Hera duduk dengan tenang dikursinya sambil menikmati daging kelinci yang telah tersaji di atas meja makan besar.
Ada begitu banyak variasi olahan daging kelici hingga membuat Hera bingung harus mengambil yang mana terlebih dahulu.
Aroma dari masing-masing masakan berbahan utama daging kelinci itu sangat menggoda hidungnya.
Alhasil Hera mencobanya satu persatu. Meski tidak bisa melihat, Hera biasa menggunakan indra penciumannya dan menggunakan kedua tangannya sendiri untuk makan tanpa bantuan pelayan lagi sejak ia beranjak remaja.
"Yang Mulia, apakah Anda tidak ingin makan juga?"
Hera bertanya basa-basi. Karena Zeus sedari tadi hanya diam meski duduk sangat dekat dengannya.
"Aku makan yang masih hidup," balas Zeus tenang.
Hera langsung terdiam. Mendadak merasa mual kala membayangkan Zeus menikmati daging mentah yang masih berlumuran darah segar benar-benar menjijikan.
"Tempat ini sangat sepi. Apakah tidak ada orang lain selain kita berdua, Yang Mulia?"
"Habiskan dulu makananmu Hera."
"Aku sudah kenyang."
Zeus tampak mengerutkan keningnya, menatap Hera yang duduk diseberangnya lalu pada makanan di atas meja yang baru habis setengahnya saja.
Pria itu lalu memanggil salah seorang kepala pelayan yang sudah mengabdi selama belasan ribu tahun untuk menghadap padanya.
"Tanyakan semuanya pada Marrine."
Hera mengerutkan keningnya, sebelum tiba-tiba derap langkah kaki milik sesorang terdengar ditelinganya, masuk secara tergesa kedalam ruang makan.
Hera langsung menolehkan kepala kearah suara derap langkah itu berada.
Seorang wanita separuh baya menunduk hormat dihadapan mereka, terlebih pada King Demon Zeus.
Zeus hanya menatap datar sebelum akhirnya memilih bangkit berdiri hingga kursi yang di dudukinya terdengar berderit. Lalu kakinya melangkah menjauh meninggalkan Hera berdua saja dengan kepala pelayan Istans Darken disana.
"Senang bertemu dengan Anda Yang Mulia Ratu. Perkenalkan nama saya adalah Marrine. Kepala pelayan yang akan membimbing dan memperkenalkan Istana Darken kepada Anda."
Hera menganggukkan kepalanya kelewat semangat seraya tersenyum manis.
"Senang berkenalan denganmu Marrine."
***
"Istana Darken adalah kawasan tersembunyi. Letaknya telah dirahasiakan sejak ribuan tahun yang lalu. Jika dilihat dari depan, bagunannya hanya berupa Kastil biasa, namun ketika masuk lebih dalam Anda akan menemukan bangunan megah yang luas. Ada patung-patung mitologi yunani kuno yang terkenal tersebar disetiap sudut ruangan. Selama ribuan tahun, hanya orang-orang tertentu yang bisa menginjakkan kakinya di tempat ini Yang Mulia Ratu. "
Hera dituntun menuruni anak tangga dengan hati-hati.
Meski sesekali mereka berpindah tempat menggunakan portal, Hera akhirnya meminta Marrine untuk menjelaskannya sambil berjalan kaki saja.
Selain tidak biasa menggunakan portal dan itu sedikit banyak membuatnya pusing, Hera ingin merasakan aura setiap sudut Istana Darken yang katanya terkenal angker itu.
"Ruang pertemuan terletak di aula utama yang tepat berada dilantai pertama, lalu ruang makan dan beberapa ruangan lain seperti gudang berada dilantai dua. Perpustakaan, dan tempat peninggalan barang-barang bersejarah berada di lantai tiga, lalu di lantai empat hingga keenam adalah tempat berkumpul semua anggota penting kerajaan termasuk tuan Enrico.
"Sementara kamar King Demon Zeus dan ruang kerjanya, berada dilantai teratas Queen Hera."
Hera bisa membayangkan betapa luas, besar dan megahnya bangunan ini.
Namun suasana yang mencekam dan horor jelas terasa tiap kali menginjakan kedua kakinya di setiap sudut ruangan ini.
Ketika Hera telah tiba dilantai paling bawah, gadis itu masih tidak merasakan atau mencium aroma makluk lain yang tinggal disana.
Benar-benar sepi dan terasa mencekam.
"Dimana semua orang? Maksudku, orang-orang penting Istana dan para pekerja yang melayani King Demon Zeus?"
"Mereka semua bekerja ketika pagi buta dan akan pergi setelah matahari terbit Queen Hera. Lalu setelah matahari terbenam, mereka baru bisa kembali lagi ke Istana ini."
Hera mengernyitkan keningnya.
