Shayra telah berhenti memukuli Adien, akibat merasa kelelahan dan jenuh sendiri. Lagipula memukuli dada bidang nan keras kepunyaan Adien rupanya mampu menyebabkan jemari lembut milik Shayra kesakitan.
Kini Shayra hanya duduk pasrah sambil menggerutu tak terima menyumpah serapahi serta mengomeli Adien sampai merasa puas.
"Aku mau dibawa kemana dan mau diapakan? Jangan berani macam-macam, ya, atau kamu akan tahu akibatnya. Aku tidak akan diam saja dan menuntutmu sampai kamu bisa hidup dibalik jeruji besi!" Dumel Shayra marah.
"Berisik!" Adien terganggu dan kesal sendiri mendengar gerutuan Shayra yang menurutnya tak bermutu.
"Kamu bilang aku berisik?!" Tanya Shayra dengan nada suara naik tak terima disertai dengan tatapan tajam yang siap untuk menikam.
"Ya, kamu berisik. Jadi, diamlah!"
Shayra mencebikkan bibirnya kesal lantas melengkingkan suaranya. "Dasar laki-laki berengsek. Gue punya mulut tau gak sih loh? Mulut diciptakan kalai nggak digunakan, diam saja dan enggak bicara, kalau begitu apa gunanya, lebih baik aku nggak usah punya mulut sakalian." Shayra lanjut mengomel dengan ketusnya. "Lagipula aku berisik salahmu juga. Ngapain pake acara nyulik dan membawaku paksa begini? Jika kamu terganggu dengan suara rewelku, udah deh mendingan kamu melepaskan aku saja. Jika aku sudah lepas, kamukan nggak perlu mendengarkan suaraku lagi."
Bersamaan dengan hal itu Adien yang merasa kesal dan kegeraman tiba-tiba menghentikan laju mobilnya tanpa peringatan.
"Bangke!!" Shayra mengumpat merutuki kelakuan Adien tersebut. "Kamu sengaja membuatku kaget? Hahh!! Mau membuatku terkena serangan jantung sampai mengakibatkan aku mati mendadak!" Omel Shayra mengamuk.
Adien menghela nafas panjang, menoleh menghadap Shayra lalu menatapnya dengan tajam. "Kamu bandel tidak mau dibilangin. Ok baiklah, jangan salahkan aku jika begitu."
Dengan kegeramannya yang tak tertahankan lagi, Adien menarik tangan Shayra dengan paksa lalu mengikatnya dengan seenaknya. Shyara makin kesal dan memberontak meski sudah lelah dan hal itu tidak berakibat apapun kepada Adien.
Bahkan karena merasa berisik dan terganggu mendengar suara gerutuan Shayra, Adien menutup bibir Shayra dengan menggunakan lakban yang entah dimana didapatkannya.
Sehingga kini Shayra hanya bisa diam sesuai harapannya dan Adien pun kembali mengemudikan mobilnya dengan tenangnya.
"Mmmmmmmmm ...." marah Shayra tak terima suara tertahan akibat oleh lakban yang menutup mulutnya.
'Bangke!! Dasar Adien bangke! Awas saja suatu hari nanti aku pasti membalasmu.' Shayra membatin kesal.
"Nah beginikan lebih enak. Kamu diam dan akupun bisa menyetir dengan nyaman." Adien berkata dengan santainya sambil sekilas menoleh menatap Shayra disertai bibirnya yang menyunggingkan senyuman penuh ejekan.
Sontak hal itu membuat Shayra yang melotot tajam makin melolot dan berusaha membebaskan ikatan lakban dipergelangan tangan dan mulutnya yang dilem erat.
"Mmmmmmmmmmmmmmm!" erangan Shayra kembali terdengar.
"Ssssttt ... Shayra. Jangan terlalu berusaha keras nanti kamu kelelahan," kata Adien memperingatkan.
Lain dalam hatinya, Adien benar-benar merasa puas bisa melihat Shayra diam tak mampu melawannya sekarang. Suara berisik gadis itu kini menjadi hanya sebatas suara tertahan atau erangan tak berdaya.
