Tiga hari berlalu setelah Sara memutuskan untuk memberitahu tentang kehamilannya pada Ethan, namun lelaki itu masih tidak memberikan respon apapun ataupun juga menghubunginya. Seharian Sara memandangi ponselnya, harap-harap Ethan menghubunginya atau setidaknya mengirimkan pesan singkat.
Ethan seolah-olah telah membuangnya begitu saja, dan pergi dengan menyuguhkan pemandangan punggungnya yang menjauh hilang.
Namun tidak ada pesan apapun, Ethan seperti tenggelam bak batu yang di lemparkan ke danau. Padahal dulu, saat hubungan Sara dan Ethan masih seperti biasa. Ketika Sara masih sering mengunjungi apartemen milik Ethan hampir setiap malam, dan menghabiskan malam di sana. Ethan selalu mengiriminya pesan setiap saat, tanpa henti.
Tetapi kini, nihil. Hanya ada puluhan pesan dari Jooin yang masih saja meneror Sara dengan segala macam pertanyaannya, menyuruh agar Sara makan tepat waktu, tidur tepat sebelum jam sembilan malamㅡJooin benar-benar memperlakukan Sara seperti anak kecilㅡsetiap hari.
Kendati demikian, walaupun Ethan tidak mencari Sara. Wanita itu masih saja berharap, menantikannya tanpa bosan. Terus berpikir positif, mendoktrin pikirannya, 'Ethan pasti sibuk, karena itu dia belum menghubunginya'.
Gadis itu masih belum juga sadar.
Dengan langkah gontai, Sara berjalan menuju ruang tamu. Duduk di sofa, satu tangannya meraih remote televisi. Hari ini ia sengaja tidak datang ke kantor, tidak mungkin ia datang jika tubuhnya saja terasa lemas bukan main. Untuk berjalan keluar dari kamar saja rasanya sulit, Sara tidak ingin sampai pingsan di kantor. Akan sangat berbahaya jika itu terjadi, apalagi jika ayahnya sampai tahu.
Ketika Sara sibuk menonton televise dengan bosan, suara bell apartemen mengalihkan perhatian Sara. Keningnya berkerut, menatap pintu apartemen kebingungan. Itu jelas tidak mungkin Jooin mengingat kakaknya yang super posesif itu kini tengah bekerja di luar kota.
Bell kembali berbunyi, membuat Sara terpaksa beranjak untuk melihat siapa gerangan orang yang bertamu di jam sepagi ini.
Manik Sara menyipit, mencari tahu siapa yang datang lewat layar intercom. Kening gadis itu semakin berkerut heran, mendapati punggung seseorang yang berbalut jas hitam di balik pintu.
Sara menghela tipis, bisa jadi itu suruhan ibunya. Satu tangan Sara menarik pegangan pintu, membuka pintu lebar-lebar.
Mendengar suara pintu yang terbuka di belakangnya, orang tersebut berbalik dengan seulas senyum terpatri di bibirnya. "Ternyata benar, kau di sini."
Wajah Sara berubah kaku, meski tidak kentara. Sara merasakan jantungnya berpacu cepat, tanpa sadar tangannya mengepal erat, tanpa bisa di cegah ia merasakan dirinya menjadi cemas bukan main.
Senyum yang sebelumnya terpatri indah di bibir orang tersebut mendadak lenyap, tepat ketika maniknya menemukan wajah Sara yang pucat pasi.
"Kau baik-baik saja?" Satu tangannya menyentuh pipi kanan Sara dengan ekspresi khawatir.
Gawat, Kim Dojun sudah kembali. Tunangannya itu ternyata telah kembali dari London, dan ini bukanlah hal baik. Ini bencana Kim Sara!
...
Sekitar beberapa tahun sebelumnya.
Malam itu, hujan turun cukup deras. Padahal niat awalnya, Sara hanya ingin mendinginkan kepalanya yang berdenyut akibat perintah ayahnya tadi siang. Perjodohan.