"Kenapa begitu? Apakah karena mereka takut sinar matahari, seperti vampir?"Marrine tersenyum kecil.
"Bukan takut matahari, tapi Istana Darken memang memiliki aturan seperti ini sejak ribuan tahun yang lalu."
"Jadi, aku akan tinggal di tempat yang semengerikan ini. Sangat sepi dan juga dingin, aku bahkan sangat yakin jika semua ruangan ditempat ini sangat gelap dana tanpa ada cahaya sama sekali."
Marrine mengangguk, membenarkan.
Wanita separuh baya itu akhirnya menggiring Hera untuk keluar Kastil Istana karena Hera yang ingin mendapatkan paparan sinar matahari pada kulit tubuhnya agar kulitnya itu tidak pucat, katanya.
Marrine lalu membantu Hera duduk disebuah bangku taman yang terletak tak jauh dari kolam kecil.
"Apakah disini ada taman bunga, Marrine?"
"Hanya beberapa pohon cemara, dan kolam kecil Queen Hera. Anda tidak akan bisa menemukan hal indah ditempat ini. Maafkan saya sebelumnya, karena faktanya memang Istana Darken sangat gelap dan jauh dari kesan indah, meskipun sangat megah."
Hera mengehela napas, tiba-tiba dia merindukan Goldenmoon Pack.
Meskipun hanya sebuah kerajaan kecil dan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Istana Darken. Hera merasa yakin jika Goldenmoon Pack bahkan jauh lebih indah dari Istana kegelapan ini.
"Marrine, dimana Yang Mulia Raja Zeus?"
Hera tiba-tiba merasakan tubuh Marrine yang menegang disebelahnya.
"Saya harap Anda tidak meminta untuk diantarkan kesana."
"Aku harus bicara dengannya sekarang."
"Tapi Queen, saat ini mungkin King Demon Zeus sedang sangat sibuk. Dan mengganggu Yang Mulia di saat-saat seperti itu sangat berisiko."
"Apa sangat sibuk sekali hingga aku dilarang untuk menemuinya?"
Marrine tetlihat meringis khawatir, "Saya yakin Anda akan sangat takut jika melihatnya."
"Aku buta Marrine, jangan khawatirkan aku. Seburuk apapun King Demon Zeus, dia tetap belahan jiwaku."
Marrine pada akhirnya mengangguk menyetujui dan segera membimbing Hera untuk berjalan kearah ruangan dimana King Demon Zeus berada.
Marrine membuka sebuah pintu yang mengarah langsung keruang bawah tanah, lalu membantu Hera melangkahkan kedua kakinya dengan sangat hati-hati masuk ke dalam sana.
Suara gaduh yang tidak bisa Hera definisikan dengan kata-kata itu terdengar begitu berisik, menakutkan dan membuat tubuhnya terasa menggigil.
Hera meremas pegangan tangan Marrine ketika gadis itu tiba-tiba mencium bau amis yang anyir ketika mereka sudah berdiri tak jauh dari ruangan gelap yang penuh dengan makhluk aneh terantai didalamnya.
Marrine merasa beruntung karena Hera tidak bisa melihat betapa buruk dan mengerikannya ruang bawah tanah itu.
Zeus yang merasakan kehadiran Hera langsung menoleh dengan cepat, melepaskan cekikannya pada leher siluman ditangannya begitu saja.
Zeus melesat cepat menghampiri Hera yang masih berdiri bersama Marrine.
Semua makhluk disana, termasuk Enrico segera mengambil sikap siaga agar tidak ada makhluk yang mengganggu atau bahkan melukai ratu mereka.
"Apa yang kalian berdua lakukan disini?"
"Aku ingin menemui Anda, Yang Mulia. Apakah aku mengganggu?"
Zeus menggeram, menatap Marrine tajam yang langsung menunduk kaku di sebelah Hera seraya meminta maaf tanpa suara.
"Aku mencium bau anyir darah yang sangat busuk. Apa kau tidak mual berada di tempat ini, Yang Mulia?"Zeus akhirnya menyerahkan semua tugas interogasi pada bawahannya.
Pria itu segera menuntun Hera keluar dari ruang penuh makhluk terkutuk itu dan masuk kedalam sebuah portal yang langsung membawa mereka kembali ke dalam kamar.
Hera mencebik kesal ketika merasakan ranjang lagi ketika tubuhnya sudah didudukkan.
"Yang mulia, apa kau tidak punya tempat lain selain kamar?"
"Kau mau bercinta di kolam ikan?"
"A-apa?"
Hera tergagap dan secara refleks mundur kebelakang sambil menggenggam sprei ranjang.
Zeus mendengus, sebelum membaringkan tubuh Hera kembali dengan cara yang benar.
"Tidurlah."