Tidak ada rasa bersalah ataupun kasihan melihat Shayra dan bahkan Adien malah terlihat menahan kegemasan. Tentu saja setelah hampir dua tahun gadis disampingnya banyak berulah, menuduhnya yang bukan-bukan atau bahkan kerap kali mengoceh tak baik tentangnya, saat inilah waktu yang tepat bagi Adien untuk membalasnya.
***
Adien menyeret Shayra keluar dari mobilnya setelah sampai ditempat tujuannya. Adien membawanya masuk kedalam rumah megah yang luasnya berkali lipat dari rumah yang Shayra miliki. Cara Adien tentu saja dengan menyeret paksa Shayra agar mengikutinya.
Shayra bahkan memberontak enggan masuk dalam paksaan Adien, Shayra waspada dan menebak-nebak jika Adien akan melakukan hal buruk kepadanya.
Dirumahnya sendiri, Adien jelas berkuasa dan Shayra yang masuk wilayahnya bisa saja menjadi mangsanya, mengingat bagaimana kelakuam berengseknya Pria yang menyeretnya saat ini.
"Abis dari mana Om? Mengapa Om lama sekali kembali? Dan--eemm siapa Tante ini, pacar Omkah?"
Adien tak menanggapi bocah yang tampaknya penuh keheranan menatap ke arahnya. Adien memilih lebih dulu melepaskan lakban yang mengelem tangan dan mulut Shayra. Adien melepaskannya dengan kasar tanpa rasa tega dan menyebabkan Shayra kesakitan juga mengaduh.
"Aaggrrrrh! Pelan-pelan ..." Shayra meringis lantas mengusap sekitar bekas yang ditinggalkan lakban pada sekitar mulutnya.
"Berani bawel lagi, mulutmu akan saya lem kembali!" Tegas Adien mengancam.
Kejadian tersebut tak luput dari perhatian bocah yang menyapanya tadi. Boca lh itu menatap heran dan bertanya-tanya tak mengerti dan apa yang terjadi antara Om dan Tante yang berada dihadapannya.
"Iya iya! Gitu saja pake ngancam segala." Sebal Shayra cemberut mencebibikkan bibirnya.
Meski begitu Shayra tak melawan dan pasrah, sebab kejadian di dalam mobil ternyata telah membuatnya kapok. Shayra tak mau lagi diperlakukan seperti tawanan, kedua tanganya disatukan oleh lakban juga bibirnya yang ditutup.oleh lakban.
"Kalau tidak diancam kamu takkan diam."
"Tapi nggak bisa segitunya jugalah."
"Terus kamu maunya bagaimana? Dari tadi aku juga sudah mengajakmu dengan baik-baik, tapi kamunya saja berontak dan mengoceh membuat telinga nyeri sakit berdengung."
"Itu gak bisa dijadikan alasan untuk kelakuan semena-menamu padaku. Lagian akukan sudah bilang pulangkan aku pada Dinda sudah menunggu pesanan ngidamnya! Tetapi apa yang kamu lakukan, kamu memang berengsek, jahat dan tak punya perasaan. Bisa-bisanya membawaku kemari dengan paksa dan memperlakukanku bagaikan tawanan penculikan."
Rahang Adien mengeras geram dengan perkataan Shayra yang menggerutu terus-menerus. Harusnyaa lakban yang menutup bibirnya tadi tak usah Adien dengarkan.
"Diam!! Atau mulutmu juga tanganmu aku satukan kembali. Kamu mau bibir mungilnh aku tutup pakai lakban lagi?!" Seru Adien mengancam.
"Dasar bajingan, berengse---"
"DIAM!!"
Kali ini bukan Adien yang menyuruh diam, tapi bocah yang memperhatikan keduanya terus bertengkar sedari tadi. Keduanya pun menoleh dan menuntut bocah tersebut. Adien dan Shayra menatap bocah tersebut dengan tatapan tajam penuh peringatan seolah mengatakan, 'Apa? Jangan mengganggu bocah, ini bukan urusanmu melainkan urusan orang dewasa. Sana main!!'
Bocah itu peka dan dapat membaca pikiran kedua tatapan orang dewasa dihadapannya, membuat bocah tersebut mengatakan alasannya menyela pertengkaran tersebut.
"Aku lapar." Bocah itu memberitahukan keinginannya dengan jujur dan menyebabkan Shayra menjadi heran.
