Gelap, dingin dan juga horor.
Itulah kesan pertama yang Hera rasakan saat kedua kakinya melangkah masuk kedalam ruangan itu.Hera bahkan sampai merasakan bulu kuduknya berdiri ketika kedua kakinya melangkah semakin masuk, sampai pintu dibelakangnya tertutup dengan sendirinya hingga menimbulkan suara decitan pelan namun terdengar menakutkan.
Hera berjengkit sedikit sambil mengusap pelan dadanya. Lalu kembali menatap ke arah depan untuk mengamati seluruh ruangan yang gelap itu.
Ruang peristirahatan Zeus tersebut sangat luas, namun tidak ada apapun didalamnya kecuali sebuah ranjang putih bersih yang berada tepat di tengah-tengah ruangan.
Tubuh besar Zeus telah dibaringkan disana, dengan pencahayaan minim yang hanya berasal dari dua lilin di sisi kanan kiri yang terpasang tak jauh dari tiang ranjang.
Hera menahan napas ketika bisa melihat tubuh Zeus
Hera masih tertidur diatas tubuh Zeus yang masih berbaring di tempat yang sama bahkan dengan posisi yang tidak jauh berbeda. Namun ada setitik keringat yang muncul di kening pria iblis itu membuat Hera yang baru saja membuka kedua matanya, buru-buru turun dari sana karena takut Zeus terbangun dan memergoki dirinya sewaktu-waktu. Wanita itu, segera merapikan pakaiannya yang kusut lalu menatap kearah Zeus yang masih setia memejamkan mata. "Yang Mulia, cepatlah sembuh." Hera menyempatkan diri mengusap setitik keringat di kening Zeus lalu, segera berlalu pergi dari sana, melangkah keluar setelah mengganti lilin yang terbakar hampir habis. Suara pintu yang terbuka lalu tertutup membuat Zeus secara perlahan mengulas senyum miring di bibir pria iblis itu. *** "Queen Hera, saya baru saja dari kamar Anda, tapi An
Hera membuka kedua matanya secara perlahan, hingga iris mata birunya bertemu dengan sepasang mata tajam milik Zeus. Wanita itu memekik, bahkan membelalak ketika melihat iris merah di mata kanan Zeus lalu iris abu di sebelah kiri pria iblis itu. Hera secara spontan mengangkat satu tangannya, menghapus kecanggungan yang sebelumnya terasa dengan menyentuh kelopak mata Zeus yang langsung terpejam. Wanita itu menatapnya dengan mata biru berbinar, penuh kekaguman. "Bagaimana bisa warna kedua matamu, berbeda?" Zeus hanya bergumam pelan, menahan sebelah tangan Hera lalu membawanya ke bibir, mengecup punggung tangan itu dengan lembut. Darah Hera berdesir seperti tersengat aliran listrik. "Kau takut?" Hera menggeleng gugup sambil menggigit pelan bibir bawahnya. "Apakah aku juga bisa memiliki
Alexa terdiam, mematung. Wanita itu secara reflek menyentuh perutnya sendiri, dengan kedua mata yang terbelalak ketika melihat sosok tinggi besar dihadapannya itu. Namun yang membuat Alexa semakin takut adalah tubuh Hera yang berada dalam gendongan Zeus. "Yang Mulia." Alpha Elios yang mendengar kabar dari salah satu warriornya bahwa Zeus muncul secara tiba-tiba di halaman packhouse istana, bergegas menemuinya dan berdiri tepat di depan tubuh Alexa, berusaha melindungi pasangannya yang tengah hamil besar dengan posesif. Ekspresi raut wajah khawatir muncul di raut wajah tegang manusia serigala itu ketika melihat Hera yang terpejam dalam gendongan King Demon Zeus. "Yang Mulia, sebenarnya apa yang terjadi dengan adik saya?" "Dia hanya tidur." Zeus berkata dingin. Alpha Elios mengangguk lalu segera m
Hera melihat refleksi dirinya sendiri disebuah lukisan besar yang terpajang di dinding sebuah ruangan. Lukisan wajah seorang perempuan dengan rambut panjang berwarna hitam legam, yang merupakan sosok dari Luna Quin, yaitu ibunda Hera yang telah lama meninggal belasan ribu tahun yang lalu. Di dalam ruangan yang besar itu, terdapat berbagai macam lukisan buatan mendiang ayahnya. Namun memang yang paling mencolok hanya lukisan di hadapan Hera, karena terpajang tepat menghadap kearah pintu. Hera mengulurkan satu tangannya, menyentuh lukisan tersebut dengan ujung jemari tangan lentiknya hati-hati. Sosok dalam lukisan itu benar-benar menyerupai Hera, wajah keduanya bagai pinang dibelah dua. Dan hanya pada warna kedua bola mata dan rambut saja yang menjadi pembeda diantara keduanya. Hera tersenyum haru, tampak begitu sangat merindukan sosok ibu kandungnya itu.
