Share

Artis Dadakan

Dua hal yang tak bisa ditolerir dalam sebuah hubungan, perselingkuhan dan kekerasan.

-Reyana Stronghold-

Mentari sudah muncul dari persembunyiannya, teriknya masuk ke kamar melewati celah gorden yang tersingkap. Suara kicauan burung santer terdengar, bersahutan dengan suara alarm yang membahana di dalam ruangan kamar yang masih gelap gulita.

Reya mengerang, merubah posisi miring serta menutupi telinganya dengan bantal. Suara alarm yang berbunyi nyaring memekakkan telinga, mengusik Reya yang tengah tertidur pulas.

Meski telinganya telah ia tutup bantal dan bergelung di dalam selimut tebal, nyatanya suara alarm masih terdengar jelas di telinga Reya.

"Aaarrg ... berisik!!" Reya bangun, mengacak-ngacak rambut saking kesalnya. Ia melirik alarm yang masih terus berbunyi, menunjukkan pukul 06.00.

Reya meraih alarm di atas nakas, bersiap melemparkannya keluar jendela. Tapi ucapan papanya tiba-tiba terngiang di telinga.

"Sekali lagi kamu rusakin alarm dan lempar keluar jendela, papa potong uang jajan kamu."

Reya mendengus, menatap sebal alarm di tangannya. Ia kembali meletakkan alarm di atas nakas, beralih mengambil ponselnya yang terus menyala.

Reya membuka aplikasi WA, melihat siapa saja yang mengiriminya pesan. Reya mendecih melihat chat paling atas.

Mantan kemarin pagi.

Reya, balikan yuk?

"Idiiih, ngajak balikan kaya ngajak beli cireng," gerutu Reya, ia langsung menutup room chat dan beralih ke chat di bawahnya.

Grup kampret over gaje.

Rembo : woy Mail kenapa nama grupnya lo ganti!!! 😑😑😑😑

Upin : wah ngadi-ngadi ni bocah, minta di santet online. 

Stiker terkirim

Ipin : betul, betul, betul.

Mail : keren kan? Wkwkwk.

Rembo : keren bapak lo bau menyan!

Ipin : bukannya bapaknya mail bau balsem?

Upin : Bukan bego, yang bener bau minyak GPU. Gosok, pijat, urut. Crot!!

Rembo : apa si lo berdua, pagi-pagi udah bikin otak gue terkontaminasi asupan racun bebas kalori.

Mail : woy ngapa jadi ngomongin bapak gue?! 😑 

Upin onyet, otak lo butuh wipol kayanya.

Ichi : berisik!! Bubar-bubar!!!

Mail : kabur woy, kang hansip udah patroli. Upin, awas lo kena razia. Razia orang mesum. Wkwkwk.

Reya mendengus geli, melihat isi percakapan unfaedah teman-temannya. Ia pun ikut nimbrung.

Reya is typing ....

Ichi : pagi inces Eaaa.

Rembo : sakit perut dah gue baca pesannya si kampret.

Mail : jones dilarang modus, matinya ketimbun kardus!

Ichi : fuck πŸ’©πŸ–•

Upin : Si Reya mau nulis surat wasiat kali ya, lama amat.

Ketukan di pintu menginterupsi Reya, ia menghentikan jarinya yang sedang mengetik. Matanya tertuju ke arah pintu, ketukan terus terdengar membuat Reya kesal.

"Siapa si?" gerutunya, tapi ia enggan bangun. Ketukan berubah jadi gedoran yang semakin kencang seperti debcolector menagih utang. Mau tidak mau Reya turun dari ranjang dan berjalan ke pintu. "Beri ...." Mata Reya melotot ketika membuka pintu dan mendapati Gavin berdiri di depan pintu kamarnya.

Daebak! Cogan nyasar dari mana? Anjir ganteng banget.

"Awww!!" pekik Reya, mengusap keningnya yang baru saja disentil Gavin. "Yaaa, lo!!" Reya mendelik, menatap Gavin dengan alis menukik seperti angry bird.

Gavin menghela napas pendek, mengalihkan pandangannya ke arlogi di tangan kirinya. "Gue tunggu sampe setengah tujuh, kalau lo sampe telat ...." Gavin menggantungkan ucapannya, bergerak maju ke depan Reya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Reya.

