Enjoy!
-----
“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.
“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.
“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”
Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.
“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.
“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang duduk di sofa tengah ruangan seketika tersentak berdiri.
“Seseorang mengabarkan padaku. Ia telah meninggal dari tiga bulan lalu.”
“O Dios mío! (Oh ya Tuhan!)” Vello menutup mulutnya.
Kini segala kekhawatirnya terjawab. Jika Dexter yang mendapatkan kabar ini, tentu respon keduanya akan sangat jauh berbeda. Dexter tak bisa menghilangkan kebencian pada Alex.
“Sí, él está muerto, (Ya, dia sudah meninggal,)” jawab Liora dengan pandangannya yang kosong pada bangunan-bangunan yang diterangi dengan lampu jalan yang mobilnya lalui.
Ia dan ibunya memang terkadang menggunakan bahasa Spanyol dalam percakapan keseharian. Bahasa dari garis keturunan neneknya.
“Aku tak bisa memenuhi janjiku pada Vierra, Mom.” Mata Liora seketika berlapis kaca. “Aku sudah menuduh Alex tak bertanggung jawab, padahal ia memiliki masalah sendiri setahun ini. Ia tak pernah mengatakan padaku. Ia juga tak pernah mengatakan pada Rose. Ia pergi selamanya tanpa sempat memandang putrinya.” Air mata Liora berlinang, sampai bulir itu jatuh di gaun yang sedang ia kenakan.
“Sayang, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Maafkan Mommy tak bisa memelukmu sekarang.” Vello terduduk seraya memegang dadanya. Ia turut merasakan nyeri, seperti sang anak rasakan saat ini.
Liora menghapus air mata di pipinya yang berlapis makeup tipis, lalu mengambil napas dalam. Ada acara pesta perusahaan yang sedang menunggunya setelah ini. Ia tak boleh membiarkan wajahnya terlihat menyedihkan nanti di hadapan para tamu yang lain.
“Di mana kau sekarang, Sayang?” tanya Vello ketika ia mendengar samar suara bunyi klakson.
“Aku berada di perjalanan. Ada acara yang harus aku hadiri.”
“Kau yakin baik-baik saja untuk menghadiri acara itu?”
“Sí, Mom. Está bien (tak apa-apa).” Liora mengembangkan sedikit senyum tipisnya mendengar ibunya yang memang selalu mudah khawatir.
Ia tak memiliki pilihan. Ia sudah tak lagi mempunyai orang terdekat untuk bercerita. Rose, sahabat satu-satunya telah tiada kurang setahun ini. Adiknya, Starley sedang memiliki masalah sendiri, begitu pula dengan adiknya yang lain, anak sahabat ayahnya yang bernama Haven. Wanita itu sedang sibuk dengan karirnya di dunia musik sampai seakan tak memiliki waktu untuk diri sendiri. Sementara Liora pun tak terlalu dekat dengan adik sepupunya sendiri, Aileen yang tinggal di Indonesia.
Meskipun banyak orang yang ia kenal selama ini, tetapi Liora memang bukan orang yang mudah memiliki hubungan pertemanan secara intim, terlebih pasangan. Itulah mengapa Alex masih senantiasa membayangi hatinya.
Tak berselang lama, telepon antara Liora dan Vello berakhir. Mobil Cadillac Escalade hitam milik Liora pun turut sampai pada gedung tempat pesta diselenggarakan.
Sesungguhnya Liora cukup enggan menghadiri jika seandainya acara ini tak terlalu penting. Kedukaan ini membuatnya enggan bertemu banyak orang. Selain itu ia lebih ingin menghabiskan waktu menemani bayi mungilnya yang malam ini telah lelap tertidur dengan persediaan ASI yang cukup. Kesibukan sering membuat Liora merasa bersalah karena waktu untuk anaknya tersita.
Namun, acara ini adalah pesta di mana orang-orang penting yang berkaitan dalam bidang pertambangan berkumpul. Ia butuh menemui beberapa orang untuk memperkuat jaringan bisnis dan informasi.
Setelah ia menyempatkan membenarkan makeup bekas tangisnya beberapa saat, sopir pribadinya segera membuka pintu mobil dan membantu Liora keluar, mengingat gaunnya malam hari ini menjuntai menyapu lantai dengan model mermaid hitam yang indah.
Setelah melewati lobby dan masuk pada lift yang membawanya ke ballroom utama, akhirnya Liora tiba. Ia melangkah anggun dengan dagu terangkat, memasuki ballroom bergaya mewah abad pertengahan. Seakan tak ada gejolak hati yang mengisi pikirannya. Ia kembali mengenakan topeng dingin pada setiap orang yang meliriknya.
Meski demikian, Liora tak pernah kehilangan sinar cantiknya. Beberapa pria yang Liora lewati tak pernah bisa sekadar melirik singkat pada wanita bersurai golden blonde tersebut.
