Share

BAB KETIGA :

Sementara itu, di rumah mewah nan megah terdapat orang-orang yang biasa dengan suasana yang tak pernah biasa. Dulu rumah itu masih tenteram, saat si tuan rumah utama masih ada. Namun, lama-kelamaan banyak yang berubah apalagi Sang Nyonya Besar sudah tiada. 

 Semua berubah, setelah kepergian tuannya pun rumah itu lebih parah. Seperti tak ada kedamaian di dalamnya.

"Tuan memanggil saya?" tanya  Asisten Rumah Tangga itu, menunduk takut-takut.

"Ya," jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahnya. 

"Ada apa , Tuan?" 

"Bagaimana? Apa dia bersekolah di tempat yang sama dengan Riana dan Vicko?"

"Ya, Tuan. Nona mendapatkan beasiswa dan ibu panti yang menjadi pengasuhnya saat itu membantu membiayai," ujarnya menjelaskan.

"Baguslah. Setidaknya dia hidup yang layak. Jangan biarkan dia mengacaukan kehidupan kedua anakku yang lain,” imbuhnya.

Si asisten pasti berpikir bahwa si tuan sangat kejam tapi sebenarnya dia tahu bahwa tuannya sangat mengkhawatirkan anaknya yang lain. Yang katanya tidak dia anggap sebagai anaknya hanya sebagai perusak saja. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Dia paham mengapa tuannya bersikap seperti itu. Tidak lain karena memiliki ego dan gengsi yang tinggi.

"Tuan, apa tidak sebaiknya dia kembali saja ke rumah ini? Kita bisa memantaunya hanya jika tuan merasa bahwa dia akan mengacaukan segalanya,” tanya si asisten.

"Jangan menasehatiku seolah aku peduli padanya," ketusnya. "Aku bahkan tidak peduli jika dia mati sekali pun."

"Tapi—" Pak Mudi menggantungkan perkataanya, "bukankah memang seperti itu, Tuan?" Dia bertanya hati-hati.

"T-I-D-A-K," tegasnya.

"Semua kulakukan bukan karena anak itu. Tapi karena kekuasaan dan kehormatan keluarga Leonardth. Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi bila semua orang tahu jika dia anak yang tidak diinginkan. Karena itu lebih baik dia pergi dan tidak tinggal di rumah ini. Dia hanya perusuh dan menjadi penghalang besar akan keluarga Leonardth. Walau dia masih kecil dia pasti akan licik seperti ibunya nanti," jelasnya.

"Biarkan dia di sana. Asal tidak mengganggu kedua anakku yang lain. Dia tidak pantas disandingkan dengan Vicko dan Riana. Lagi pula, di sini pun dia tak akan betah.”

"Baik, Tuan. Akan saya laksanakan. Saya akan menyuruh beberapa orang untuk mengawasinya. Kalau perlu, anak saya sendiri, Abimanyu, yang akan mengawasinya,” katanya.

“Ya. Terserah padamu saja, Mudi. Yang penting dia jangan mengacau, jangan sampai ada yang tahu dia anak haramku.” 

Setelah mengatakan itu, Brahmana–nama lelaki itu–pergi menuju ruang rahasia. Tidak ada yang bisa masuk ke dalam ruang rahasia ini. Bagaimana bisa masuk sedangkan anak-anak serta istrinya tidak tahu-menahu.Hanya Mudi yang tahu tapi tak berani masuk. 

"Anak itu harus pergi. Jika tidak semua rencanaku akan gagal,” katanya.

"Lagi pula dia anak Merry, bukan anak orang berada yang bisa membantuku keluar dari kekalutan masa lalu,” katanya lagi.

Bram merenungi masa lalu. Dia bahkan membayangkan jika Arumi masih hidup. Arumi memang gadis sederhana. Merry dan Arumi memang bersaudara tapi bukanlah saudara kandung. Mereka satu ayah beda ibu.

Selama itu Arumi diasuh oleh ibu Merry. Dia memberikan kasih sayang yang sama. Tapi berbeda dengan Merry yang selalu merasa iri.

Dia yang mencintai Arumi harus dipisahkan oleh keadaan ketika ayahnya mengetahui bahwa Arumi bukanlah anak yang terlahir dari sebuah pernikahan yang sah.

Dia menyetujui dirinya dengan Merry karena dia adalah anak yang sah dari pernikahan. Hanya saja semakin lama sifat Merry menunjukan ketidakpuasan akan suatu hal. Sampai pada akhirnya dia melakukan kesalahan yang membuat Arumi pergi selamanya.

***

Sedang itu Rega duduk sendirian setelah kedua temannya keluar untuk makan di kantin karena tidak membawa bekal banyak. Ya, mereka bukanlah anak-anak orang kaya yang malu untuk membawa bekal.

Raya masuk dan melihat Rega duduk sambil melihat tumbler air di depannya.

"Hoy, ngapain lo? Asik bener liatin tumbler. Ajaib ya?" tanya Raya.

"Jangan suka datang mendadak gitu, Ray. Untung jantung saya masih sehat,” ujarnya sambil mengelus dadanya naik turun. 

"Ya elah, Ga, gitu aja udah spot jantung lo. Dikagetin begitu gak akan buat lo mati mendadak tau."

"Tau dari mana kamu? Kamu kan tidak tau jika saya punya riwayat penyakit jantung atau tidak," kata Rega yang membuat Raya mendadak terbelalak.

 "Serius lo?" katanya sambil duduk tepat di depan Rega.