Sara ingin menolak, membangkang, atau setidaknya mengatakan tidak. Tapi, sekali lagi Sara bukan gadis yang seperti itu. Alih-alih menolak, Sara justru mengiyakan dengan senyum terpatri di bibir tipisnya.
Kedua orang tua Sara selalu mendidik kedua anaknya dengan begitu keras, mereka membesarkan Sara dan Jooin menggunakan uang, bukan dengan kasih sayang. Mengajarkan Sara untuk selalu menjadi gadis yang patuh dan penurut.
Sara menghembuskan napas panjang, menatap jalanan yang lenggang sebab hujan tengah mengguyur sebagian kota Seoul. Terpaksa Sara harus terjebak di halte bis.
Sempat terbesit pemikiran untuk datang ke salah satu club di pinggiran jalan, namun sekali lagi Sara mengingat kembali bagaimana reaksi ayahnya jika beliau mengetahui putri bungsunya bermain di tempat laknat itu. Ayahnya pasti akan murka dan menghukumnya.
Jadi, alih-alih ke tempat hiburan sejenis club malam. Sara memilih berjalan tanpa arah menyusuri trotoar, melangkah mengikuti ke mana kedua kakinya bergerak. Sampai hujan tiba-tiba turun dan membuat Sara terjebak di halte bis sendirian.
Parahnya, ponsel Sara mati kehabisan daya, jadi Sara tidak bisa menghubungi Jooin. Ah, kakaknya yang super posesif itu kini pasti sedang kelabakan mencarinya saat ini. Pasti, mengingat sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, dan Sara belum kembali ke rumah.
Tidak mungkin juga untuk Sara berlari menerobos hujan, jarak rumahnya terlalu jauh bahkan sangat jauh dari tempatnya kini berada.
Sara benci hujan, bukan apa-apa. Hanya saja, hujan selalu membuat Sara berakhir kesakitan mengingat fisiknya yang begitu payah. Terkena hujan sedikit, maka di pastikan keesokan harinya ia akan demam berhari-hari. Sara sering mengalaminya.
Ketika Sara sibuk menghalau udara dingin yang menusuk ke tulang, mengeratkan mantel yang untungnya sempat ia kenakan. Sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya, membuat gadis itu mengernyit bingung.
Sampai ketika kaca mobil tersebut turun, menampakkan wajah tampan seorang lelaki dengan senyum tipis di bibirnya. Sara mendadak merasakan gelenyar asing dalam dirinya, entah apa itu. Sara sendiri tidak yakin, ini pertama kalinya Sara merasakan perasaan semacam itu terhdap.
"Butuh tumpangan?" Si lelaki menawarkan diri.
Sara segera menyadarkan dirinya dari keterkejutan singkat itu, sudut bibirnya terangkat menampilkan seringai samar. Ada apa dengan dirinya?
"Tidak, terima kasih."
Kata-kata Sara terdengar sinis, namun percayalah. Sara mencoba bersikap seramah mungkin, mengingat dengan siapa dia tengah berbicara saat itu. Hanya dengan sekali lihat, Sara jelas tahu siapa yang duduk di balik kemudi mobil Ferrari merah tersebut. Semua orang tahu siapa dia. Terutama orang-orang yang berkecimpung di dunia bisnis.
Si lelaki tertawa tanpa suara, "Aku bukan orang jahat, kau bisa percaya padaku," katanya, lalu membuka pintu mobil di sebelah kemudi.
Tentu saja Sara tahu, dia memang bukan orang jahat yang akan membunuh ataupun memperkosa orang sembarangan dari pinggir jalan. Sara tahu Ethan Lee bukan jenis lelaki seperti itu.
Meski sedikit ragu, Sara akhirnya menerima tawaran Ethan. Mungkin Ethan memang berbahaya, tapi akan sangat lebih berbahaya lagi jika Sara menolak tawaran Ethan dan berdiri sendirian sampai hujan yang entah sampai kapan akan reda di halte bis. Ada banyak sekali penjahat jalanan yang bisa kapan saja datang.
