Share

BAB EMPAT

Lagi-lagi Amor hanya duduk dan terdiam di bangku yang tadi dia duduki, di mana dia meletakkan tumbler minumnya sampai ketinggalan dan hilang. Termenung serta memikirkan bagaimana keadaan ayahnya dan sedih melihat tumbler minumnya. Menatap sejenak persis ke arah itu, lalu menoleh ke depan mengikuti arah jalan orang yang tadi hampir saja berpapasan dengannya.

Dia bukan takut, hanya saja tidak ada alasan kenapa dia harus bertemu dengan mereka selain darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka. Selebihnya tidak ada sama sekali.

Dia juga teringat wanita itu, mamanya. Mamanya adalah orang yang selalu mengusahakan dia untuk masuk dalam keluarga Leonardth meskipun tetap saja dia tidak akan pernah diakui.

“Hay, sedang apa di sini?” tanya seorang perempuan.

Amor yang terkejut mendongak melihat dua orang yang memiliki seragam yang sama dengannya.

“Ah, tidak ada. Kalian sendiri sedang apa?”

“Kami di sini istirahat. Malas ke kantin apalagi banyak senior, takut dikerjain,” ujar si pria agak culun berkacamata.

“Oh ya, namaku Serena.” Si wanita memperkenalkan diri.

“Namaku Pras.” Dia menjabat tangan Amor.

“Hei, hei, eperibadeh. Pada kagak ngajak-ngajak gue lu pada. Udah malas temenan sama gue loe bedua?” 

Salah seorang laki-laki yang seangkatan dengan mereka bertiga akhirnya datang dan teriak-teriak sampai Amor terkejut heran sendiri. Tapi si wanita yang memperkenalkan  namanya Sere tadi hanya tersenyum, sedangkan si pria yang bernama Pras justru mendengus. 

“Apaan sih, Cup? Pelan-pelan, dong! Gak usah teriak gitu!”

“Tau loe. Kaya apaan aja. Emang dikejar setan lo?”

“Apa sih loe, Pras? Gitu aja udah sensi. Eke mau kasih tau sesuatu, nih ya. Lu pada denger baik-baik!” katanya tapi pandangannya turun kepada Amor.

“Eh, situ siapa? Sama kaya kita juga kah? Seangkatan kan ya?”

Belum dijawab, laki-laki itu mengengenalkan diri lebih dulu. “Gue Ucup. Orang paling kece se-Jagat raya, seantero negeri.”

“Amor,” ucapnya malu-malu, ikut memperkenalkan diri.

“Nama lu cantik. Bagus, kaya lu manis-manis gitu.” 

“Bukannya loe suka sama cowok ya, Cup?” Goda Sere.

 “Dia mah jadi-jaSere,” imbuh Pras kesal.

“Elah. Iya, gue suka cowok. Tapi kalo kaya si Amor begindang ya gue suka juga dong. Manis, cantik lagi. Siapa yang gak suka? Muka loe kaya bule-bule blasteran gitu deh,” ucapnya jujur sembari memegang wajah Amor yang membuatnya kurang nyaman.

“Udah dong, , jangan gitu! Lu buat dia gak nyaman aja sih,” kata Sere menepiskan tangan Ucup.

“Ops, sorry yak. Eke suka lupa diri liat cewek cantik. Udah dong. Eke bawa berita hot banget nih. Sampe pedes, hotshots and hotsnews banget, deh,” ceritanya sambil memainkan jari di mulut, seolah itu berita terpanas dan terheboh.

 “Apaan sih, Cup?” sahut Pras cepat.

“Eh, kalian pada tau gak si, anggota OSIS tercakep dan si ketua basket di sekolah ini yang cakepnya luar biasa itu, lho? Rega Brathayuda. Pada kenal gak?” tanya Ucup.

“Kenal. Kenapa emang?” tanya Sere penasaran.

“Iya. Dia lagi hot beritanya. Katanya pernah patah hati dan sekarang lagi dideketin sama anak kolongmerat juga.”

“Itu lho, anaknya pengusaha juga si Tuan Leonardth,” terang Ucup.

