Share

7. Berisik

Shayra telah berhenti memukuli Adien, akibat merasa kelelahan dan jenuh sendiri. Lagipula memukuli dada bidang nan keras kepunyaan Adien rupanya mampu menyebabkan jemari lembut milik Shayra kesakitan.

Kini Shayra hanya duduk pasrah sambil menggerutu tak terima menyumpah serapahi serta mengomeli Adien sampai merasa puas.

"Aku mau dibawa kemana dan mau diapakan? Jangan berani macam-macam, ya, atau kamu akan tahu akibatnya. Aku tidak akan diam saja dan menuntutmu sampai kamu bisa hidup dibalik jeruji besi!" Dumel Shayra marah.

"Berisik!" Adien terganggu dan kesal sendiri mendengar gerutuan Shayra yang menurutnya tak bermutu.

"Kamu bilang aku berisik?!" Tanya Shayra dengan nada suara naik tak terima disertai dengan tatapan tajam yang siap untuk menikam.

"Ya, kamu berisik. Jadi, diamlah!"

Shayra mencebikkan bibirnya kesal lantas melengkingkan suaranya. "Dasar laki-laki berengsek. Gue punya mulut tau gak sih loh? Mulut diciptakan kalai nggak digunakan, diam saja dan enggak bicara, kalau begitu apa gunanya, lebih baik aku nggak usah punya mulut sakalian." Shayra lanjut mengomel dengan ketusnya. "Lagipula aku berisik salahmu juga. Ngapain pake acara nyulik dan membawaku paksa begini? Jika kamu terganggu dengan suara rewelku, udah deh mendingan kamu melepaskan aku saja. Jika aku sudah lepas, kamukan nggak perlu mendengarkan suaraku lagi."

Bersamaan dengan hal itu Adien yang merasa kesal dan kegeraman tiba-tiba menghentikan laju mobilnya tanpa peringatan.

"Bangke!!" Shayra mengumpat merutuki kelakuan Adien tersebut. "Kamu sengaja membuatku kaget? Hahh!! Mau membuatku terkena serangan jantung sampai mengakibatkan aku mati mendadak!" Omel Shayra mengamuk.

Adien menghela nafas panjang, menoleh menghadap Shayra lalu menatapnya dengan tajam. "Kamu bandel tidak mau dibilangin. Ok baiklah, jangan salahkan aku jika begitu."

Dengan kegeramannya yang tak tertahankan lagi, Adien menarik tangan Shayra dengan paksa lalu mengikatnya dengan seenaknya. Shyara makin kesal dan memberontak meski sudah lelah dan hal itu tidak berakibat apapun kepada Adien.

Bahkan karena merasa berisik dan terganggu mendengar suara gerutuan Shayra, Adien menutup bibir Shayra dengan menggunakan lakban yang entah dimana didapatkannya.

Sehingga kini Shayra hanya bisa diam sesuai harapannya dan Adien pun kembali mengemudikan mobilnya dengan tenangnya.

"Mmmmmmmmm ...." marah Shayra tak terima  suara tertahan akibat oleh lakban yang menutup mulutnya.

'Bangke!! Dasar Adien bangke! Awas saja suatu hari nanti aku pasti membalasmu.' Shayra membatin kesal.

"Nah beginikan lebih enak. Kamu diam dan akupun bisa menyetir dengan nyaman." Adien berkata dengan santainya sambil sekilas menoleh menatap Shayra disertai bibirnya yang menyunggingkan senyuman penuh ejekan.

Sontak hal itu membuat Shayra yang melotot tajam makin melolot dan berusaha membebaskan ikatan lakban dipergelangan tangan dan mulutnya yang dilem erat.

"Mmmmmmmmmmmmmmm!" erangan Shayra kembali terdengar.

"Ssssttt ... Shayra. Jangan terlalu berusaha keras nanti kamu kelelahan," kata Adien memperingatkan.

Lain dalam hatinya, Adien benar-benar merasa puas bisa melihat Shayra diam tak mampu melawannya sekarang. Suara berisik gadis itu kini menjadi hanya sebatas suara tertahan atau erangan tak berdaya.