"Sebuah keputusan bagus, di luar sana banyak penjahat berkeliaran bebas. Terutama ini sudah larut, dan hujan sedang turun. Orang-orang gila pasti sedang mencari mangsa mereka." Ethan mulai mengoceh, menghidupkan mesin mobil. Melirik singkat pada Sara dengan senyum tipis sebelum kemudian fokus pada kemudi.
Perkataan Ethan entah mengapa bisa sama persis seperti yang ada di kepala Sara, seolah lelaki itu bisa membaca pikiran Sara. Tapi bukan itu yang membuat Sara tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok lelaki di sebelahnya.
Ethan menoleh, "benar bukan?"
Sara terkesiap, mengerjap beberapa kali setelah tersadar dari lamunan singkatnya. "Benar." Sara pun membenarkan.
"Jika aku tidak salah, kau putri Kim Jisang bukan?" Ethan kembali berbicara, tanpa menoleh ke arah Sara.
Kening Sara berkerut, sedikit terkejut Ethan ternyata mengetahui siapa dirinya. Lalu kemudian mobil yang keduanya tumpangi berhenti melaju, Sara melirik ke depan, di mana lampu merah di perempatan itu menyala.
Kembali Sara menoleh pada Ethan, lelaki itu ternyata tengah menatapnya lekat, menanti jawaban yang akan keluar dari bibir Sara.
"Hm, kau benar."
Ethan melepaskan tangan kanannya dari kemudi, mengulurkannya pada Sara. "Perkenalkan, aku Ethan. Ethan Lee."
Sara tanpa ragu meraih tangan yang tersodor tersebut, hangat.
"Aku sering melihatmu, tapi baru kali ini bisa menyapamu langsung." Lagi, Ethan kembali berbicara. Jelas sekali Ethan bukan tipe orang yang tidak canggung dengan orang baru, tidak seperti Sara.
Sara tersenyum tipis, "Kim Sara."
Seperti yang Ethan katakan, keduanya memang sering kali bertemu dalam beberapa kesempatan. Tapi belum pernah bertegur sapa sekalipun, apalagi berbicara santai seperti sekarang ini.
Ethan mungkin memang bukan penjahat gila yang membunuh orang menggunakan pisau dengan sembari menampilkan senyum manis di bibirnya, bukan juga jenis orang yang membunuh orang dengan sadis tanpa belas kasih.
Tapi, Ethan Lee adalah lelaki yang bisa membuat setiap wanita terjatuh ke dalam pesonanya, membuat wanita datang padanya tanpa di minta. Sampai ketika si wanita jatuh sejatuh-jatuhnya, dia akan membuat si wanita mati rasa akan segala hal karena cintanya.
