan pria tampan yang dielaknya sebelumnya.

Sayangnya suara pria tampan, terdengar begitu mengerikan ditelinganya manakala ia menyadari siapa pemiliknya.

"Apakah senyaman itu dalam pelukan saya?" Kata pria itu kembali membuat Shayra sadar dan terkejut dengan posisinya berada saat ini.

Tenggelam dalam dada bidang Pria yang begitu kokoh disertai aroma parfumnya yang memabukkan dan mampu membuat wanita manapun akan lupa diri terhadapnya.

'Astaga, Shayra! Apa yang sudah kamu pikirkan ...' rutuk Shayra membatin pada dirinya sendiri.

Bersamaan dengan itu dengan cepat Shayra beranjak dari Pria itu yang ternyata adalah Adien Raffasyah Aldebaran, si Pria berengsek yang melecehkannya dua tahun lalu, tapi anehnya sekarang malah laki-laki itu yang membenci Shayra dan bukan sebaliknya.

"Maaf, Pak." Shayra menunduk sambil mererutuki kebodohannya tanpa menatap Adien.

"Maaf untuk kesalahanmu yang mana, bisakah kamu spesifikkan lagi." Adien datar dan dinginnya membuat Shayra menggigit bibirnya kala kekesalan itu menghampirinya.

Sementara itu Kirana sang sekretaris malah pura-pura acuh tak acuh menyaksikan kejadian yang tersaji di depan matanya sendiri. Sekretaris Adien tersebut pura-pura tak melihat dan tak mendengar dan dia terlihat sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Kirana mengatur jadwal bos atau mengerjakan pekerjaan lainnya menyempurnakan aksinya tersebut.

"Shayra," panggil Adien kala belum mendapat jawaban Shayra sama sekali.

Lantas hal tersebut membuat Shayra menghela nafas dan segera menjawab, "maaf Pak, untuk kesalahan saya yang tanpa sopan menabrak Bapak dan--"

"Dan untuk kesalahanmu yang memeluk saya dengan sengaja memanfaatkan kesempatan yang ada." Adien menyarkas memotong ucapan Shayra sehingga menyebabkan perempuan dihadapannya mengeram marah.

'Siapa yang memanfaatkan kesempatan yang ada? Dasar berengsek!' Rutuk Shayra membatin tak terima.

"Bukan begi--"

"Itu bisa dianggap pelecehan," potong Adien kembali sebelum Shayra menyelesaikan kalimatnya. "Jadi kalau saya menampar pipi kirimu seperti yang kau lakukan dua tahun silam ketika menampar pipi kiriku, tak masalahkan." Adien menampilkan senyum devil-nya menghampri Shayra yang refleks mundur perlahan menghindarinya.

Pria itu lebih cepat sehingga sehingga wanita dihadapannya tak bisa menghindar lagi.

Satu tangan Adien mendarat menahan pergelangan tangan Shayra dan satunya lagi mendarat dipipinya. Tetapi, bukan kerena baru saja berhasil menampar melainkan sedang mengelusnya lembut sambil tersenyum mengejek.

"Ch, sayangnya saya ini pria baik-baik yang takkan tega melihat pipimu ini menjadi lebam dan juga memerah." Adien menahan ucapannya membuat Shayra menatapnya dengan tak percaya. "Tetapi, kalau pipi ini memerah merona kerena tersipu padaku. Tak masalahkan," sambungnya sambil menyampirkan anak rambut Shayra diatas daun telinga empunya sambil setengah berbisik.

Setelah puas akan aksinya Adien melepaskan Shayra lantas beralih pada Kirana.

"Bawakan segera dokumennya ke ruanganku, jangan sampai membuat Shayra marah dan memukul pipimu seperti yang pernah dilakukannya kepadaku," Perintah Adien sambil kembali menatap Shayra.

Adien menyunggingkan senyuman devil-nya sebelum kemudian dia berlalu masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Dasar berengsekk!!" Umpat Shayra mengeram kesal menatap kepergian Adien lalu dia beralih menatap Kirana. "Apalagi yang kau tunggu, ingin si berengsek itu memecatmu dulu, baru mengantarkannya? Sudah sana cepatlah berikan kepadanya dokumen itu!" Shayra mengomel melampiaskan kekesalannya kepada Kirana yang tak bersalah.

"Sabar, sabar ..." ringis Kirana mengelus dada seraya menghela nafasnya panjang, selang setelah kepergian Shayra. "Pak bos dan pacarnya yang berantam kenapa gue terkena dampaknya, fiuhh!"

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status