Share

02. Your Smile

Tiga hari berlalu setelah Sara memutuskan untuk memberitahu tentang kehamilannya pada Ethan, namun lelaki itu masih tidak memberikan respon apapun ataupun juga menghubunginya. Seharian Sara memandangi ponselnya, harap-harap Ethan menghubunginya atau setidaknya mengirimkan pesan singkat.

Ethan seolah-olah telah membuangnya begitu saja, dan pergi dengan menyuguhkan pemandangan punggungnya yang menjauh hilang.

Namun tidak ada pesan apapun, Ethan seperti tenggelam bak batu yang di lemparkan ke danau. Padahal dulu, saat hubungan Sara dan Ethan masih seperti biasa. Ketika Sara masih sering mengunjungi apartemen milik Ethan hampir setiap malam, dan menghabiskan malam di sana. Ethan selalu mengiriminya pesan setiap saat, tanpa henti.

Tetapi kini, nihil. Hanya ada puluhan pesan dari Jooin yang masih saja meneror Sara dengan segala macam pertanyaannya, menyuruh agar Sara makan tepat waktu, tidur tepat sebelum jam sembilan malamㅡJooin benar-benar memperlakukan Sara seperti anak kecilsetiap hari.

Kendati demikian, walaupun Ethan tidak mencari Sara. Wanita itu masih saja berharap, menantikannya tanpa bosan. Terus berpikir positif, mendoktrin pikirannya, 'Ethan pasti sibuk, karena itu dia belum menghubunginya'.

Gadis itu masih belum juga sadar.

Dengan langkah gontai, Sara berjalan menuju ruang tamu. Duduk di sofa, satu tangannya meraih remote televisi. Hari ini ia sengaja tidak datang ke kantor, tidak mungkin ia datang jika tubuhnya saja terasa lemas bukan main. Untuk berjalan keluar dari kamar saja rasanya sulit, Sara tidak ingin sampai pingsan di kantor. Akan sangat berbahaya jika itu terjadi, apalagi jika ayahnya sampai tahu.

Ketika Sara sibuk menonton televise dengan bosan, suara bell apartemen mengalihkan perhatian Sara. Keningnya berkerut, menatap pintu apartemen kebingungan. Itu jelas tidak mungkin Jooin mengingat kakaknya yang super posesif itu kini tengah bekerja di luar kota.

Bell kembali berbunyi, membuat Sara terpaksa beranjak untuk melihat siapa gerangan orang yang bertamu di jam sepagi ini.

Manik Sara menyipit, mencari tahu siapa yang datang lewat layar intercom. Kening gadis itu semakin berkerut heran, mendapati punggung seseorang yang berbalut jas hitam di balik pintu.

Sara menghela tipis, bisa jadi itu suruhan ibunya. Satu tangan Sara menarik pegangan pintu, membuka pintu lebar-lebar.

Mendengar suara pintu yang terbuka di belakangnya, orang tersebut berbalik dengan seulas senyum terpatri di bibirnya. "Ternyata benar, kau di sini."

Wajah Sara berubah kaku, meski tidak kentara. Sara merasakan jantungnya berpacu cepat, tanpa sadar tangannya mengepal erat, tanpa bisa di cegah ia merasakan dirinya menjadi cemas bukan main.

Senyum yang sebelumnya terpatri indah di bibir orang tersebut mendadak lenyap, tepat ketika maniknya menemukan wajah Sara yang pucat pasi.

"Kau baik-baik saja?" Satu tangannya menyentuh pipi kanan Sara dengan ekspresi khawatir.

Gawat, Kim Dojun sudah kembali. Tunangannya itu ternyata telah kembali dari London, dan ini bukanlah hal baik. Ini bencana Kim Sara!

...

Sekitar beberapa tahun sebelumnya.

Malam itu, hujan turun cukup deras. Padahal niat awalnya, Sara hanya ingin mendinginkan kepalanya yang berdenyut akibat perintah ayahnya tadi siang. Perjodohan.

Sara ingin menolak, membangkang, atau setidaknya mengatakan tidak. Tapi, sekali lagi Sara bukan gadis yang seperti itu. Alih-alih menolak, Sara justru mengiyakan dengan senyum terpatri di bibir tipisnya.

Kedua orang tua Sara selalu mendidik kedua anaknya dengan begitu keras, mereka membesarkan Sara dan Jooin menggunakan uang, bukan dengan kasih sayang. Mengajarkan Sara untuk selalu menjadi gadis yang patuh dan penurut.

Sara menghembuskan napas panjang, menatap jalanan yang lenggang sebab hujan tengah mengguyur sebagian kota Seoul. Terpaksa Sara harus terjebak di halte bis.

Sempat terbesit pemikiran untuk datang ke salah satu club di pinggiran jalan, namun sekali lagi Sara mengingat kembali bagaimana reaksi ayahnya jika beliau mengetahui putri bungsunya bermain di tempat laknat itu. Ayahnya pasti akan murka dan menghukumnya.

Jadi, alih-alih ke tempat hiburan sejenis club malam. Sara memilih berjalan tanpa arah menyusuri trotoar, melangkah mengikuti ke mana kedua kakinya bergerak. Sampai hujan tiba-tiba turun dan membuat Sara terjebak di halte bis sendirian.