[]
Lagi, lagi, dan lagi.Morning sicknessitu membuat Sara kelabakan, walaupun tidak seburuk beberapa hari belakangan. Meski begitu, tetap saja ini menjengkelkan. Setiap kali Sara menelan sedikit saja makanan, maka beberapa menit selanjutnya akan keluar kembali dengan sia-sia.Untung saja Sara masih bisa memakan buah-buahan sebagai pengganti nasi, jadi gadis itu tidak perlu khawatir dengan perutnya yang tidak mendapatkan asupan cukup, di tambah vitamin yang Dokter Park berikan.Ah, dokter tampan itu. Dia kenalan Ethan, meski tidak terlalu dekat. Sara masih ingat betul penuturan Dokter Park saat Sara pertama kali mengetahui tentang kehamilannya, ketika ia mengecek kesehatannya.'Kondisi fisikmu yang tidak baik, berpengaruh terhadap janinnya. Dia menjadi lemah. Karena itulah morning sickness-mu jadi separah itu.'Sara tidak menyalahkan janin yang baru berusia lima minggu lebih, yang kini bersemayam di rahimnya, tidak juga menyalahka
Aroma familier memenuhi penciuman Sara, tepat ketika ia perlahan membuka kedua matanya. Dan yang ia dapatkan adalah kepalanya yang berdenyut, setelah kesadaran menyeret Sara dari alam bawah sadar.Rumah sakit, batin Sara. Ketika penciumannya sadar pada aroma obat-obatan yang ia hirup, juga ngilu di tangannya kanannya yang berasal dari jarum infus.Dojun! Sontak Sara bergerak bangun, meski denyutan di kepalanya semakin menjadi. Mendadak Sara menjadi cemas. Lelaki itu, jika memang Dojun yang membawanya, besar kemungkinan Dojun tahu kondisinya saat ini.Sara menatap panik seluruh ruangan, namun di sana tidak ada siapa pun selain dirinya. Dojun tidak ada di sini, dan itu semakin membuat Sara tidak bisa menenangkan dirinya.Sara tanpa sadar memainkan jemarinya, maniknya menatap penuh cemas pada pintu yang tertutup rapat.Sampai ketika beberapa lama berlalu, ketika Sara tengah mencoba meredakan ketegangan yang memenuhi dirinya. Pintu tersebut terbuka leb
Hari itu Sara kembali bertemu Ethan lagi, setelah selama hampir satu bulan mengenal lelaki Lee itu. Sara semakin terpesona pada Ethan, Sara akui Ethan itu terlalu memikat. Ethan Lee sangat sulit untuk di abaikan begitu saja.Di dalam mobil yang penuh dengan aroma Ethan. Sara mulai berpikir. Mungkin, Ethan merupakan sebuah pilihan yang takdir berikan padanya. Sara benar-benar buntu, kepalanya mulai gila karena memikirkan itu.Sara berharap, dalam sudut hatinya. Mungkin Ethan lah orangnya, yang akan membawa Sara keluar dari lingkar keluarganya yang teramat menuntut.Berharap, kedatangan Ethan membuat keadaan menjadi lebih baik. Seperti yang terjadi di dalam drama atau novel-novel picisan. Ethan datang, menyelamatkannya dari perjodohan konyol ini.Terdengar tidak masuk akal, jelas itu hanyalah angan yang mampir di benak Sara. Wanita itu terlalu kalut."Aku harus mampir ke suatu tempat, tak apa 'kan?" Et
Pagi ini, seperti biasa Sara harus menghabiskan waktunya di kamar mandi selama hampir satu jam lamanya, memuntahkan semua sarapan yang bahkan baru beberapa suap masuk ke dalam mulutnya.Menyiksa, tentu saja. Hanya saja, Sara tidak keberatan dengan itu. Entah itu morning sickness yang kata dokter tidak seperti wanita hamil lainnya, mengingat daya tahan tubuh Sara tidak bagus. Ataupun pening yang selalu menderanya di sela-sela waktu bekerja, Sara sudah terlalu biasa dengan segala jenis kesakitan. Seolah sakit raga maupun batinnya sudah menjadi makanan Sara setiap harinya.Sara mendongak, menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat dengan jelas bagaimana menyedihkan dirinya, rambut yang di kuncir asal, kantung mata hitam melingkar, juga sudut bibirnya yang masih memperlihatkan luka bekas tamparan ayahnya kemarin.Dengan langkah gontai, Sara membawa kembali dirinya ke dapur. Sepertinya hari ini Sara tidak bisa makan bubur lagi, itu hanya akan berak