"Apa yang bisa aku lakukan selama tinggal disini. Tempat ini terasa asing dan juga dingin, aku bahkan tidak bisa menemukan satu orang pun di semua penjuru Istana."
"Apa yang biasa kau lakukan dikamarmu ketika masih tinggal di Goldenmoon Pack?"
Hera terdiam ketika merasakan Zeus naik ke atas ranjang tepat disebelahnya.
Pria itu lalu menarik tubuhnya hingga Hera merasakan dekapan hangat tubuh besar Zeus yang melingkupi tubuh mungilnya dari arah belakang.
"Ceritakan padaku. Semuanya."
Hera terdiam, bernostalgia.
"Aku hanya mengurung diri di dalam kamar. Tapi aku selalu ditemani banyak pelayan dan berbagi cerita atau melakukan hal-hal menyenangkan bertiga bersama Ana dan Jessy. Lalu setiap akhir pekan aku akan pergi jalan-jalan keluar Istana. Setelah bertemu Luna Alexa, gadis itu juga sering mengajakku menyiram tanaman dan berkeliling Packhouse istana. Di Goldenmoon Pack memiliki banyak sekali pelayan dan penjaga yang terkadang akan menyapa dan mengajakku berbincang-bincang. Mereka semua sangat ramah sehingga aku merasa nyaman. Tapi, ditempat ini terasa sangat sepi dan dingin, Yang Mulia. "
Zeus memejamkan kedua matanya.
"Lakukan apapun yang kau mau."Hera tersenyum kecil.
"Apa aku boleh merubah Istanamu?""Merubah?"
Hera menganggukan kepalanya kelewat antusias.
"Pekerjakan para omega ... ah tidak, maksudku para pelayan di Istana ini selama 24 jam. Aku ingin mengubah tanaman di dekat kolam menjadi bunga. Tirai di setiap jendela juga harus dibuka agar kilau matahari bisa masuk dan menghantarkan kehangatan di dalamnya. Aku juga .... "
"Kau melewati batasanmu Hera, merubah peraturan Istana adalah tindakan yang lancang."
Dalam sekejap senyum Hera langsung menghilang dan berganti menjadi raut wajah muram.
Sebagai anggota baru yang bahkan belum sehari menginjakkan kaki di kerajaan penuh kegelapan ini, Hera telah bersikap lancang dan menyalahi aturan.
Bukan berarti karena posisinya sebagai belahan jiwa Zeus, dia bisa bersikap seenaknya.
Dia terlalu mendewa, bahkan pada Zeus yang sangat dihormati dan ditakuti oleh semua makhluk imortal.
Zeus adalah seseorang yang terkenal bengis, kejam dan tak berperasaan. Seharusnya Hera beruntung karena sejauh ini, Pria iblis itu memperlakukan Hera dengan begitu baik, perhatian dan tidak pernah berlaku kasar.
Hera seharusnya tidak boleh terlalu banyak menuntut.
"Tidurlah."
Hera menurut, memilih memejamkan kedua matanya dan segera tidur.
Dalam dekapan hangat Zeus, Hera mengulas senyum tipis ketika mendapatkan sebuah kecupan di atas puncak kepalanya.
Hera mendekat secara naluriah dan memeluk tubuh besar Zeus semakin erat ketika gadis itu menginginkan kehangatan lebih.
Suara tirai yang dibuka, mengusik tidur Hera. Gadis itu langsung mengambil posisi duduk dengan nyaman di atas ranjang ketika merasakan seseorang yang berada di dalam kamarnya. Bukan Zeus, melainkan aroma tidak asing yang telah menemaninya sejak Hera masih kecil. "Anastasya, kau kah itu?" Anastasya tersenyum lembut saat mendengar Hera yang menyadari keberadaannya.
Zeus terbang diatas awan dengan sepasang sayap besarnya yang berwarna gelap.Pria iblis itu lalu turun dan segera mendaratkan sepasang kakinya di tepi lautan yang membentang luas.Tanpa dipanggil, seekor mermaid perempuan muncul dari dalam air dan tersenyum lebar ketika melihat Zeus berkunjung ke lautan tengah malam.Emerald berenang mendekat hingga tubuhnya terdampar ditepian laut.Gadis bersurai coklat itu kemudian berdiri lalu menunduk hormat dihadapan Zeus dengan tubuh manusianya."Apa yang membuat Yang Mulia penguasa kegelapan sampai jauh-jauh datang kemari? Apakah anda ingin mendapatkan pelayanan dari saya lagi, Yang Mulia Zeus?"Zeus menatap Emerald dengan tatapan mata nyalang menghunus tajam."Dimana Rajamu?""Apa yang Anda inginkan?""Aku ingin membunuhnya."Kepala Emerald tertunduk gugup.Aura hit
"Ana, bisakah kau ceritakan padaku apakah Istana Darken sekarang terlihat indah?"Ana mengulas senyum manis begitu Hera bertanya padanya.Seperti yang biasa Hera lakukan ketika masih tinggal di Goldenmoonpack, gadis itu membuka jendela dan merasakan sapuan angin yang menyapu kulit wajah hingga menerbangkan beberapa helai rambut panjangnya yang indah.