Parahnya, ponsel Sara mati kehabisan daya, jadi Sara tidak bisa menghubungi Jooin. Ah, kakaknya yang super posesif itu kini pasti sedang kelabakan mencarinya saat ini. Pasti, mengingat sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, dan Sara belum kembali ke rumah.

Tidak mungkin juga untuk Sara berlari menerobos hujan, jarak rumahnya terlalu jauh bahkan sangat jauh dari tempatnya kini berada.

Sara benci hujan, bukan apa-apa. Hanya saja, hujan selalu membuat Sara berakhir kesakitan mengingat fisiknya yang begitu payah. Terkena hujan sedikit, maka di pastikan keesokan harinya ia akan demam berhari-hari. Sara sering mengalaminya.

Ketika Sara sibuk menghalau udara dingin yang menusuk ke tulang, mengeratkan mantel yang untungnya sempat ia kenakan. Sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya, membuat gadis itu mengernyit bingung.

Sampai ketika kaca mobil tersebut turun, menampakkan wajah tampan seorang lelaki dengan senyum tipis di bibirnya. Sara mendadak merasakan gelenyar asing dalam dirinya, entah apa itu. Sara sendiri tidak yakin, ini pertama kalinya Sara merasakan perasaan semacam itu terhdap.

"Butuh tumpangan?" Si lelaki menawarkan diri.

Sara segera menyadarkan dirinya dari keterkejutan singkat itu, sudut bibirnya terangkat menampilkan seringai samar. Ada apa dengan dirinya?

"Tidak, terima kasih."

Kata-kata Sara terdengar sinis, namun percayalah. Sara mencoba bersikap seramah mungkin, mengingat dengan siapa dia tengah berbicara saat itu. Hanya dengan sekali lihat, Sara jelas tahu siapa yang duduk di balik kemudi mobil Ferrari merah tersebut. Semua orang tahu siapa dia. Terutama orang-orang yang berkecimpung di dunia bisnis.

Si lelaki tertawa tanpa suara, "Aku bukan orang jahat, kau bisa percaya padaku," katanya, lalu membuka pintu mobil di sebelah kemudi.

Tentu saja Sara tahu, dia memang bukan orang jahat yang akan membunuh ataupun memperkosa orang sembarangan dari pinggir jalan. Sara tahu Ethan Lee bukan jenis lelaki seperti itu.

Meski sedikit ragu, Sara akhirnya menerima tawaran Ethan. Mungkin Ethan memang berbahaya, tapi akan sangat lebih berbahaya lagi jika Sara menolak tawaran Ethan dan berdiri sendirian sampai hujan yang entah sampai kapan akan reda di halte bis. Ada banyak sekali penjahat jalanan yang bisa kapan saja datang.

"Sebuah keputusan bagus, di luar sana banyak penjahat berkeliaran bebas. Terutama ini sudah larut, dan hujan sedang turun. Orang-orang gila pasti sedang mencari mangsa mereka." Ethan mulai mengoceh, menghidupkan mesin mobil. Melirik singkat pada Sara dengan senyum tipis sebelum kemudian fokus pada kemudi.

Perkataan Ethan entah mengapa bisa sama persis seperti yang ada di kepala Sara, seolah lelaki itu bisa membaca pikiran Sara. Tapi bukan itu yang membuat Sara tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok lelaki di sebelahnya.

Ethan menoleh, "benar bukan?"

Sara terkesiap, mengerjap beberapa kali setelah tersadar dari lamunan singkatnya. "Benar." Sara pun membenarkan.

"Jika aku tidak salah, kau putri Kim Jisang bukan?" Ethan kembali berbicara, tanpa menoleh ke arah Sara.

Kening Sara berkerut, sedikit terkejut Ethan ternyata mengetahui siapa dirinya. Lalu kemudian mobil yang keduanya tumpangi berhenti melaju, Sara melirik ke depan, di mana lampu merah di perempatan itu menyala.

Kembali Sara menoleh pada Ethan, lelaki itu ternyata tengah menatapnya lekat, menanti jawaban yang akan keluar dari bibir Sara.

"Hm, kau benar."

Ethan melepaskan tangan kanannya dari kemudi, mengulurkannya pada Sara. "Perkenalkan, aku Ethan. Ethan Lee."

Sara tanpa ragu meraih tangan yang tersodor tersebut, hangat.

"Aku sering melihatmu, tapi baru kali ini bisa menyapamu langsung." Lagi, Ethan kembali berbicara. Jelas sekali Ethan bukan tipe orang yang tidak canggung dengan orang baru, tidak seperti Sara.

Sara tersenyum tipis, "Kim Sara."

Seperti yang Ethan katakan, keduanya memang sering kali bertemu dalam beberapa kesempatan. Tapi belum pernah bertegur sapa sekalipun, apalagi berbicara santai seperti sekarang ini.

Ethan mungkin memang bukan penjahat gila yang membunuh orang menggunakan pisau dengan sembari menampilkan senyum manis di bibirnya, bukan juga jenis orang yang membunuh orang dengan sadis tanpa belas kasih.

Tapi, Ethan Lee adalah lelaki yang bisa membuat setiap wanita terjatuh ke dalam pesonanya, membuat wanita datang padanya tanpa di minta. Sampai ketika si wanita jatuh sejatuh-jatuhnya, dia akan membuat si wanita mati rasa akan segala hal karena cintanya. 

[]

Komen (1)
goodnovel comment avatar
jiannaa
si Ethan kampret iiiih 😭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status