Suara gemericik air yang berasal dari arah kamar mandi memecah keheningan suasana kamar milik Sara, menandakan jika seseorang di dalam kamar mandi sana masih melakukan aktivitasnyaㅡmandi.Sedangkan si pemilik kamar, hanya bungkam dengan selimut membalut tubuh polosnya. Irisnya sesekali mengerjap, menatap tanpa ekspresi pada jendela kamar, di mana matahari semakin tinggi.Ethan benar-benar membuktikan ucapannya, dia menyentuh Sara dengan begitu kasar. Menunjukkan dengan jelas kepada Sara, jika Ethan murka.Dalam setiap sentuhannya, Ethan seolah memberitahu Sara. Bahwa Ethan murka, marah, kesal, dengan terang-terangan di ujung pelepasannya di barengi sebuah tamparan Ethan mengatakan sumpah serapah, jika ia begitu membenci Sara.Sara tidak peduli, entah itu pada ungkapan kebencian Ethan di saat klimaksnya. Ataupun perlakuan kasarnya pada tubuh Sara, begitu juga ucapan menyakitkan yang acap kali keluar dari bibir Ethan.Yang Sara khawatirkan h
‘Jadi, maksudmu dia hamil anakmu begitu?'"Mungkin." Nada suara Ethan terdengar tidak meyakinkan untuk si lawan bicara.'Eh? Kau terdengar tidak yakin. Ah, sudah kuduga, akhirnya kau mendapatkan karma eh?'"Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang terpikirkan olehku hanya menyuruhnya membunuh anak itu."Seseorang di dalam panggilan itu tertawa rendah singkat seolah ucapan mengerikan Ethan bukan hal serius, kembali membalas.'Karena itu kau menghubungiku, begitu? Kau butuh solusi Tuan Lee?'"Sepertinya."Si lawan bicara tidak memberikan balasan lagi, untuk beberapa saat hening menyelimuti keduanya.'Ya Lee Ethan.'Si lawan bicara berkata dengan nada meremehkan,'Kau ini Ethan Lee, si pengusaha muda sukses yang memiliki harta berlimpah di setiap sudut tempat. Kau memiliki segalanya.'Kening Ethan berkerut tidak mengerti mendengar penuturan orang itu, "Lalu? Janga
Perasaan bangga memenuhi diri Ethan, kedua tungkainya melangkah lebar dengan sudut bibir terangkat. Menyusuri koridor yang sedikit lenggang, mengingat jam kerja kantor di mulai satu jam lagi. Tentu, ini masih terlalu pagi untuk para pegawai datang.Perasaan Ethan sedang dalam keadaan baik, bahkan sangat baik. Sampai-sampai mendadak jadi begitu bersemangat datang ke tempat kerja lebih awal, tidak seperti biasanya.Entahlah, Ethan hanya sedang merasa senang. Ini lebih dari sekedar memenangkan tender dengan nilai selangit. Perasaan ini, lebih dari itu.Alasannya sederhana, hanya membayangkan Kim Sara dalam genggamannya, miliknya, seutuhnya.Ada apa dengan dirinya? Mengingat itu semua saja, sudah mampu membuat Ethan menyeringai tipis, di sela-sela langkahnya yang melangkah di koridor.Ahh, itu sungguh luar biasa.Batin Ethan.Ethan terlalu fokus pada lamunannya, sehingga t
The Kim's.Itulah sebutan yang melekat dalam garis keturunan keluarga besar Sara. Jika ada orang yang mengatakan nama itu, kebanyakan orang akan berpikir. 'Ah, mereka keturunan yang memiliki wajah tidak wajar itu.'Kurang lebih seperti itu.Hanya lewat desas-desus dan gosip dari mulut ke mulut, Ethan hanya tahu sebatas itu, Ethan tidak pernah melihatnya secara langsung. Tetapi, jika melihat bagaimana Kim Jisang juga kedua anaknya, dan juga jangan lupakan si idol Kim Taekyung yang katanya sepupu dari Sara. Mereka memang memiliki semua kriteria yang orang-orang sebutkan. Sepertinya Ethan harus mengakui semua yang dikatakan orang-orang.Terutama setelah Ethan melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri, siapa dan bagaimana ituThe Kim's.Keluarga Sara memanggil Ethan, memintanya untuk datang ke dalam sebuah makan malam keluarga Kim. Semua anggota keluarga Kim datang, berkumpul di rumah nenek SaraㅡKim Dain. Anggota ter