"Jawab, Ga?" desaknya. Sedang Rega hanya tersenyum miring.

"Iya gak lah. Awas kamu! Saya mau santai sendirian,” ujarnya mengusir Raya.

"Lu keterlaluan. Gue di sini lo usir gue gitu aja.” 

"Kamu ganggu saya, Raya.

"Apa sih? Gitu aja lu—" Omongan Raya terhenti karena kedatangan Fadel dan Tian.

"Hai, dedek Raya,” sapa Tian dengan senyum semringahnya. Jangan tanya kenapa Tian begitu. Dia sudah lama suka sama Raya, sejak kelas sepuluh. 

"Kenapa sih lo? Datang-datang senyum sendiri kaya orang gak waras,” kata Raya dengan kesal.

"Masa dedek Raya gak tau sih kalau abang Tian itu, hmmpp—" Tiba-tiba Tian menutup mulut Fadel. 

"Mulut loe gak usah comel kaya emak-emak komplek deh," ujarnya.

"Apa sih,.Yan? Gue cuma mau bilang biasa Kakak Tian kan selalu begitu kepada setiap wanita,” ralat Fadel yang justru semakin membuat Tian kesal. 

"Enak aja lo. Ga semua juga. Masa iya nenek-nenek mau tepar gue godain juga? Sarakesa,” katanya melempar kulit kacang kepada Fadel.

Rega hanya tersenyum melihat kedua temannya, sedangkan Raya sebal mengerucutkan bibir.

"Duh, bibir Adek Raya bikin gemes deh. Jadi gak nahan," ucap Tian.

     "Ekhem... di sini bukan cuma lo berdua yaa." Fadel menoyor kepala Tian.

"Ga, jadi besok kita berangkat makrab? Harua besok banget, ya?" tanya Fadel.

"Iya. Besok siang setela OSPEK selesai. Biar gak lama-lama di sana. Jadi kita berangkat besok Jum'at sudah sampai sini. Sorenya kita bagi tugas. Malamnya diinfokan sama siswa dan siswi baru. Sabtu malam Minggu kita adain perayaan makrab di sekolah jam sebelas malam kita bisa pulang. Biar gak kemalaman,” jelasnya panjang lebar.

"Oke siap, Pak Bos. Laksanakan!" jawab Tian dan Fadel serentak.

"Kok perubahan lagi? Kapan disusunnya? Gue kok gak tau, Ga? Emang si ketua OSIS udah setuju?" tanya Raya menggebu.

"Udah. Tadi pagi mereka diskusi dan saya juga baru dapat infonya tadi."

"Bukannya si ketua OSIS pacar kamu, ya? Atau mantan sih?" tanya Rega.

   Ya, jelas-jelas Raya dan si ketua OSIS–Surya Indraputra–adalah orang yang dulu jadi couple goals di sekolah ini. Sudah pasti mereka akan dipasangkan kembali walaupun akhirnya tetap saja mereka bukan apa-apa. Ah Raya, kasihan sekali cinta bertepuk sebelah tangan.

"Gue gak pernah pacaran sama dia kok. Entahlah, gue juga gak tau dulu hubungan kita gimana. Tangan banget ya hidup gue? Betewe, Natalie kemana ya?" Raya mengalihkan pembicaraan.

Tian yang tahu bahwa Raya masuk OSIS ada hubungannya dengan Surya merasa cemburu walau sebenarnya dia tahu Raya akan mengalami sakit hati lagi. Sepertinya dia yang jatuh hati pada Raya, namun si empunya hati tidak tahu sama sekali.

"Ada abang Tian di sini, Adek Raya. Atau sama gue aja, Ray?” Dia menaik-turunkan alisnya menggoda Raya. 

"Apaan sih loe?" Tian kesal memukul pundak Fadel.

"Awww. Ini namanya penyiksaan. Gue bisa laporin ini,” serunya memegang pundaknya yang kemudian dirangkul Tian, saling mengejar dan melempar bak anak kecil atau kucing dan anjing.

"Udah, udah! Apaan sih kalian berdua? Kaya anak-anak, deh," rutuk Raya lalu berdiri.

 "Gue ke kelas dulu deh mau ambil buku sekalian ke perpus buat dipulangin. Bye, Ga. Eh, lu berdua berenti jangan kaya anak-anak!"

"Eh, mau kemana, Adek Raya?" tanya Fadel tapi mulutnya langsung ditutup Tian.

"Iya, Adek Raya,” katanya tersenyum manis.

Rega hanya memperhatikan kedua temannya itu dengan memutar bola mata, jengah. Mereka memang begitu, selalu seperti anak-anak.

"Eh, anak-anak! Kalian gak malu diliatin adek kelas apa lagi junior yang lagi OSPEK? Saya aja malu punya teman kaya kalian," ujujarnya.

"Ih, gak asih banget sih, Kaka Rega. Aku sakit hati, deh.” Tian memegang dadanya berpura-pura merajuk.

"Apaan loe? Sok imut. Najis gue," kata Fadel berpura-pura ingin muntah.

"Ish. Loe yang apaan.” Akhirnya mereka berdua adu mulut kembali yang membuat Rega hanya terdiam dan memutuskan bangkit berdiri membawa tumbler itu.

Fadel dan Tian yang melihat Rega berlalu akhirnya mengikuti juga.

 

 

     

...

Tbc.

 

 

...

 

@Fatamorgana16

Pekanbaru. Riau. 2021

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status