Jelas saja Reya kaget dengan gerakan Gavin yang tiba-tiba. Matanya melotot ketika wajah Gavin berjarak sejengkal dengan wajahnya, bahkan Reya bisa mencium aroma maskulin dan merasakan embusan napas Gavin yang menerpa wajahnya beraromakan mint.

"Siap-siap terima hukuman," bisik Gavin, suaranya yang terdengar serak dan syarat akan ancaman.

Reya melongo, kakinya tiba-tiba kaku tak dapat digerakkan. Sementara Gavin tersenyum miring melihat wajah Reya yang cengo.

"Waktu lo tinggal dua puluh menit dari sekarang." Ucapan Gavin menyadarkan Reya dari lamunannya.

"Yaaaa!!! Gaviin!" teriak Reya ketika menyadari Gavin sudah berjalan meninggalkannya. "Dasar cowok tengil! Nyebelin! Gak ada ahlak!!" Reya terus memaki sampai suaranya yang lantang terdengar sampai bawah.

-------

Lima belas menit berlalu, Reya berjalan dengan memakai tongkat. Menuruni tangga secara perlahan, ketika ia sampai di meja makan suara lembut Ana langsung menyapanya.

"Pagi," sapa Ana, membantu Reya menarikkan kursi.

"Pagi," sahut Reya tak bersemangat.

"Kok anak papa mukanya kusut gitu si?" komentar Rey, ia memperhatikan wajah Reya yang tampak suram.

Gimana gak kusut kalau Reya gak sempat dandan dan cuma mandi alakadarnya. Ini semua gara-gara Gavin sialan, Reya mendengus melirik Gavin dengan tatapan sebal. Tapi yang dilirik terlihat biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi.

"Kamu gak sakit kan Re? Muka kamu pucet lo," tanya Ana yang ikut memperhatikan penampilan Reya pagi ini.

Reya hanya menggeleng, ia terlalu malas membuka mulutnya. Ana pun beranjak dari tempat duduknya, tak lama ia kembali membawa peralatan make-up nya.

"Mama ngapain?" Reya menepis tangan Ana yang tiba-tiba membalurkan bedak bayi di wajah Reya, sampai-sampai Reya bersin-bersin karenanya. "Mah, ihssh." Reya jelas kesal, hidungnya jadi gatal gara-gara mencium aroma bedak bayi.

"Diem dulu Reya, nanti cemong. Anak mama gak boleh ke sekolah dalam keadaan kucel begini, paling gak kamu pake bedak bayi sama liptint biar gak keliatan kaya zombi," kata Ana.

Reya mendengus, memutar bola matanya. "Tapi Reya udah gede Ma, lagian bedak bayi kan buat bedakin pantat."

Rey dan Gavin terbatuk-batuk secara bersamaan ketika mendengar kata-kata Reya barusan. Gavin memukul-muku dadanya, nasi yang baru saja ia telan sepertinya tersangkut. Gavin sendiri tidak habis pikir dengan Reya, mahluk macam apa sebenarnya dia? Secara terang-terangan berkata hal-hal yang terdengar ambigu dan tabu.

Emang pantat tabu ya?

Setelah selesai sarapan Reya dan Gavin bergegas berangkat sekolah. Rey menuntun Reya sampai ke depan didampingi Ana yang berjalan di sebelah Reya, sementara Gavin berjalan di depan mereka.

Reya terdiam ketika melihat mobil BMW 4 Series Convertible warna merah yang terparkir di depan rumahnya. Itu mobil impiannya, mobil yang Reya mau. Mungkinkah papanya membelikan mobil itu untuknya?

"Mobil siapa Pa?" tanya Reya. Dalam hati berharap itu mobil untuknya, bahkan Reya sampai merapalakan doa-doa.

"Mobil Gavin." Harapan Reya seketika pupus mendengar jawaban papanya, apalagi melihat Gavin sudah masuk ke mobil.

"Papa beliin Gavin mobil?" tanya Reya terdengar menuntut.

"Gak, itu punya Gavin sendiri kok. Hadiah dari almarhum papanya. Yaudah masuk gih, hati-hati." Rey mengecup kepala Reya.