"Kalau lapar makanlah," cetus Shayra dengan ketus.
"Nah sekarang pergilah masak untuk Gio, agar Gio bisa makan secepatnya." Adien memerintah Shayra tanpa dengan seenaknya.
"Apa? Jangan bilang kamu menyeretku kemari cuma untuk memasak makanan buat bocah ini." Tunjuk Shayra pada Gio tak terima.
"Sayangnya memang begitulah. Hm, cepatlah masak supaya kamu boleh pulang." Adien dengan santainya menjelaskan.
"Iya tante cantik, Gio udah lapar." Sambung Gio menimpali.
Seketika kepala Shayra menjadi pusing dan terasa pening. Dirumah begitu besar apa tak ada tukang masak atau pembantukah? Ah, ya. Shayra baru sadar sejak masuk tadi dia memanglah tak melihat siapapun didalam rumah kecuali Gio dan diluarnya tepatnya dekat gerbang beberapa keamanan yang menjaga keamanan rumah.
Hawa sunyi yang menyelimuti rumah membuat Shayra menyadari bahwa tidak banyak orang yang menghuni rumah tersebut. Mungkin juga yang orang yang berada di rumah sekarang juga hanya mereka bertiga.
Ah, sialan. Kalau begitu Shayra harus meningkatkan tingkat kewaspadaannya, mengingat empunya rumah adalah laki-laki mesum yang dua tahun silam pernah melecehkannya.
Shayra menghela nafas dan melotot tajam. "Kamu gila, ya." Hanya itu yang dapat Shayra katakan setelah menyadari apa yang barusan terjadi. "Menyeretku paksa kemari cuma buat masak! Gila, dasar kamu gila."
"Tante, Gio beneran sudah lapar ..." cicit Gio menyela.
"Yasudah, ni--eh pesanan Dinda mana, ya?" Shayra tersadar ketika berniat memberikan pesanan ngidamnya Dinda saja untuk dimakan oleh Gio, tapi ternyata sudah menghilang entah kemana. "Sejak kapan gak ada ditanganku?" Sambungnya heran meminta penjelasan kepada Adien.
"Aku tidak tahu." Adien menatap acuh tak peduli.
"Tapi dari tadi kitakan selalu bersama, mana mungkin kamu enggak tahu?"
"Dari tadi kamu juga sibuk memeganginya bahkan saat tanganmu sedang dilakban dan akupun tak tahu bagaimana itu bisa hilang? Lagipula kenapa aku harus mengetahui kemana hilangnya kemana."
"Haru--"
"Tante, Om. Gio lapar." Sela Gio kembali.
Gio menjadi menjadi jengkel menyaksikan perdebatan yang seakan tak berujung.
Dua orang dewasa dihadapannya dari tadi terus saja berdebat tanpa memperdulikannya. Bahkan keluhan laparnya diabaikan lalu keduanya kembali asik berdebat.
"Om, Tan--"
"Berisik!!" Bentak keduanya kesal pada Gio membuat bocah itu menunduk takut.
"Tapi Gio udah lapar bangat ..." cicit Gio takut dan dengan suara pelan.
"Kamu dengar Gio sudah lapar. Jadi pergilah masak." Perintah Adien tak ingin dibantah.
"Iya-iya! Aku masak. Tetapi, setelah itu jangan lupa mengantarku pulang."
"Tante ayok, masakin Gio. Udah lapar nihhh ..." Gio kembali bersinar setelah mendengar ucapan pamannya.
Berbeda dengan Shayra yang jadi murung mau tak mau segera melakukan perintah Adien. Sebab tak betah berlama-lama dan ingin segera pergi. Jadi dia iyakan dan turuti saja agar urusannya segera kelar, meski tak ihklas.