Gaun mermaid hitam itu pun turut menyempurnakan penampilan Liora malam ini. Beberapa brokat menghiasi sepanjang lengan dan paha Liora dengan tampilan yang menerawang. Sedang bagian dadanya berpotongan sweet heart dengan potongan garis mencapai bawah perut. Tak akan ada yang menyangka bahwa Liora adalah ibu beranak satu dengan gaun ini.
Sekretaris Liora sudah akan melangkah menghampiri sang atasan. Namun, wanita itu kemudian mengurungkan niatnya ketika seorang pria yang ia kenal berjalan mendekati CEO-nya.
“Kau sangat cantik malam ini. Gaunmu juga sangat indah, sangat cocok untukmu,” puji Gavriel tulus yang melangkah dengan menyodorkan segelas champagne.
“Aku sedang berduka,” jawab Liora dingin, merujuk pada pilihan warna yang ia pakai malam ini. Ia lebih memilih mengambil champagne dari pelayan yang baru saja melewatinya.
Gavriel tak mengambil pusing atas penolakan Liora. Ia meletakkan champagne di tangannya secara asal pada meja di dekatnya.
Sementara Liora melangkah menjauh. Bertemu dengan Gavriel adalah hal yang paling ia hindari.
Liora meminum champagne-nya dalam sekali teguk dan mengambil gelas lain. Namun, Gavriel segera merebutnya dan membuat Liora menoleh tak terima.
“Apa yang kau lakukan?” tanyanya tajam.
Gavriel memberikan gelas itu pada pelayan yang lewat, lalu menoleh. “Aku rasa mabuk dengan gaun seindah ini adalah rencana yang buruk, Liora ….” Gavriel melangkah, mencoba menghancurkan jarak di antara mereka.
“Kau datang seorang diri dengan berpasang mata pria yang mengikutimu sedari tadi. Kau ingin para pria itu mengambil kesempatan saat kau mabuk?” Gavriel membalas tatapan tajam itu dengan mata sebiru sapphire-nya yang hangat, sekaligus berbahaya.
“Apa pedulimu?” Liora bertahan dengan wajah datarnya yang dingin. Justru pria itulah yang membuatnya ingin menenggak champagne sebanyak mungkin saat ini.
Mata perak Liora sekilas melihat jas burgundy berpadukan kemeja dan dasi hitam yang Gavriel kenakan. Pria itu benar-benar bajingan tampan yang seksi malam ini.
Gavriel tak mampu menjawab pertanyaan sederhana itu. Namun, ia memilih menjawabnya dengan senyuman. Meski tangannya ingin mengusap lengan wanita itu. Ia tahu kesakitan hati Liora, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan.
Jemari Liora kemudian terangkat pada Gavriel. Membelai dengan gerakan mengikuti hiasan rantai silver dari saku jas hingga kerah. “Atau justru kau yang ingin mengambil kesempatan?” Bibir Liora tertarik sinis.
“Aku tak membutuhkan cara pengecut seperti itu.” Gavriel semakin melebarkan senyum khasnya yang ramah. Tak terpengaruh. Namun, ia semakin merapatkan tubuhnya, hingga dada Liora menempel sempurna pada lapisan jasnya.
“Lalu cara seperti apa yang akan bajingan sepertimu lakukan? Beritahu aku cara licikmu. Apa cara yang sama seperti kau mendapatkan kerja sama bisnismu? Cara kotor, busuk dan biadabmu itu!” Bibir Liora gemetar. Dalam sekejap kondisi mengenaskan mayat Alex yang termakan binatang tanah melintasi matanya, membuat ia kembali berkaca-kaca.
“Ssstt ….” Gavriel membelai bibir bawah Liora yang segera di tepis kasar wanita itu. “Bibir indahmu tak pantas mengucapkan hal seperti itu.”
“Anakku kini tak bisa bertemu ayahnya. Aku tak bisa memenuhi janji pada putriku. Itu semua karena kau dan Prospero sialanmu itu!” desis Liora. Mata peraknya mengeras menatap Don Prospero di hadapannya.
“Non (Tidak), Cara mia,” bisik Gavriel lembut seraya menggeleng pelan.
Gavriel semakin menunduk, membawa wajahnya hingga kedua hidung mereka nyaris saling menyentuh. Gavriel dengan sigap mengunci kedua pergelangan tangan Liora di belakang tubuh wanita itu.
Senyumnya masih terukir hangat, berbanding terbalik dengan cengkeramannya yang kuat pada tangan Liora. Satu tangan Gavriel yang bebas, merengkuh leher Liora dengan ibu jari yang menekan bawah dagu, membuat wanita itu terus mendongak dan tak dapat memalingkan wajah darinya.
