Share

PART 6

Queen menahan napas saat Rafael menyentuh sisi lehernya. Sentuhan ringan itu membuat syaraf-syaraf tubuhnya menegang. Baru kali ini ada lelaki yang berani menyentuh Queen secara intens. Ah, perasaan macam apa ini, desiran di dalam darahnya terasa begitu asing.

Di saat Queen masih sibuk memikirkan gejolak di dalam dirinya, tanpa diduga Rafael menunduk dan wajahnya semakin mendekat dengan Queen. Lantas, pria itu dengan lancang mengecup bibir gadis di hadapannya!

Queen terbelalak. Ciuman pertamanya! Direbut secara paksa oleh lelaki brengsek yang tidak disukainya! Rafael kurang ajar! Refleks, Queen mendorong Rafael, lalu melayangkan tinju ke wajah pria itu.

Rafael yang tidak menduga akan mendapat serangan mendadak, mundur selangkah sembari memegangi pipi. Luapan gairah beberapa saat lalu, digantikan rasa nyeri di wajahnya. Damn!

Ternyata Queen bukan hanya polos, melainkan juga liar! Di saat semua wanita berebut ingin mendapat ciuman Rafael, Queen justru memberikan bogem mentah.

"Kenapa memukulku?" Rafael menatap Queen tajam.

"Anda lancang mencium saya!" Queen mengusap bibir dengan punggung tangan, seolah jijik oleh perbuatan Rafael beberapa saat lalu.

"Aku hanya mengecup bibirmu, bukan mencium!"

"Apa bedanya?" Queen meraih tas kecil dari atas meja. "Saya tidak sudi berteman dengan pria yang tidak tahu sopan santun seperti Anda. Jadi tolong, lupakan saya, anggaplah kita tidak pernah saling bertemu."

Setelah melemparkan tatapan permusuhan pada Rafael, Queen beranjak pergi. "Jangan kejar saya!" teriaknya tanpa menoleh.

Melangkah cepat menuju tangga, turun ke lantai di bawahnya. Ia menajamkan pendengaran, memastikan kalau-kalau Rafael nekat membuntutinya. Namun, suasana sepi, tidak ada suara langkah di belakang sana. Semoga saja pria itu menyerah setelah mendapat hadiah manis di wajah. Berani macam-macam, sama saja itu memancing kemarahan Queen.

Queen melewati pintu lift dengan perasaan lega. Menekan tombol ke lantai satu, berharap setelah ini ia terlepas dari godaan iblis tampan bernama Rafael. Ah ya, berbicara tentang memancing kemarahan, nampaknya beberapa saat lalu bukan hanya emosi Queen yang terpancing. Percaya atau tidak, sentuhan jari-jari kokoh Rafael telah memantikkan api gairah di dalam tubuh Queen.

Queen terpejam, membayangkan kejadian yang membuatnya nyaris takluk oleh tatapan tajam Rafael. Pria itu hanya menyentuh leher, tetapi sudah mampu meluruhkan sendi-sendi tubuh Queen. Bagaimana jika Rafael menyentuh di bagian yang lain? Astaga, Queen! Apa yang kau pikirkan?

Oke, nampaknya otak Queen sudah mulai teracuni kemesuman Rafael. Pria itu berbahaya, titik. Jangan sampai Maura tahu tentang pria itu. Queen tidak ingin membuat Maura cemas memikirkan putrinya. Ya, Maura tidak semestinya merasa cemas, karena putrinya sangat pandai menjaga diri.

***

Rafael tengah mengompres wajah dengan es batu saat Aldric menghampirinya. Masih berada di rooftop, dan duduk di meja yang sama. Di hadapan Rafael, terdapat mangkok besar berisi bongkahan es batu, serta sehelai handuk kecil.

Melihat wajah temannya membiru, Aldric mengerutkan dahi. "Joshua memukulmu lagi?"

Rafael menggeleng. "Tidak."

"Lalu kau berkelahi dengan siapa?"

"Queen meninju wajahku."

Aldric tertawa seraya duduk di hadapan Rafael. "Selamat! Akhirnya ada wanita yang berani menghajarmu. Sepertinya aku perlu memberikan penghargaan pada Queen karena dialah wanita pertama yang mendaratkan tinju di wajah pria brengsek sepertimu."

"Tidak lucu!" dengus Rafael.

"Jadi, apa yang membuat Queen melakukan hal sekeren ini?"

"Aku mengecup bibirnya."

Lagi-lagi Aldric tidak bisa menahan tawa. "Kau terlalu agresif, Raf! Kenapa kau nekat mengikuti caraku? Sudah kubilang, keadaan kita berbeda jauh. Istriku mencintaiku, sedangkan Queen tidak memiliki perasaan apa pun padamu."

"Apa salahnya? Itu hanya kecupan kecil."

"Hanya kecupan kecil, tapi jika Queen tidak menolak, kau akan melakukan sesuatu yang lebih jauh, bukan?"

"Demi Tuhan, Al. Awalnya aku tidak memiliki rencana untuk menciumnya."