"Hera." Cup. Alpha Elios terkejut ketika Hera tiba-tiba saja mengecup singkat bibirnya, lalu segera bergegas turun dari atas pangkuan Alpha Elios dan berlari keluar meninggalkan ruang kerja kakaknya itu begitu saja. Alpha Elios mendesah kesal melihat kepergian Hera, yang bahkan belum menjawab pertanyaannya dengan benar. Dengan satu tangannya, Alpha Elios memijit pelan kepalanya yang berdenyut pusing, bertopang kepala menggunakan satu tangan dan menghela napas cukup berat. Entah mengapa, rasanya sangat berat merelakan adik kecilnya itu untuk King Demon Zeus. Elios tidak suka Hera bergantung selain dengan dirinya. Elios tidak senang ketika Hera membagi cintanya untuk pria lain selain dirinya. Menarik napas panjang dan mencoba berpikir tenang, Elios segera melepas lensa kedua matanya, yang menampilkan netra wa
"Aku dimana?" Hera tersesat. Wanita itu tidak bisa keluar dari kabut hitam yang tengah mengelilinginya kini. Dengan bingung, Hera duduk dan beringsut ke ujung ranjang seraya memeluk kedua lututnya sendiri. Tidak ada apapun di dalam ruangan asing itu, hanya sebatas ranjang berselimutkan sprei berwarna putih bersih. Hera menoleh kesana-kemari untuk mencari jalan keluar. Namun, ruangan itu benar-benar seperti sebuah kotak tanpa lubang dan fentilasi udara. "Sudah bangun dari tidurmu, Princess." Hera terkejut bukan main. Tubuhnya bergerak mundur secara teratur ketika mendengar suara misterius yang cukup memekakan telinga. Namun, ketika Hera menolehkan kepalanya lagi, bermaksud mencari asal dari mana suara itu berada. Tidak ada satupun yang Hera temukan di dalam ruangan itu. Dia hanya sendirian,
"King Darius?" Hera membekap mulutnya menggunakan kedua tangan. Tubuhnya bergerak mundur tanpa sadar karena terlalu terkejut. Mendadak, suara Enrico beberapa minggu yang lalu diruang makan, kembali terngiang dalam ingatannya. "Yang Mulia Zeus terlibat pertarungan besar dengan Raja Darius. Mereka adalah iblis yang sama-sama menguasai bumi. Meski ada begitu banyak iblis di muka bumi ini, hanya Zeus dan Darius yang terlibat pertengkaran sengit. Setelah bertarung, biasanya keduanya akan sama-sama terluka parah dan butuh tidur panjang untuk memulihkan diri," terang Enrico saat itu. Hera menelan ludah susah payah melihat senyum miring King Darius. "Kau pasti mengenalku." Darius mendadak menghilang dan muncul kembali tepat di belakang tubuh Hera, kemudian bergerak sigap membekap mulut wanita itu. Hera terus melawan, berusaha keras berontak dan d
"Hera!" Setibanya Alpha Elios di Goldenmoon pack, pria itu langsung masuk kedalam kamar dan memeluk tubuh adiknya itu begitu erat. Jesselyn yang semula masih tampak duduk dan sedang menyuapi Hera makanan, segera bergerak menyingkir untuk memberikan ruang pribadi Alpha Goldenmoon pack itu dengan adiknya. "Kau tahu, aku hampir saja menghancurkan Goldenmoon pack karena tidak bisa mencarikan obat untukmu. Kau membuat seorang Alpha hilang kendali, Hera. Aku benar-benar seperti orang gila tadi." "Itu terdengar terlalu berlebihan, Alpha." "Tidak jika itu untukmu, Hera." Elios memegang kedua sisi wajah Hera dan menatap wajah pucat pasi adiknya itu dengan raut wajah cemas, "Kau adalah adikku Hera. Titipan ayah dan Ibu yang harus kujaga dengan nyawaku. Jika sampai sesuatu terjadi padamu, aku bersumpah, bukan hanya Goldenmoon pack, aku bahkan bisa menghancurkan seluruh