Mata sapphire-nya mengunci lingkaran perak Liora yang tengah bergetar amarah sekaligus rapuh oleh lara. Gavriel lalu menggesekkan ujung hidung mereka dan menghirup aroma bunga yang manis dari tubuh Liora.
Hirupan napas hangat itu menerpa bibir Liora, membuat tubuh wanita itu bergetar oleh arus asing yang mengikat. Seakan mencoba menghancurkan panas amarah yang telah mengalir pada arus nadi. Jantung keduanya pun tanpa sadar saling beradu dan mengisi irama. Tak seharusnya seperti ini.
Gavriel memiringkan wajahnya, hingga bibir mereka nyaris saling menyentuh. Ia pun berbisik, “Alex adalah seorang pengkhianat. Ia melanggar sumpah omerta dan pengecut itu lari ketakutan seperti seekor tikus. Aku sudah berbaik hati dengan menguburkannya kembali, padahal ia tak pantas mendapatkan kehormatan itu. Jadi … jaga bibir indahmu ini.”
“Persetan denganmu, Gavriel!” desis Liora kian geram, menepis segala getaran asing yang merambati hati.
Gavriel menyeringai mendengar umpatan itu beserta bibir Liora yang kembali menyebut namanya. Tepat ketika seringai Gavriel hilang, bola mata Liora melebar sempurna. Tubuhnya terasa kaku dan isi pikirannya seolah meledak menjadi serpihan di tengah waktu yang seakan turut terhenti. Di sana, pria itu melenyapkan celah di antara bibir mereka.
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Haloo MVG kembaliiJam berapa kalian baca bab ini?Jangan lupa komen yang banyak di paragraf yaa :*Enjoy!-----Liora menatap kosong pada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang terhimpit keramaian jalan raya di bawah sana. Ia bersedakap di depan dinding kaca ruang kerjanya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Gavriel di ruangan ini, tetapi suasana hatinya tak kunjung membaik. Tiap kata memuakkan yang Gavriel ucapkan terus berdegung di telinganya, beserta rambatan asing yang selalu mengusik.Liora kemudian mendesah berat, sampai pundaknya meninggi. Lalu ia berbalik badan, mengambil ponsel di meja. Jemarinya sedikit ragu sesaat kala akan menekan layar ponsel, tetapi kemudian ia tetap melanjutkan niat awalnya.“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanya Liora datar kala panggilan tersebut terangkat.“Aku menginginkanm
Haii haiii! Aku bawa calon novel kelimaPlease welcome, Gwen Arvezio and Grayden Ryver!*BLURB*"Racing Your Heart"Gwen Arvezio (29 tahun), sang model seksi papan atas dengan segala kesempurnaan dan perilaku dominan serta angkuhnya. Ia selalu dapat membuat para pria matang rela merangkak demi menyenangkannya. Di mata Gwen, Grayden hanya bocah kemarin yang sedang belajar menjadi pria berengsek dengan gaya sok tampannya itu. Grayden jelas bukan mangsa yang lezat bagi Gwen.
Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :) (Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan) Enjoy! ----- Las Vegas, Nevada-USA Gavriel baru saja keluar dari Roll Royce Ghost hitam legam miliknya di depan lobi hotel bintang lima keluarga Crossleight. Sesungguhnya, tak sepenuhnya milik Crossleight karena saham kedua terbesar dimiliki oleh Prospero. Area kasino di hotel ini dan beberapa hotel lain di sekitar Las Vegas berada di bawah tangan Prospero. Mantel hitam sepanjang bawah lutut Gavriel, membungkus langkah pria itu menyusuri lobi. Paduan setelan jas hitamnya membuat setiap derap sepatu berkilau itu seolah pijakan kaki iblis yang bersembunyi menggunakan wibawa dan karisma. Tatapan mata Gavriel lurus nan tajam, seakan membelah lobi karena setiap orang dengan sendirinya memberikan jalan. Sedang satu tan
Setelah lebih dari seminggu. Akhirnya! Ada yang udah nunggu-nunggu MVG publish lagi??Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :)(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan)Enjoy!-----Keceriaan di wajah Liora seketika sirna kala mata peraknya menangkap sosok pria yang tak pernah ia harapkan berada di sekitar makam Alex. Liora menarik diri, berdiri tegap seraya membawa Vierra dalam gendongan.Barisan gigi rapi milik wanita beranak satu itu mencoba untuk tak menggelatuk. Pembunuh seperti Gavriel tak pantas berada di sini. Jika ini bukan pemakaman umum, Liora jelas akan memberi larangan agar orang seperti Gavriel tak menginjakkan kaki di tempat ini.“Apa yang membawamu ke sini?” Napas Liora perlahan berubah cepat dalam tarikan berat saat Gavriel melangkah mendekat.Untuk sepagi ini, sisi pikiran Liora menangkap keheranan de