Perkataan dan informasi itu menyentak jantung Amor, Leonardth. Leonardth adalah keluarganya, kalau mereka masih mau menganggap Amor adalah keluarganya.

Ayahnya adalah seorang pengusaha hebat itu. Tapi kisah rumah tangganya tak sehebat dan sebaik yang selalu diagungkan oleh orang-orang banyak.

“Lalu kenapa?” tanya Pras jengah.

“Ya, masa lho gak tau sih kalau si Riana itu putri kesayangan tuan Leonardth? Katanya sih keluarga Leonardth punya satu putri lagi. Tapi, tidak pernah diberitakan di publik. Dan katanya, anak ini lahir di luar pernikahan dari orang biasa yang menjebak tuan Leonardth agar masuk ke keluarga kaya itu,” terang Ucup.

“Hussh!” Sere buru-buru menghentikan ocehan Ucup. “Lu tau dari mana? Jangan suka gosip. Gak baik, Cup. Lagian nih ya, buat apa sih kita menggosipkan itu?” tanya Sere.

“Bukan gosip, Ma Babee Sere, tapi ini adalah perebutan antara takhta, cinta, wanita,” ujar Ucup. “Dan kalian pada tau gak, sih? Raya Bramanthyo? Kabarnya dia adalah teman dekat perempuan satu-satunya Rega, juga dikabarkan dekat sama Rega.” 

“Trus apa masalahnya? Ya namanya teman, kan emang dekat sih, Cup,” kata Pras gemas.

“Ehe, bener kata Pras,” ujar Sere setuju dengan pendapat Pras.

Sedang Amor hanya diam memikirkan apa pun yang terjadi itu bukan tanggung jawabnya.  entah kenapa dia teringat ayahnya. Lelaki paruh baya itu, bagaimana pun tetaplah ayahnya, pernah memberi kehidupan baginya. Mengalir darah yang sama di dalam tubuh mereka. Sekali pun tetap saja ayahnya tak pernah mengakui kalau dia adalah anaknya.

“Iya tapi ada yang aneh gak sih? Si Raya adalah temen dekatnya si Rega. Lalu, Riana dikabarkan dekat dengan Rega. Si Rega kok kemaruk ya? Dia seolah membenarkan bahwa dia didekati dua wanita cantik sekaligus. Dan, mereka sih ya mau aja kalau didekati Rega yang tampannya luar biasa kaya dewa Yunani gitu.” Ucup menjelaskan dengan tampang takjub dan mata berbinar tanpa henti.

“Eh, kalau cantik sama ganteng ya biasa aja. Karena udah banyak. Yang gak biasa adalah orang biasa bisa dekat dengan mereka yang luar biasa,” balas Pras.

“Betul,” kata Sere.

“Eh, gue mau deh jadi madunya si Rega. Acip dikit aja hartanya, kali aja gue bisa duduk tenang nikmati beberapa makanan enak yang disuguhi pelayan. Euy, enak ih,” sahut Ucup membayangkan.

“Apaan sih, Cup? Gak jelas banget deh,” seru Sere.

“Tau deh, gak jelas. Lagian mana ada yang mau sama kita yang berbeda level sama mereka, Cup? Dan siapa sih yang mau sama loe, Cup?” kata Pras semakin kesal.

“Tampang loe ga cocok jadi holang kaya,” ejeknya membuat Ucup kesal.

“Ihh, Pras.” Ucup memukul manja di bahunya.

“Apaan sih? Gak usah pegang-pegang!” tepis Pras yang membuat Ucup mengerucut sebal, sedang Sere hanya tertawa puas melihat keduanya.

Amor hanya mendengarkan tanpa mau berucap satu patah kata pun. Dia bukan tidak mau menanggapi, hanya saja tidak tahu harus membahas apa dan bagaimana memulainya. Awal pertemuan yang selalu buruk dengan orang-orang yang bahkan memiliki ikatan darah dengannya membuat dia semakin takut. 

“Gue gak apa-apa jadi simpanan aja. Gak dapat si Rega tapi masih ada stok yang kece badai kok di sekolah ini,” kata Ucup.

“Siapa lagi?” kata Sere jengah.

“Fadel, Tian, teman Rega dan si ketua OSIS, Surya Indraputra. Kan cakep, juga tajir sih,” ujar ucup.