TBC
Shayra mememani Gio yang merupakan keponakan dari Adien si pria brengsek. Bocah itu memakan makan malam yang dimasak oleh Shayra sebelumnya. Sambil menemaninya Shayra menikmati es krim yang ditemukannya di dalam kulkas Adien.Tiga cup es krim telah masuk ke dalam perut Shayra ludes dihabiskannya tanpa sisa, tapi bocah bernama Gio itu belum juga menghabiskan makanannya. Bukannya bocah itu tak suka dengan apa yang dimakannya, tapi cara makan Gio memanglah lambat mirip siput. Tak ayal membuat Shayra sering mendengus kesal dibuatnya, namun Shayra tak protes dan menanggapinya dengan sesekali menggelengkan kepalanya dengan tak percaya.Waktu yang terus berjalan ditengah kegiatannya menunggui Gio selesai mengkabiskan makanannya yang tetamat lambat, mengakibatkan Shayra bosan."Gio makanannya digigit jangan diemut lamat-lamat," nasehat Shayra berharap bocah didepannya segera menghabiskan makan malamnya dengan cepat.
Dengan tidak punya pilihan, Shayra akhirnya terpaksa menginap di rumah Adien yang menurutnya brengsek dan mesum itu. Mau bagaimana lagi? andai pulangpun sudah terlalu larut ditambah Adien tak mau mengantarnya pulang. Jika masih nekat pergi pulang sendiri pun sudah tak memungkinkan, sebab hal itu sama saja membunuh diri sendiri.Pulang sendirian dijalan tengah malam menggunakan kendaraan umum, terlebih bagi seorang wanita jelas berpeluang menciptakan bahaya dan Shayra tak mau mengambil resiko tersebut.Lagipula mau pulang gimana? Keluar dari rumah Adien saja sekarang mustahil mengingat lelaki itu telah dengan seenaknya mengunci seluruh pintu rumahnya tanpa terkecuali dan hal itu membuat Shayra tak bisa keluar lewat pintu mana pun."Masih mau pulang?" Adien tiba-tiba masuk dan sudah berada didalam kamar tamu yang Shayra tempati.Sontak saja hal itu menyebabkan Shayra yang akan terlelap kembali membuka matanya, p
Shayra menatap layar monitor komputer di atas meja kerjanya dengan lesunya dan tak bersemangat. Wajahnya ditekuk, bibirnya mengerucut serta dahinya mengerut prustasi. Sesekali Gadis itu mendesah kasar mengingat penyebab dari alasannya menjadi sememprihatikan ini. Tidak lain adalah akibat Adien dan keinginan gilanya untuk menikahi Shayra.Ah, betapa malangnya nasib Shayra saat ini. Terus ditagih menikah oleh si berengsekk itu.Menikah atau bayar hutang!Bayar hutang atau menikah?!Kalimat itu tanpa dapat dienyahkan terus saja membayang mengganggu pikiran Shayra. Adien sudah seperti dept collector penagih hutang. Tiap ketemu selalu saja menuntut agar Shayra mengiyakan keinginan gilanya.Hal itu berdampak menyebabkan banyak pekerjaan Shayra menjadi tak beres, juga kerap kali membuat dirinya diomeli oleh penyihir kejam alias ibu Lisa atasan bermulut tajam itu."Kalau kamu t
"Ada apa, Shayra? Apa kamu kembali sakit tidak enak badan dan nggak enak makan, hmm ..." celetuk Dinda mengomentari kelakuan Shayra yang terus mengaduk makanannya tanpa nafsu untuk menghabiskannya."Hmmm ..." Shayra berdehem lesu tak tertarik menjawab pertanyaan Dinda, namun tetap saja Shayra memaksakan diri untuk menjawab agar Dinda tak sakit hati dan tidak merasa diacuhkan. "Ya ... mmm-aku sakit lagi. Sangat kesakitan menderita sakit lebih sakit dari penyakitku yang sebelum-sebelumnya.""Apa!!" Kaget Dinda berseru dengan suara lumayan kencang disertai petototan setelah mendengarkan pernyataan Shayra.Hal itu mengakibatkan orang-orang yang juga berada dikantin perusahaan menatap kearah mereka dengan herannya. "Maaf-maaf ..." sambung ibu hamil itu tersadar, meringis sambil menyengir malu menatap orang-orang yang menatapnya dengan aneh.Dinda kembali beralih menatap Shayra yang kelihatan keadaannya masih sama,