"What?" Aldric membelalakkan mata, lantas tersenyum mengejek. "Kau mulai bermain hati dengannya."

Rafael mengambil bongkahan batu es terkecil dan melemparkannya ke wajah Aldric. "Jangan sembarangan bicara. Kau tahu aku hanya mencintai Selly."

"Munafik. Hati-hati, Raf! Lengah sedikit saja, kau sendiri yang akan terperangkap di dalam lubang kelinci. Kau akan terjebak oleh permainanmu sendiri."

Rafael mendengus lagi. Kalimat macam apa itu? Oke, Rafael tahu jika sampai sekarang Aldric tidak menyetujui ide gila Rafael untuk memperalat Queen. Lalu sekarang Aldric berusaha menakut-nakutinya? Huh, Rafael tidak akan mundur selangkah pun. Gertakan Aldric tidak berpengaruh dan tidak akan membuat Rafael berubah pikiran.

Terperangkap di lubang kelinci? Lucu sekali. Kelinci bukanlah semut yang pandai membuat sarang serupa labirin. Hanya ada satu jalur di lubang kelinci, dan Rafael yakin tidak akan tersesat, apalagi terjebak. Aldric memang menggelikan.

"Gadis polos seperti Queen tidak menyukai pria agresif, Raf. Kau harus mendekatinya dengan tempo lambat," Aldric menyerobot cangkir kopi milik Rafael dan meminumnya.

"Kau lihat ini? Dia bahkan tidak terpengaruh oleh perhiasan mahal seperti ini." Rafael mengambil kalung berlian dari saku jas dan menunjukkannya pada Aldric.

Lagi-lagi Aldric tercengang. "Bodoh! Jangan samakan Queen dengan gadis-gadis yang mengejarmu! Gadis polos lebih menyukai ketulusan ketimbang harta!"

"Damn! Sesulit itukah mendapatkan gadis polos? Aku pikir mereka mudah dikelabui."

"Tidak semuanya, Raf. Apalagi mendengar ceritamu jika Queen dididik dengan baik oleh ibunya."

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Waktuku singkat, aku tidak ingin Joshua lebih dulu mendapatkannya."

Aldric berdecak. "Haruskah aku memberitahu trik mendapatkan gadis seperti Queen? Astaga, aku akan menjadi orang yang paling menyesal saat kau berhasil menghancurkan Queen nanti."

"Jangan sok bijak! Kau pikir aku tidak tahu bagaimana kebrengsekanmu pada istrimu?"

"Oke, fine! Aku akan memberikan tips untuk menaklukkan kelincimu!" Aldric mengacak rambut kasar, antara kesal pada Rafael dan iba pada gadis bernama Queen.

"Cepat katakan."

Menarik napas panjang, Aldric bersiap mengucapkan kalimatnya. "Pertama, gadis polos cenderung menyukai barang-barang sederhana tetapi memiliki kesan yang indah."

"Contohnya?"

"Pikir sendiri! Apa gunanya kau memiliki IQ di atas rata-rata, huh?"

"Oke, lanjut kedua."

"Queen tidak menyukai pria agresif. Semakin kau mengejarnya, maka dia akan semakin menjauh."

"So?"

"Satu kali saja, beri dia kenangan manis yang sulit dilupakan. Lalu, jauhi dia. Aku yakin dia akan penasaran kenapa kau tidak datang menemuinya lagi. Saat itulah, dia mulai merasakan rindu. Dan aku yakin, diam-diam dia mengharapkan kedatanganmu. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk mendekatinya lagi. Saat itu juga, hatinya mulai luluh."

Rafael menjentikkan jari. Entah kenapa tidak terpikirkan ide itu sejak awal. Ia yakin kali ini tidak akan gagal lagi. Tidak akan ada gadis mana pun yang mampu menolak pesonanya, termasuk Queen. Sudut bibir Rafael tertarik ke atas, membayangkan Queen akan segera takluk di dalam genggamannya. Hem ... tubuh indah itu! Bagaimana rasanya?

"Temani aku mencari hadiah untuk Queen." Rafael meletakkan handuk kecil di atas meja, lantas beranjak dari kursi dan menarik tangan Aldric.

"Kau sendiri saja, aku lapar."

"Aku akan mentraktirmu makan setelah mendapat barang yang aku cari."

"Brengsek kau, Raf! Aku menyesal sudah memberimu saran!"

Namun, Rafael tidak memedulikan Aldric yang terus mengumpat. Ia menarik Aldric sekuat tenaga. Ia tidak mungkin pergi seorang diri, ia membutuhkan saran Aldric yang lain. Kira-kira benda apa bisa membuat Queen luluh? Boneka? Buket bunga?

Aish ... Rafael benar-benar pusing. Ternyata tidak mudah memahami jalan pikiran Queen. Rafael belum terbiasa menghadapi gadis polos. Ternyata, mengelabui kelinci yang menggemaskan jauh lebih sulit dibanding menaklukkan kuda liar.

***


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status