“Kalian tau gak sih? Katanya si Surya sama Rega pernah perang dingin karena Raya.” Ucup menjeda kalimatnya sambil memikirkan sesuatu. “Oh, ya! OMG!” teriak Ucup tiba-tiba.

“Gue tau siapa yang keren nomor dua setelah Rega. Surya dan lainnya nomor tiga tau. Yang kedua adalah kakaknya Riana, Vicko Leonardth,” ucapnya.

Vicko Leornardth. Ya, hanya satu orang yang dikenal oleh Amor dengan nama itu. Sama seperti Riana, dan juga keluarga Leonardth.

Dia masih terus mendengar mereka bercerita, sesekali sambil berdebat dan mencela satu sama lain hanya saja Amor tidak fokus sama sekali. Dia tidak takut hanya saja kembali lagi ke dalam lingkup masa lalu membuatnya selalu gemetar.

Dia tidak kuat bila selalu dikelilingi dan dilingkupi dengan asal- usul dirinya yang tidak jelas. Beginilah hidup. Mereka tidak tahu bahwa ketika ada orang yang rela menjadi simpanan hanya untuk menikmati bagaimana enaknya jadi orang kaya dan hidup menjadi tuan putri. Contohnya saja Ucup, walaupun Amor tahu bahwa Ucup hanya bercanda.

“Hei, Mor?” sapa Sere.

“Ha? Eh, i-iya?” Amor menoleh melihat Sere yang menatapnya intens.

“Kamu ada pikiran? Maaf, ya.” Sere merasa tidak enak karena mereka berdebat di depan Amor yang baru mereka kenal.

“Ehm, gak apa,” jawabnya.

“Mereka memang begitu, Mor, kalau sudah berdebat. Kita memang begini. Tolong maklumin, ya,” pintanya.

Amor tidak menyahut, hanya mengangguk mengerti saja. Mereka mungkin berteman dengan tulus tapi dia belum bisa memiliki teman yang benar-benar teman. Dia takut kembali ditinggalkan karena sudah mengalaminya berkali-kali, membuat dia ekstra hati-hati untuk kali ini.

“Eh, Neng Amor,” panggil Ucup, “diam aja lu. Sorry ye. Kita emang heboh kalo udah ketemu bertiga. Kita mah temenan dari SMP,” jawab Ucup.

“Dia malas liat loe banyak omong, Cup,” kata Pras. “Kalau gue sekolah di sini karena kebetulan, bisalah orang tua masih mampu dan dapat beasiswa dikit. Kalo loe?” tanya Pras.

“Kalo aku juga masih mampu, sih. Ucup apalagi, bapaknya tuan tanah. Kalo aku orang tua hanya manager biasa. Pras asisten boss bapaknya. Tapi aku sih ga dapat beasiswa, Cuma masih bisalah otakku,” kekehnya, “tapi yang paling pinter di antara kita hanya Pras,” sambungnya.

Ucup hanya mengangguk membenarkan. “Iya bener, Mor. Tapi ya gitu, dia gak ganteng amat sih,” cibirnya.

“Dasar loe ya!” Pras menendang kaki Ucup.

“Euy, sakit!” katanya mengaduh.

“Hem, kalo kamu?” tanya Sere pada Amor.

“Beasiswa,” jawab Amor singkat.

Amor mulai tidak nyaman apabila mereka menceritakan tentang keluarga dan pekerjaan ayahnya. Tidak seperti dirinya yang sebatang kara. Hanya anak tunggal tanpa ada orang lain yang membantu. Hanya bantuan beasiswa dan panti serta Budhe Ani yang berbaik hati menolongnya.

Dia ingin pergi dan bangkit berdiri. Hanya saja ketika dia mulai bangkit, pandangannya langsung tertuju ke depan, beradu pandang dengan seseorang di sana yang menatapnya tajam. Dan semua itu juga tak luput dari satu pasang mata yang memandang aneh temannya itu.

Di sana, di sisi yang lain juga ada yang menatap Amor dengan pandangan penuh minat.

 

@Fatamorgana16,

Selasa, 04 Mei 2021

Pekanbaru. Riau.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status