Tidak ada rasa bersalah ataupun kasihan melihat Shayra dan bahkan Adien malah terlihat menahan kegemasan. Tentu saja setelah hampir dua tahun gadis disampingnya banyak berulah, menuduhnya yang bukan-bukan atau bahkan kerap kali mengoceh tak baik tentangnya, saat inilah waktu yang tepat bagi Adien untuk membalasnya.

***

Adien menyeret Shayra keluar dari mobilnya setelah sampai ditempat tujuannya. Adien membawanya masuk kedalam rumah megah yang luasnya berkali lipat dari rumah yang Shayra miliki. Cara Adien tentu saja dengan menyeret paksa Shayra agar mengikutinya.

Shayra bahkan memberontak enggan masuk dalam paksaan Adien, Shayra waspada dan menebak-nebak jika Adien akan melakukan hal buruk kepadanya.

Dirumahnya sendiri, Adien jelas berkuasa dan Shayra yang masuk wilayahnya bisa saja menjadi mangsanya, mengingat bagaimana kelakuam berengseknya Pria yang menyeretnya saat ini.

"Abis dari mana Om? Mengapa Om lama sekali kembali? Dan--eemm siapa Tante ini, pacar Omkah?"

Adien tak menanggapi bocah yang tampaknya penuh keheranan menatap ke arahnya. Adien memilih lebih dulu melepaskan lakban yang mengelem tangan dan mulut Shayra. Adien melepaskannya dengan kasar tanpa rasa tega dan menyebabkan Shayra kesakitan juga mengaduh.

"Aaggrrrrh! Pelan-pelan ..." Shayra meringis lantas mengusap sekitar bekas yang ditinggalkan lakban pada sekitar mulutnya.

"Berani bawel lagi, mulutmu akan saya lem kembali!" Tegas Adien mengancam.

Kejadian tersebut tak luput dari perhatian bocah yang menyapanya tadi. Boca lh itu menatap heran dan bertanya-tanya tak mengerti dan apa yang terjadi antara Om dan Tante yang berada dihadapannya.

"Iya iya! Gitu saja pake ngancam segala." Sebal Shayra cemberut mencebibikkan bibirnya.

Meski begitu Shayra tak melawan dan pasrah, sebab kejadian di dalam mobil ternyata telah membuatnya kapok. Shayra tak mau lagi diperlakukan seperti tawanan, kedua tanganya disatukan oleh lakban juga bibirnya yang ditutup.oleh lakban.

"Kalau tidak diancam kamu takkan diam."

"Tapi nggak bisa segitunya jugalah."

"Terus kamu maunya bagaimana? Dari tadi aku juga sudah mengajakmu dengan baik-baik, tapi kamunya saja berontak dan mengoceh membuat telinga nyeri sakit berdengung."

"Itu gak bisa dijadikan alasan untuk kelakuan semena-menamu padaku. Lagian akukan sudah bilang pulangkan aku pada Dinda sudah menunggu pesanan ngidamnya! Tetapi apa yang kamu lakukan, kamu memang berengsek, jahat dan tak punya perasaan. Bisa-bisanya membawaku kemari dengan paksa dan  memperlakukanku bagaikan tawanan penculikan."

Rahang Adien mengeras geram dengan perkataan Shayra yang menggerutu terus-menerus. Harusnyaa lakban yang menutup bibirnya tadi tak usah Adien dengarkan.

"Diam!! Atau mulutmu juga tanganmu aku satukan kembali. Kamu mau bibir mungilnh aku tutup pakai lakban lagi?!" Seru Adien mengancam.

"Dasar bajingan, berengse---"

"DIAM!!"

Kali ini bukan Adien yang menyuruh diam, tapi bocah yang memperhatikan keduanya terus bertengkar sedari tadi. Keduanya pun menoleh dan menuntut bocah tersebut. Adien dan Shayra menatap bocah tersebut dengan tatapan tajam penuh peringatan seolah mengatakan, 'Apa? Jangan mengganggu bocah, ini bukan urusanmu melainkan urusan orang dewasa. Sana main!!'