Reya mengangguk tak lagi protes, ia menyalami Rey dan Ana bergantian. Ana melambaikan tangannya ketika mobil Gavin mulai melaju meninggalkan kediamannya.

Selama perjalanan, baik Reya maupun Gavin memilih diam. Tak ada satu pun dari mereka berdua yang berniat membuka suara. Reya yang tidak suka dengan keheningan jelas merasa bosan, ia pun berinisiatif menyalakan musik di radio.

"Tarik mang," teriak Reya, suaranya bersahutan dengan lagu koplo yang tengah diputar. "Bojo galak, bojo galak, bojo galak. Hokya, hokya!" Reya pun tanpa malu meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama lagu.

Gavin berulang kali mengembuskan napas kasar, telinganya sudah tak tahan lagi mendengar teriakan Reya yang cempreng kaya kaleng cat. Gavin mematikan radionya.

"Yaaah, kok dimatiin si?" Reya cemberut, ingin sekali menampol wajah Gavin yang menyebalkan.

"Udah sampe," kata Gavin.

Reya menoleh keluar jendela. "Eh, iya udah sampe." Saat Reya melepaskan sabuk pengaman, pengaitnya tiba-tiba macet dan susah dibuka. Reya berdecak, menarik-narik paksa pengaitnya. "Eh ...." Reya terkesiap ketika tangannya bersentuhan dengn tangan Gavin yang membukakan pengaitnya.

"Dasar manja."

Mata Reya seketika melebar, menatap garang Gavin. "Ngomong apa lo barusan?"

"Gak ngomong apa-apa," jawab Gavin, tampak tak peduli bahkan ia langsung keluar begitu saja. 

"Dasar cowok aneh, sok cool padahal mah kaya balok es!" gerutu Reya, ia sudah akan membuka pintu tapi Gavin lebih dulu menariknya.

"Cepetan," kata Gavin.

"Yaelah, sabar Bambang. Lo gak lihat kaki gue," balas Reya. "Gak usah gue bisa sendiri." Reya menepis tangan Gavin yang hendak membantunya.

Gavin tak memaksa, membiarkan Reya berjalan sendiri dengan bantuan tongkat. Gavin berjalan di sampingnya, menyamakan langkahnya dengan langkah Reya yang pelan seperti siput.

"Wuah baru hari pertama udah jadi artis dadakan lo," celetuk Reya ketika keduanya berjalan di koridor.

Hampir seluruh siswi terpesona melihat Gavin, mereka juga tidak sungkan menunjukkan ketertarikannya. Suara-suara dari cewek-cewek yang membicarakan Gavin jelas sampai ke telinga keduanya. Tapi Gavin sendiri tidak peduli dan terkesan cuek.

"Re." Reya berhenti berjalan ketika seseorang menghadang langkahnya.

Magadir! Mau apa dia?

"Apa?" tukas Reya, memasang wajah kesal. Muak rasanya melihat muka Gilang, hasrat untuk mencabik-cabik wajahnya semakin menggebu-gebu di dalam dada.

"Gue mau ngomong," kata Gilang.

"Ngomong aja," sahut Reya, memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Tapi cuma empat mata aja."

"Lo kira acaranya Tukul Arwana, empat mata. Gak-gak, kalo mau ngomong di sini aja. Kalo gak mau mending lo minggir, ngalangin jalan gue udah kaya portal aja lo."

Gilang menarik napas, mengembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berkata, "Re, balikan yuk."

What?

Balikan? Strawberry, mangga, apel. Sorry gak level.

Reya tertawa, hal itu membuat Gilang mengernyitkan dahi. Bingung dengan respon Reya. Gavin pun sama, dia menoleh, tatapannya masih datar tapi alisnya naik sebelah memandang Reya yang tertawa cekikikan seperti mba-mba pohon beringin.

"Balikan? Gak salah?" Reya mendecih. "Sorry, gak ada kamusnya gue balikan sama mantan," jawaban Reya jelas di luar ekspetasi Gilang, terlihat dari reaksinya yang tampak syok. "Oh, ya kenalin pacar baru gue. Namanya Gavin." Reya dengan percaya diri menggandeng lengan Gavin, tak peduli dengan reaksi Gavin.

Dasar cewek sinting!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status