Sampai dirumahnya Shayra langsung memarkinkan mobil miliknya masuk garasi, kemudian keluar masuk rumah.Kebetulan garasi dirumahnya tersambung dengan dapur, sehingga Shayra tidak perlu repot balik kedepan. Dia hanya perlu masuk rumah melalui pintu penghubung.Gadis itu pun masuk melewati dapur dan berjalan menuju arah kamarnya yang berada dilantai dua."Fiuhhh ..." Shayra menghela nafas lelah menghamburkan dirinya ke atas tempat tidur milik sejenak sebelum kemudian ia menyambar handuk dan masuk kamar mandi."Aaarrggh, segarnya. Habis mandi tubuh terasa lebih enakan dan lebih rileks." Shayra berceloteh pada dirinya sendiri sambil mengibaskan rambut dan melilitnya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya tersebut.Shayra keluar dari kamar mandi dan hendak mengambil pakaiannya di dalam lemari, namun hal itu tidak jadi manakala, dua bola matanya menyaksikan layar handphone miliknya hidup dan teli
Shayra menghela nafasnya panjang sambil memperhatikan penampilan didepan cermin yang tepat berada daihapannya.Dress lima senti di atas selutut tanpa lengan membentuk tubuh ditambah high heels berwarna senada dengan dress yang dikenakannya, yakni merah menyala. Membuat Shayra tampil cantik dan begitu seksi."Benar-benar sudah mirip jalang." Shayra meringis ngeri melihat pantulan dirinya. "Ch, jika sudah begini aku makin percaya mama sedang bersungguh-sungguh mau menjualku. Hahhh, bagaimana mungkin mama setega itu, sih? Ah tapi bisa saja begitu, mengingat mama selalu kelihatan kewalahan menghadapiku. Ya, tuhan aku harap apa yang aku pikirkan sekarang semoga saja tidak menjadi kenyataan ...." Tambahnya berpikir takut dan waspada.Namun meski demikian Shayra tidak mencoba kabur dan berusaha menepis bayang buruk pemikirannya tentang mamanya yang katanya akan menjual dirinya."Tidak-t
Karina tersenyum tak enak hati pada para tamunya, merasakan malu akibat perkataan putrinya. Shayra membuatnya naik pitam bernafas kasar, kemudian karena tak tahan Karina menarik anaknya dari sana serta membawanya menjauh setelah pamit sebentar.Ia memaksa Shayra mengikuti langkahnya dan menuju dapur.Terlebih dahulu Karina berjaga-jaga memastikan keadaan aman tidak akan ada yang mendengar ucapan yang akan diberikannya kepada Shayra."Apa-apaan kamu, Shayra! Menolak lamaran Adien laki-lali mapan, banyak uang serta dapat menjamin kamu hidup mapan dan mempertanggung jawabkan kebahagianmu. Apa kamu botoh, tolol dan sedang tidak bisa menggunakan pikiranmu? Hahh!!" Omelnya marah memperingatkan putri satu-satunya itu."Tapi dia it--""Apa!!" Bentak Mamanya memotong kalimat Shayra yang belum selesai. "Tidak usah beralasan, Mama malas dengar. Mama nggak mau tahu pokoknya kamu terima lamaran Adien.""Tida
Setelah acara lamaran resmi keluarga Adien padanya yang berlangsung dirumahnya. Shayra yang tidak mampu menolak dan dengan paksaan Shayra menyetujuinya.Akan tetapi bukan Shayra Anindya namanya jika begitu mudahnya pasrah, karena kenyataannya tidaklah sesimpel itu. Dipaksa menikah bukanlah kisah hidup seorang Shayra Anindya.Setidaknya apapun hasilnya suatu saat nanti, Shayra akan berjuang sekuat tenanganya, menolak Adien yang teramat gigih ingin menikahinya.Lisa seorang penyihir yang doyan mengancam memecatnya saja Shayra selalu lawan, apalagi sebuah rencana pernikahan yang menurutnya hanyalah akal-akalan Adien untuk balas dendam.Shayra percaya semua yang Adien lakukan hanyalah sebuah ajang balas dendamnya saja, untuk sebuah tamparan yang pernah Shayra layangkan ke pipinya. Tapi sayangnya harus tetap dalam mimpinya, karena Shayra takkan memberikan kesempatan Adien untuk menyakitinya.Mau seperti apapun dan bagaimanapun Adien berusaha menikahiny