Bocah itu peka dan dapat membaca pikiran kedua tatapan orang dewasa dihadapannya, membuat bocah tersebut mengatakan alasannya menyela pertengkaran tersebut.

"Aku lapar." Bocah itu memberitahukan keinginannya dengan jujur dan menyebabkan Shayra menjadi heran.

"Kalau lapar makanlah," cetus Shayra dengan ketus.

"Nah sekarang pergilah masak untuk Gio, agar Gio bisa makan secepatnya."  Adien memerintah Shayra tanpa dengan seenaknya.

"Apa? Jangan bilang kamu menyeretku kemari cuma untuk memasak makanan buat bocah ini." Tunjuk Shayra pada Gio tak terima.

"Sayangnya memang begitulah. Hm, cepatlah masak supaya kamu boleh pulang." Adien dengan santainya menjelaskan.

"Iya tante cantik, Gio udah lapar." Sambung Gio menimpali.

Seketika kepala Shayra menjadi pusing dan terasa pening. Dirumah begitu besar apa tak ada tukang masak atau pembantukah? Ah, ya. Shayra baru sadar sejak masuk tadi dia memanglah tak melihat siapapun didalam rumah kecuali Gio dan diluarnya tepatnya dekat gerbang beberapa keamanan yang menjaga keamanan rumah.

Hawa sunyi yang menyelimuti rumah membuat Shayra menyadari bahwa tidak banyak orang yang menghuni rumah tersebut. Mungkin juga yang orang yang berada di rumah sekarang juga hanya mereka bertiga.

Ah, sialan. Kalau begitu Shayra harus meningkatkan tingkat kewaspadaannya, mengingat empunya rumah adalah laki-laki mesum yang dua tahun silam pernah melecehkannya.

Shayra menghela nafas dan melotot tajam. "Kamu gila, ya." Hanya itu yang dapat Shayra katakan setelah menyadari apa yang barusan terjadi. "Menyeretku paksa kemari cuma buat masak! Gila, dasar kamu gila."

"Tante, Gio beneran sudah lapar ..." cicit Gio menyela.

"Yasudah, ni--eh pesanan Dinda mana, ya?" Shayra tersadar ketika berniat memberikan pesanan ngidamnya Dinda saja untuk dimakan oleh Gio, tapi ternyata sudah menghilang entah kemana. "Sejak kapan gak ada ditanganku?" Sambungnya heran meminta penjelasan kepada Adien.

"Aku tidak tahu." Adien menatap acuh tak peduli.

"Tapi dari tadi kitakan selalu bersama, mana mungkin kamu enggak tahu?"

"Dari tadi kamu juga sibuk memeganginya bahkan saat tanganmu sedang dilakban dan akupun tak tahu bagaimana itu bisa hilang? Lagipula kenapa aku harus mengetahui kemana hilangnya kemana."

"Haru--"

"Tante, Om. Gio lapar." Sela Gio kembali.

Gio menjadi menjadi jengkel menyaksikan perdebatan yang seakan tak berujung.

Dua orang dewasa dihadapannya dari tadi terus saja berdebat tanpa memperdulikannya. Bahkan keluhan laparnya diabaikan lalu keduanya kembali asik berdebat.

"Om, Tan--"

"Berisik!!" Bentak keduanya kesal pada Gio membuat bocah itu menunduk takut.

"Tapi Gio udah lapar bangat ..." cicit Gio takut dan dengan suara pelan.

"Kamu dengar Gio sudah lapar. Jadi pergilah masak." Perintah Adien tak ingin dibantah.

"Iya-iya! Aku masak. Tetapi, setelah itu jangan lupa mengantarku pulang."

"Tante ayok, masakin Gio. Udah lapar nihhh ..." Gio kembali bersinar setelah mendengar ucapan pamannya.

Berbeda dengan Shayra yang jadi murung mau tak mau segera melakukan perintah Adien. Sebab tak betah berlama-lama dan ingin segera pergi. Jadi dia iyakan dan turuti saja agar urusannya segera kelar, meski tak ihklas.

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status