Hera terbaring di kamarnya dengan pikiran kosong. Gadis itu hanya terus melamun meski Ana dan Marrine sudah membujuknya untuk makan malam. Sejak siang hingga malam hari, Hera masih enggan menyentuh makanan yang disajikan oleh para pelayan istana. Bahkan ketika mereka ingin mengobati luka memar yang masih terlihat membekas di leher Hera, gadis itu melarang dan malah terus menjauhkan diri. Ana yang tidak pernah melihat Hera dalam keadaan seperti ini, merasa sangat cemas dan begitu khawatir. Biasanya jika sedang merajuk atau marah, Alpha Elios yang akan datang dan menenangkan adiknya. Namun ditempat ini, tidak ada Alpha Elios yang bisa membujuk Hera seperti biasa. "Ratu Hera, apakah anda tidak lapar? Kami sudah menyiapkan menu spesial .... " "Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?" Marrine ter
"Ratu Hera, apakah anda tidak ingin keluar untuk menghirup udara segar?"Diambang pintu masuk, Anastasya tampak berdiri disana dan mencoba mengajak Hera keluar karena gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat, seperti seseorang yang tidak lagi memiliki gairah hidup.Anastasya sangat cemas dan begitu khawatir karena mendapati wajah lesu Hera dan mata bengkaknya pertanda sehabis menangis.
Hera mengerjapkan kedua matanya, berusaha menyesuaikan cahaya dan mengambil posisi duduk diatas ranjang.Wanita itu tampak mengamati sekelilingnya, pada ruangan klasik super luas yang saat ini tengah Hera tempati. Hera bahkan merasakan tubuhnya juga terasa sangat ringan, seakan semua beban berat yang selama ini dipikulnya telah menghilang dari atas pundak."Apakah ini surga?" Hera bertanya-tanya dalam hati atau lebih tepatnya pada dirinya sendiri.Lalu menundukkan kepalanya, melihat kearah kedua tangan dan tubuhnya sendiri."Jadi, aku benar-benar sudah mati?"Cklek."Ratu Hera?"Hera terkesiap.Secara spontan, gadis itu langsung menoleh kearah asal suara lalu mengerjapkan kedua matanya bingung sekaligus bertanya-tanya, siapakah gerangan ketika dirinya melihat seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang tersampir di bahu sebelah kiri, yang tengah berdiri diambang pintu kamar H
Dengan tubuh bersimbah darah Zeus menatap bengis Darius.Wajah keduanya tak jauh berbeda, terdapat banyak luka menganga dan goresan penuh akan darah. Kedua iris mata mereka sama-sama berwarna merah menyala. "Bagaimana kau bisa menemukanku, heh?" Darius menyeringai sinis, menatap remeh Zeus yang tampak murka dengan urat-urat yang menonjol di lengan dan lehernya. "Apa sebenarnya maumu, keparat!" sentak Zeus marah. Darius malah tertawa keras, suara tawanya bahkan bahkan mampu menggetarkan bumi. Semua makhluk yang berdiri tak jauh dari mereka sampai bergidik ngeri karena mendengar suara Darius yang bergema di dalam hutan. Zeus dan Darius sama-sama seorang iblis sejati. Seorang penguasa kegelapan dengan tingkatan yang berbeda. Jika Zeus merupakan seorang penguasa kegelapan di bagian daratan, maka Darius adalah sang penguas
Gelap, dingin dan juga horor. Itulah kesan pertama yang Hera rasakan saat kedua kakinya melangkah masuk kedalam ruangan itu. Hera bahkan sampai merasakan bulu kuduknya berdiri ketika kedua kakinya melangkah semakin masuk, sampai pintu dibelakangnya tertutup dengan sendirinya hingga menimbulkan suara decitan pelan namun terdengar menakutkan. Hera berjengkit sedikit sambil mengusap pelan dadanya. Lalu kembali menatap ke arah depan untuk mengamati seluruh ruangan yang gelap itu. Ruang peristirahatan Zeus tersebut sangat luas, namun tidak ada apapun didalamnya kecuali sebuah ranjang putih bersih yang berada tepat di tengah-tengah ruangan. Tubuh besar Zeus telah dibaringkan disana, dengan pencahayaan minim yang hanya berasal dari dua lilin di sisi kanan kiri yang terpasang tak jauh dari tiang ranjang. Hera menahan napas ketika bisa melihat tubuh Zeus